Yupi

371 102 17
                                    

Perkara Cinta; Yupi






Aji berjalan gontai menuruni undakan menuju parkiran motor. Rabu minggu ini sama beratnya kayak minggu-minggu sebelumnya. Gimana nggak berat kalau semua dosen killer yang kalau ngasih tugas persis Jendral VOC berkumpul di hari rabu? Aji bukan cuma pontang-panting ngerjain semua tugas yang seringnya dikumpul hari rabu, tapi juga harus bersiap menerima tugas baru di hari rabu. Pokoknya semester ini hari rabu adalah hari paling Aji hindari! Di blacklist kalau bisa!

Ceklek.

Kedua mata Aji menatap spion motor, memastikan mukanya —yang walaupun kelihatan kayak kurang darah– masih tetep ganteng. Sekesel-keselnya Aji sama hari rabu, soal penampilan semua hari harus konsisten karena nggak ada yang tau kapan akan ketemu gebetan.

"Baru dipikirin, orangnya udah nongol aja."

Dengan senyum selebar kudanil, Aji melajukan motornya ke arah gerbang kampus lalu berhenti tepat di depan seorang cewek yang berdiri sambil menatap ponsel.

"Sesuai aplikasi ya, Mbak?" Aji menaikkan kaca helmnya lalu tersenyum ramah.

"Eh-. Si Aji! Kaget gue!"

Aji nyengir puas. Ekspresi terkejut di wajah jelita itu sukses menaikkan semangatnya. "Nungguin ojek?"

"Nggak. Nunggu temen, tapi lama banget."

"Mau ke mana? Sama gue aja ayo," potong Aji cepat. Nggak mau menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

"Ke depan sih, mau fotokopi doang."

"Yaudah ayo naik. Aman kok." Aji memberikan kode pada cewek berambut sebahu itu untuk naik ke boncengan motornya.

"Nggak pa-pa nih?"

"Nggak pa-pa. Bensin gue banyak."

"Belagu banget!" ujar cewek itu sambil tertawa. Tawa yang seketika membuat Aji lupa kalau hari ini hari rabu, hari paling menyebalkan sepanjang semester ini.

Apalagi saat tangan cewek yang ditemuinya di hari berhujan di fotokopian samping kampus ini menyentuh bahunya, menjadikannya tumpuan untuk naik ke boncengan motor. Tangan Aji berkeringat karena debaran jantung yang menggila.

"Siap?" tanyanya dengan suara samar.

"Hmm."

Motor Aji melaju perlahan meninggalkan area kampus dengan bibir Aji berkedut menahan senyuman. Kedua matanya melirik ke arah spion dan senyum lebar itu akhirnya lolos mendapati seraut wajah jelita duduk di boncengannya.

Setelah pertemuan kedua di depan rumahnya, di samping gerobak siomay Bang Oji, mereka resmi berteman. Iya, teman. Teman saling bertukar nama dan nomor telepon serta media sosial, saling sapa kalau kebetulan ketemu di area kampus. Hal spesial ketika akhirnya Aji bisa membonceng cewek ini dengan motornya, sebuah pencapaian baru dari hubungan pertemanan yang masih seumur jagung.

"Tumben nggak rame," ujar cewek di belakangnya begitu motor Aji berhenti di depan percetakan samping kampus.

"Di sini sih nggak rame, tapi di sana."

Aji menunjuk deretan warung makan yang ramai di seberang percetakan. "Enakan sambil ngopi sama makan dari pada bengong di sini."

"Lama dong."

"Kayaknya sih gitu." Melihat ramainya warung di seberang dan tumpukan kertas di atas etalase fotokopian. "Buru-buru banget emang?"

Cewek di belakangnya mengangguk, lantas kembali menyentuh bahunya untuk dijadikan tumpuan turun dari motor. "Nggak pa-pa deh, gue tunggu sekalian nunggu temen."

Aji mengangguk. Otaknya berputar mencari cara untuk lebih lama berada di sini.

"Thanks, Ji."

"Eh, iya sama-sama." Aji mengangguk dengan senyum tipis. Senyum nggak rela harus pergi.

Aji baru akan menstarter motornya lagi, tapi batal karena benda berwarna pink menarik perhatiannya. Buru-buru diambilnya benda itu dari dashboard motor.

"Mau nggak? Buat nemenin nunggu biar nggak bete."

"Lo dagang yupi ya? Gue dikasih yupi mulu."

Aji terkekeh. Dua bungkus kecil yupi beralih ke tangan cewek itu. "Tapi suka?"

Cewek itu mengangguk. "Suka sih."

Aji tau, nggak seharusnya konteks dari kalimat itu berubah tapi hatinya udah terlanjur mengembang bahagia karena kalimat sederhana itu.

"Yaudah, gue duluan," pamit Aji setengah hati. Setengahnya lagi pengin tinggal lebih lama menemani cewek yang berdiri di samping motornya ini.

"Eh, iya, gue lupa mulu mau nanya."

"Apa?"

"Lo punya nomor Bang Oji siomay nggak?"

Aji terdiam sesaat, lalu menggeleng. "Nggak punya," bohong Aji. 

Jangan kan nomor telepon Bang Oji tukang siomay langganannya. Aji bahkan punya nomor tukang nasgor malem, tukang ketoprak pagi, ketoprak siang, tukang gado-gado gang depan, tukang galon, dan tukang-tukang jualan lainnya yang sering wara-wiri depan rumahnya.

"Gue kadang pengen siomay tapi Bang Oji nggak lewat-lewat."

Kesempatan emas kedua. Aji akan berterimakasih sebesar-besarnya pada Bang Oji kalau ketemu nanti.

"Gue chat lo aja deh, kalo Bang Oji udah lewat."

"Oke. Sekalian tanyain kontaknya deh, tolong."

Aji mengangguk lagi, tentu dengan senyum lebar.

Rabu Minggu ini nggak buruk-buruk amat.


•×•

•×•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


•×•

Mohon maaf lahir batin teman-teman semuaaaa!

Terimakasih banyakkk udah apresiasi karya ini sampai sekarang lewat vote dan komen. Terimakasih!

Perkara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang