Chapter - 55. Problem

62 7 6
                                    

HAPPY READING 📖

---------------------------------------

"Apa yang kau bicarakan, Rea?" Jujur, Richard begitu terpengaruh oleh kata-kata itu. Tidak pernah ia duga, Andrea akan menanyakan hal yang sangat sensitif. Masalah hati. Padahal ia tahu seberapa besar Andrea membencinya, meskipun pengakuan Andrea yang mencintainya. Tapi, setelah semua kesalahan besar yang ia lakukan, apakah pantas Andrea mencintainya lagi? Apakah pantas ia bersama Andrea setelah masalah ini? Ia bahkan tidak memiliki muka untuk bertemu mereka. Ia tidak memiliki nyali untuk terus bertatap muka dengan orang yang telah ia sakiti.

Kebodohan ini meracuni hingga ia merasakan malu luar biasa.

Andrea menggeleng. "Lupakan."

Seharusnya bukan ini yang ia tanyakan, meskipun ia ingin sekali mendapat jawaban. Tapi ia merasa ia tidak memiliki hak lagi untuk mengetahui hubungan apa yang dimiliki Richard dengan Amber karena ia tahu mereka sudah teramat dekat. Palingan tinggal menunggu hari untuk mendengar kabar mereka berpacaran.

"Baiklah, kalau tidak ada yang mau kau tanyakan, aku pulang dulu. Beristirahatlah." Richard melayangkan senyum. "Ngomong-ngomong, maafkan hinaanku yang melukaimu. Maafkan aku. Aku tahu itu sudah keterlaluan dan menyinggung. Maaf."

Setelahnya, Richard benar-benar pergi menuju mobil, lalu meninggalkan rumah keluarga Walcott dengan hati mendung. Ia mendengar jelas pertanyaan Andrea dan ingin memberikan jawaban. Sayangnya, permintaan untuk melupakan itu membuat ia harus melupakannya. Bukankah bisa saja itu hanya keceplosan? Padahal ia berharap, masih ada kesempatan untuk mereka berdua.

Tangis Andrea luruh tak terkira. Ia bodoh karena harus menyembunyikan perasaan. Ia bodoh karena tidak mengatakan hal yang sebenarnya. Bagaimana kalau perasaan Richard untuknya memang sudah mati? Apa ia harus berusaha keras untuk mengembalikan perasaaan itu? Apa ia harus melakukan tindakan yang murahan agar perasaan cinta itu kembali?

Ia benci mereka harus menjaga jarak seperti ini.

Permintaannya dulu memang seperti itu. Tapi, kenapa harus menjadi kenyataan jika pada akhirnya ia harus terkena bumerang? Permainan bodoh macam apa yang datang ke hidupnya ini?

***

"Kau sudah sembuh, Rea? Kudengar kau sakit, ya?" Itu pertanyaan dari Elisa. Ia tampak senang saat teman divisinya telah kembali dari kantor.

"Seperti yang kau lihat." Andrea melayangkan senyum senangnya kepada teman-teman divisi yang akhirnya ia bisa dekat. Kecuali Amber. Gadis itu tampak tak peduli dan sibuk dengan ponsel.

Pintu terbuka, menampakkan ada Richard yang sedang mengintip di sela-sela pintu.

"Hai!" Suara Amber yang terdengar keras, memberikan seluruh atensi pada mereka. Richard yang masuk dengan kotak bekal dan sekotak susu vanila, berjalan ke tempat duduk Amber.

"Ini pesananmu." Richard menyerahkan sarapan pagi yang telah ia buat dan sekotak susu yang menjadi stok minumannya pada adik perempuannya ini. Bagaimana bisa ia tidak menganggap Amber sebagai adik? Perempuan ini manja dan selalu merengek. Jadi, sebagai kakak yang baik, ia akan memberikan hadiah kecil ini agar adiknya tidak membuat keributan.

"Terima kasih!" Amber berdiri dan refleks memberikan kecupan singkat di pipi Richard.

Semua gadis di divisi itu melongo sekaligus melotot. Tak terkecuali Andrea yang begitu syok. Apa mereka sudah berpacaran?

"Sama-sama." Mereka semakin syok tatkala Richard membalas dengan elusan di kepala Amber dan mengacak rambut Amber seperti lelaki yang gemas dengan gadisnya.

"Aku pergi dulu. Selamat bekerja." Tanpa menghiraukan apa pun, Richard melenggang pergi dan keluar dari ruangan divisi, meninggalkan hampir 100 persen para gadis yang kebingungan dengan perangainya.

Unexpected Destiny ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang