Chapter - 51. If I Could Be Your Man

102 11 0
                                    

HAPPY READING 📖

---------------------------------------

Jika ia ada riwayat jantung, sudah dipastikan detik ini pun ia akan tumbang. Bagaimana bisa? Bagaimana Avery mencintainya? Mereka adalah sahabat. Mereka adalah saudara, meskipun ternyata hanya ia yang menganggapnya begitu. Ia tak menduga jika ini menjadi sangat-sangat rumit karenanya.

"Seandainya aku dapat membeli mesin waktu, aku akan bilang padamu sebelum Arnold menjadikanmu miliknya. Kukira semua akan kembali seperti semula. Tapi aku kembali salah langkah." Avery mendongak dengan genangan air mata yang tak dapat ia tampung sedemikian banyak. Sakit ini kembali merasuki jiwa dan ia rasa detik ini ia ingin gila.

"Aku gagal. Aku gagal menunjukkan besar cintaku untukmu. Aku gagal menjadikanmu istriku. Aku gagal dan aku benci kegagalanku."

"Kau sudah siap, Kim?" teriak Avery dari halaman depan rumah Kim dengan kepala terdongak untuk melihat ke  jendela, tempat di mana kamar Kim berada.

"Belum!" balas Kim dengan lengkingan suaranya yang teredam dari kamar. Namun, Avery mampu mendengarnya sangat jelas.

"Astaga, anak kecil ini. CEPATLAH!" teriak Avery sekali lagi, lalu berdecak.

Beberapa menit menunggu di sepedanya, Avery bernapas lega karena Kim telah keluar dari rumah dan kini berjalan ke arahnya.

"Cepat naik!" perintahnya pada bocah kecil yang kini menggerutu.

"Kau tahu, kan, kalau kau tadi sangat ribut?" Kim naik ke bagian tempat duduk belakang sepeda Avery dan melingkarkan lengannya di perut lelaki itu.

"Kau tahu, kan, kalau kau tadi sangat lama?"

"Mana ada lama! Itu sebentar!" bantah Kim tak mau kalah. Ia malah sekarang khawatir ada yang tertinggal karena terburu-buru tadi.

"Ssst! Diam. Kau mau kuturunkan di sini?" Avery tetap mengkayuh dengan kepala yang sesekali menoleh ke belakang. "Dasar lelet! Kau lihat kita sudah terlambat!"

Di belakang Avery, Kim berdecak kesal dan tetap mengerucutkan bibirnya. Sudah kena marah, terlambat, bahkan ia masih gundah karena takut ada yang tertinggal. Perpaduan kesialan yang sempurna.

Setiba di parkiran sekolah, mereka segera turun dari sepeda. Kim langsung meninggalkan Avery yang masih sibuk merapikan sepedanya.

"Dasar bocah!" Avery menggeleng. Bukannya berterima kasih, perempuan itu malah meninggalkannya, belum lagi langkah angkuh yang bocah kecil itu buat, semakin membuat kepalanya menggeleng.

"Tuh, lihat! Kita sudah terlambat!" Kim menghentak-hentak kaki dan kini  gurat takut semakin jelas terlihat di wajah yang keringatan.

"Memang aku yang buat ini terlambat?" sindir Avery sembari mendelik. "Kau saja yang penakut. Ayo." Avery menarik pergelangan tangan mungil itu untuk memasuki kelas. Baru saja membuka pintu, seluruh tatapan terarah pada mereka berdua.

"Masih punya muka untuk masuk sekolah?" sindir guru laki-laki dengan perut buncit dan kacamata kotak itu. Buku yang ada di tangannya diletakkan manis ke atas meja.

"Maaf kami terlambat, Sir," kata Kim dengan ketakutan yang mendidih. Keringatnya semakin banyak dan itu disadari Avery di sampingnya.

"Keluar dari kelas dan bersihkan halaman sekolah! Sudah tiga hari berturut-turut kalian berdua terlambat! Dasar tidak disiplin! Mau jadi apa generasi sekarang ini suka terlambat!"

Omelan itu membuat Avery tanpa sadar memutar mata kemudian berbalik. Aneh-aneh saja. Masa baru terlambat tiga hari, sudah diomeli mengenai masa depan.

Unexpected Destiny ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang