Tomat

237 42 12
                                    

Perkara Cinta ; Tomat





Sejak membuka mata pagi tadi, Aji tau hari ini akan panjang dan berat. Dibangunkan oleh teriakan ibunya yang akan pamit ke kondangan bersama bapak. Berlanjut misscall tanpa henti dari orang-orang yang merebut minggu tenangnya ini menjadi minggu produktif untuk mengerjakan tugas akhir, ditambah titipan-titipan yang membuatnya berakhir di sini sekarang, antre di tukang jus langganannya.

"Aji?"

Satu lagi.

Satu lagi ujian hidupnya datang di hari ini dan itu berbentuk seorang gadis manis yang sudah lebih dari sebulan berusaha Aji enyahkan dari pikiran juga hatinya.

"Ha-i."

Kepala Aji langsung menoleh ke arah tukang jus yang masih sibuk dengan blender dan berharap pesanannya cepat jadi lalu ia bisa pergi dari sini sekarang juga.

"Sekarang gue jarang lihat lo, sibuk banget apa gimana?"

Iya, sibuk ngehindari lo.

"Biasa lah, semester tujuh," jawab Aji dengan tawa kaku.

Nggak mungkin Aji bilang kalau ia sengaja menghindari cewek itu sampai rela nggak jajan siomay Bang Oji, atau ia yang rela memutar lewat belakang gedung kampus untuk ke parkiran agar mereka nggak papasan di koridor, bahkan Aji nggak pernah lagi nongkrong di tukang fotokopi depan kampus dan memilih fotokopi di tempat lain demi menghindari pertemuan mereka.

Yang semuanya terasa sia-sia karena cewek itu kini berdiri di samping Aji, hanya berjarak selangkah. Membuat Aji bisa mencium aroma parfum cewek itu yang samar, bisa melihat dengan jelas lentik bulu matanya juga indah bening mata hitam legamnya.

Aji ingin lari saat ini juga. Demi hatinya. Tapi, kakinya terpaku di tempatnya berdiri.

"Bentar lagi semester delapan."

"Iya."

Aji ingin memukul dirinya sendiri mendengar jawabannya yang singkat dan terdengar dingin. Bukan itu yang seharusnya ia jawab!

GIMANA MAU KELIHATAN KEREN DEPAN DIA KALAU LO JAWABNYA CUMA IYA SAMA KETAWA KERING KAYAK KANEBO DOANG, JINENDRA!

Teriakan menggema dalam kepala itu membuat Aji meringis. Keinginan logikanya nggak didukung jantungnya yang sejak tadi berdegup nggak karuan, membuatnya gugup dan nggak berpikir panjang.

"Jus tomat ada nggak ya?"

Aji mendengar gumaman yang nggak terlalu pelan itu. Aji juga tau cewek itu nggak bermaksud bertanya padanya, tapi entah kenapa Aji langsung mendekat ke tukang jus langganannya.

"Bang, jus tomat ada nggak?"

"Ada. Mau?"

Aji menoleh ke arah cewek itu. "Ada jus tomatnya. Mau?"

"Mau satu. Esnya yang banyak."

"Katanya mau satu, Bang, es-nya yang banyak," ujar Aji lagi menyampaikan pesanan cewek itu.

"Gabung ke pesanan lo apa kaga?"

"Plastiknya bedain aja, Bang, ntar bayarnya barengan," jawab Aji dengan nada pelan.

"Oke, siap."

Aji kembali menatap cewek itu. "Udah dipesenin."

"Makasih."

Ucapan itu sederhana tapi berhasil menerbitkan senyum kecil di wajah Aji. "Sama-sama."

"Ji."

Dipanggil dengan nada serius, tanpa sadar membuat Aji mengubah posisi berdirinya dan kini sepenuhnya menghadap cewek yang mematahkan hatinya itu. "Iya?"

"Tomat itu buah atau sayur?"

Aji terdiam sejenak. Nggak menyangka akan mendapatkan pertanyaan yang seketika membuatnya ikut berpikir.

"Buah lah, kan ini di tukang jus buah," kata Aji setelah beberapa saat.

"Tapi, tomat lebih banyak dijual di tukang sayur, bukan tukang buah."

"Perasaan tomat disebutnya buah tomat deh."

"Tapi, tomat juga lebih sering dimasak daripada dimakan langsung kayak buah lainnya."

Aji terdiam. Dahinya mengerut samar, mencerna semua informasi yang sebenarnya nggak penting-penting amat ini.

"Ini lo beneran nanya atau mau kasih kuis dadakan buat gue?" tanya Aji ketika menyadari sebentuk senyum terkulum di bibir cewek yang berdiri di depannya ini.

Cewek itu tertawa. Jenis tawa yang membuat matanya terlihat sedikit menyipit dan lengkung di sudut bibirnya lebih terlihat dalam. Tawa yang membekukan Aji untuk beberapa saat.

Aji pernah jatuh hati pada paras manis cewek ini beberapa bulan lalu di depan tukang fotokopi kampus, tapi tawa cewek ini akan jadi alasannya jatuh hati sekali lagi.

"Di google ada kok jawabannya," ujar cewek itu dengan sisa tawanya.

"Apa jawabannya?"

"Cari sendiri."

Aji nggak bisa lagi menyembunyikan senyumnya. Kedua sudut bibirnya terangkat naik dengan mata yang sepenuhnya tertuju pada cewek yang masih saja menatapnya dengan tatapan geli. Merasa berhasil telah mengerjai Aji.

"Oke. Gue cari sendiri di google." Aji meraih ponselnya di saku dan mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Masih dengan senyum yang nggak juga luntur.

"Gue masih punya stok pertanyaan."

"Silahkan. Gue siap ikut berpikir dan pegang google."

Lagi-lagi cewek itu tertawa dan Aji ikut tersenyum melihatnya.

Hanya butuh lima belas menit untuk meruntuhkan segala pengorbanannya sebulan belakangan. Nyatanya Aji masih dengan sukarela jatuh hati pada cewek ini, cewek yupi-nya.

•×•

Gimana, Ji? Gimana?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana, Ji? Gimana?

•×•

Makasih yaaaa semuanya yang udah baca dan apresiasi lewat vote dan komentarnya!

Terimakasih banyakkkk!

Semoga sehat dan bahagia selalu!

Perkara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang