Chapter - 40. Just So You Know

90 12 5
                                    

HAPPY READING 📖

------------------------------------------------

"Ayo, Daddy akan mengantarmu ke kantor hari ini."

Ajakan ayahnya membuat Andrea spontan mengerutkan alis. Ia terdiam beberapa saat karena masih dilanda kebingungan, apalagi tingkah Chandra dan ibunya cukup berbeda karena seperti melayaninya.

"Ya, Dad," jawabnya dengan senyum tipis yang tampak dipaksakan. Selesai sarapan, ia pamit pergi. Tentu saja salah satu alasannya untuk menghindari tatapan mereka lagi. Ia tahu kali ini ia menjadi pusat perhatian keluarga, makanya sebisa mungkin ia menghindar untuk terlibat percakapan.

Rizzo menghela napas dan meyakini jika ada sesuatu yang Andrea sembunyikan. Ia mengecup dahi dan bibir Kim lalu ikut pamit pergi untuk  mengantar Andrea sekaligus ke kantor.

Sesampainya di dalam mobil, ia menoleh sedikit dan mata tajamnya melihat jelas mata Andrea yang membengkak. Ia tak tahan untuk tidak bertanya, maka ia segera memposisikan tubuh untuk menghadap Andrea agar anak gadisnya bisa menjelaskan terang-terangan masalah yang dihadapi.

"Rea, Daddy tahu ada sesuatu yang terjadi. Kau yakin masih ingin memendamnya sampai sekarang?"

Andrea menahan saliva yang hendak memasuki tenggorokan. Ia tahu pertanyaan ini akan terdengar lagi, tapi ia selalu tak siap. Setiap masalah yang ia hadapi, pasti selalu ia ceritakan kepada mereka. Bedanya, kali ini saja ia tidak menceritakannya dan malah menghindar.

"Aku baik-baik saja, Dad. Tidak perlu cemaskan aku."

"Kau pikir kau bisa membohongi Daddy, Sayang?" Rizzo menarik pundak Andrea lalu menghadapkan wajah itu agar ia bisa mencari kebohongan yang ada di sana, walaupun sudah ia tahu memang ada masalah. Seorang ayah yang begitu dekat dengan anak perempuannya, tanpa diberitahu pun akan tahu kalau anaknya memiliki masalah, bahkan dari jarak yang amat terjauh. Sekuat apa pun disembunyikan, tetap saja akan ketahuan.

"Dad, aku sedang tidak ingin membahasnya sekarang." Andrea membuang muka, semakin memunculkan kecurigaan. Praduga sebelumnya ternyata benar. Tidak mau memaksa, Rizzo tersenyum tipis.

"Alright, tidak masalah. Kau bisa menceritakannya saat kau sudah tenang. Daddy akan selalu mendengarmu."

Andrea balas tersenyum kecil. Ia pikir, nanti ia akan memberitahu Daddy saat ia pulang kerja. Jika ia bertanya sekarang, percakapan mereka bisa terputus saat mereka sudah sampai di kantor. Ia tidak mau semua itu berlangsung setengah-setengah. Ia tidak mau rasa penasaran dapat membunuhnya perlahan saat bekerja.

***

Andrea menyusuri lantai kantor dengan langkah pelan. Ia sudah merasakan ini sejak semalam dan ia menyadari ia hampir terserang demam. Tenggorokannya mulai terasa tak enak. Apa ini karena ia terlalu stres?

"Lalu pemilik restoran akan menghubungiku dan mengajakku menikah. Katanya, Halo, Sayang?"

"Sialan! Kau terlalu halu, Lis!"

"Coba kau lihat, ini ada kalimat, jangan terlalu mengatai lelaki, nanti bisa jadi suami." Lana—teman duduk di sebelah Elisa—menunjukkan ponsel yang terdapat meme di dalamnya.

Elisa menggerutu. "Suami dari mana? Dari mimpi? Kalau aku mau laki-laki, ya, harus keren, tampan, macho, dan kaya. Kau pikir aku mau suami seperti Paul yang lembek. Aku pun lebih keras daripada dia."

Lana tertawa terbahak-bahak. Pembicaraan mereka seputar lelaki idaman dan impian mendapatkannya, terbawa ke dunia nyata, seolah mengharapkan apa yang ada di kepala menjadi kenyataan. Terdengar tidak masuk akal, tapi inilah yang para perempuan lakukan saat berkumpul dengan teman-teman, bahkan topik pembahasan bisa lebih ekstrem daripada pembahasan para pria.

Unexpected Destiny ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang