Chapter - 43. September 19

87 10 7
                                    

HAPPY READING 📖

-------------------------------------

Richard tahu ada sesuatu yang janggal. Hari ini, batang hidung dari perempuan yang memiliki masalah dengannya tak terlihat sama sekali. Bahkan sudah hampir jam makan siang. Bagaimana ia bisa tahu? Apa ia menguntit? Tentu saja tidak.

Saat menjemput Amber di ruang divisi mereka, ia sama sekali tidak menemukan keberadaaan Andrea di dalam, seolah tidak pernah ada atau tertelan bumi. Sejak memasuki kantor pun, ia tdak melihat keberadaan perempuan itu. Apa Andrea resign?

Sialan! Kini ia merasa dadanya berdenyut nyeri dengan pernyatan itu. Ada ketidakrelaan jika Andrea benar-benar resign dan meninggalkan kantor ini. Meskipun ia membencinya, tetap saja ia tidak mau siapa pun orang yang ia kenal, keluar dari tempat kerjanya, apalagi ia tahu Andrea menyukai pekerjaan ini.

Mulutnya sudah gatal ingin bertanya, tapi itu sama sekali bukan haknya lagi. Ia tidak pantas menanyakan itu. Memangnya hubungan mereka apalagi? Ia bahkan sudah berkali-kali mengatakan pada Andrea jika mereka tidak perlu saling mengenal lagi dan bertindak selayaknya orang asing. Tidak ada yang bisa diubah kembali dari kata-katanya.

"Ayo." Suara Amber meluapkan semua khayalan dan mengembalikan kesadaran yang sempat hilang. Ia mengangguk singkat kemudian mengikuti Amber untuk keluar dari ruangan mereka menuju kantin. Ia melihat tadi, tidak ada Elisa di sana. Entahlah, ia tidak terlalu tahu apa yang mereka lakukan. Apa menemani Andrea atau memng Andrea cuti hari ini, yang pasti bukan resign.

Astaga. Kenapa ia malah peduli? Seharusnya ia masa bodoh dan tidak perlu memikirkan itu lagi. Apa kini ia hampir saja menjilat ludah sendiri?

***

Avery meletakkan kue ulang tahun yang begitu sederhana dengan krim cokelat dan cokelat batangan dengan tulisan putih, Our Lovely Friendship.

Kenangan tentang pertemuannya dengan Kim langsung memenuhi isi kepala dan mengalir indah.

"Hey, Kiddo!" panggilnya kepada anak berkepang dua yang sibuk menjilati es krim. Ia kenal anak perempuan itu yang merupakan tetangganya yang baru saja pindah saat ia berusia 12 tahun.

"Apa?" Anak perempuan itu tak lain ada Kimberly Madison, sosok menggemaskan dengan gigi ompong karena suka makan makanan manis.

"Main basket bersamaku lagi?" Avery meletakkan telapak tangannya ke atas kepala Kim, kemudian mengacak rambut Kim hingga Kim menggerutu dan memekik dengan kaki yang dihentak-hentak.

"Jangan suka mengacak rambutku! Risih tahu!" Mendengar omelan Kim, bukannya takut, ia malah semakin gencar mengganggu perempuan mungil itu yang berusia dua tahun di bawahnya.

"Kutanya, mau main basket bersamaku lagi? Kau tidak menjawab pertanyaanku. Dasar tidak sopan!"

"Tidak mau! Kau curang! Kau terus yang menang dan membiarkanku kalah! Kau juga tidak mau mengalah!"

Avery tertawa terbahak-bahak kemudian hendak menarik Kim menuju lapangan yang begitu dekat dengan rumah mereka. Kenapa bisa? Karena rumah mereka bersebelahan dan lapangan berada di depan rumah mereka. Sepuluh langkah saja sudah sampai.

"Kau saja yang lemah dan bodoh," balas Avery dengan senyum menjengkelkan.

Kim mengerucutkan bibir dengan sekitaran yang belepotan karena es krim. Ia menyentak tangan Avery untuk tidak menyentuhnya karena ia tahu Avery pasti ingin memaksanya bermain. Ia hendak membalikkan badan, sayangnya ia kembali tertarik karena genggaman Avery yang begitu kuat mencengkram bahunya. Alhasil, ia kembali terduduk di ayunan yang ia nikmati sebelum datangnya Avery.

Unexpected Destiny ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang