Chapter - 3. His Insult

301 24 6
                                    

HAPPY READING 📖

----------------------------------------------

"El, tolong kirimkan soft copy dari naskah yang sudah kuedit. Sudah kuduga Richard akan menghapusnya. Untung saja aku mengirimnya padamu. Kalau tidak, Kendrick pasti marah karena aku belum mengirim itu. Belum lagi aku yang pusing karena harus mengedit ulang." Andrea bersandar malas di kursi. Kepalanya ia tolehkan ke arah Elisa Dunne—teman sekuliahnya. Tidak dekat, hanya saling mengenal saja. Ia baru menyadari Elisa juga bekerja di Everest Publishing saat ia mulai duduk di bangku kerja untuk pertama kali. Perkenalan itu berlangsung singkat. Dan yang menjadi teman pertama di kantor adalah Elisa. Dari saling berceritalah, ia tahu bahwa ia dan Elisa pernah berkuliah di tempat yang sama.

"Kau belum mengirimnya? Hari ini kau harus mengirimnya, Miss. Walcott. Kau tidak takut dipecat?" Suara itu agak histeris. Bagaimana tidak, deadline di depan mata tapi Andrea malah terlihat santai.

"Chills, El. Santai-santai. Jangan panik. Tenang saja, aku sudah mengedit semuanya, tinggal dikirimkan saja. Makanya aku meminta soft copy yang sudah kukirimkan padamu. Aku memeriksa di file-ku, ternyata hilang. Kau tahu, kan, siapa biang keroknya?"

Elisa menggelengkan kepala. Kadang ia tak habis pikir betapa santainya Andrea. Ia tahu gadis ini selalu tepat waktu mengerjakan tugas, terkadang tugas banyak dan dikerjakan hanya sejam mendekati deadline saja, itu sudah sempurna. Ia pernah mencoba itu. Sialnya bukan selesai. Ia malah kotar-katir karena pekerjaannya amburadur. Alhasil, ia direpeti Aubrey Kendrick—manajer divisi mereka.

Elisa menggerakkan mouse dan mengetik sebentar di keyboard lalu mencari file yang di maksud Andrea. Dahinya berkerut. Pupil matanya melebar lalu bibirnya bergumam, "File-nya hilang ...."

Andrea yang sedaritadi memerhatikan, terpaku sejenak. Bibirnya terasa kaku untuk berucap. "What?" Bahkan suaranya terdengar sengau.

Elisa menoleh dengan ekspresi kaget. Andrea sadar bahwa Elisa tidak bercanda. Ia dapat melihat keseriusan dari wajah Elisa.

"I swear, file-nya hilang. Aku tidak tahu kenapa bisa hilang. Sumpah, bukan aku yang melakukannya." Elisa tampak sedikit takut. Ia takut Andrea akan menuduhnya sembarangan.

Gurat miris tercetak jelas di wajah Andrea dan bibirnya bergerak pelan, seakan tak ingin ingin berbicara padahal ada sesuatu yang harus ia ungkapkan.

"Kau tidak bercanda, kan?"

"No, Rea. Aku sama sekali tidak bercanda. File yang kau kirim padaku, hilang!" Nada histeris yang keluar dari pita suara Elisa, akhirnya menyadarkan Andrea sepenuhnya dan membuat emosinya memuncak.

Ia tahu ini ulah siapa. Ia sangat tahu dan ia bersumpah akan mematahkan tangan itu agar tidak iseng lagi. Demi Tuhan, ia sudah lelah mengerjakan tugas sialan itu. Dan sekarang ada pula orang sialan yang berani mengganggunya. Ia bangkit dari duduknya dengan tangan terkepal. Tujuannya hanya satu. Pergi ke ruangan Richard Bell!

Sedangkan Elisa, gadis itu menatap nanar punggung yang mulai menghilang dari ruangan. Pintu yang tertutup, akhirnya mampu membuat ia bernapas. Jujur saja, ia merasa bersalah. Tapi, ini memang bukan salahnya dan tidak perlu dijelaskan siapa pelakunya. Sudah jelas Richard yang melakukannya.

"Gila. Richard benar-benar cari mati."

***

Richard tertawa kecil di tempat duduknya. Sesekali ia melirik pintu. Ia sangat yakin dalam beberapa menit, gadis itu akan muncul di depannya dan memakinya kasar. Foto candid Andrea dengan posisi berdiri sembari menunjuk sesuatu, dipandangnya terus-menerus. Foto itulah yang menemaninya menunggu Andrea. Sial, kenapa ia jadi tidak sabaran begini. Padahal, Andrea pasti marah besar.

Unexpected Destiny ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang