Berkabar dengan Pizza

290 81 27
                                    

Perkara Cinta ; Berkabar dengan Pizza




Kabar itu benar adanya. Kabar yang sampai di telinga Bayu dua hari lalu dan baru sempat ia telusuri kebenarannya hari ini setelah mendapat telepon nun jauh di sana dari seseorang yang mengkhawatirkan adiknya.

Aji patah hati.

Bayu dengar itu dari Haris dua hari yang lalu saat ia nggak sengaja bertemu anak itu yang akan nge-date di bioskop. Lalu Jusuf yang melapor kalau abangnya yang paling berisik itu akhir-akhir ini jarang aktif di media sosial mana pun. Juga Calvin dan Kirino yang menanyakan kondisi Aji berulang kali, yang sayangnya selalu mendapat jawaban template.

"Gue nggak pa-pa, cuma capek aja. Butuh waktu sendiri."

Bayu paham betul. Dibalik eksteriornya yang berisik, pecicilan dan tak bisa diam, Aji sebenarnya adalah seorang intovert yang selalu butuh waktu sendiri untuk me-recharge energinya. Bertahun-tahun mengenal anak itu, Bayu memaklumi jika  ada hari-hari dimana Aji menghilang, menyembunyikan dirinya sendiri dalam dunianya lalu muncul seolah tak terjadi apa-apa. Bayu pikir seminggu ini termasuk 'hari-hari' itu, sampai suatu malam Bang Eja menelepon.

"Gue minta tolong, Bay, kalo lo senggang tengokin adek gue. Dia kayak nggak butuh siapa-siapa tapi sebenernya butuh."

Dan di sini lah Bayu sekarang, di depan pintu kamar Aji yang tertutup rapat. Sayup-sayup terdengar alunan musik Bayu hapal liriknya saking seringnya Aji memutar lagu itu.

Bayu meraih ponsel di saku celana, menekan nomor Aji di sana lalu melakukan panggilan.

"Halo?"

"Ada paket," ujar Bayu dengan suara pelan.

"Hah? Paket apaan? Lo ngirim apa, Bang?"

Bayu mendengar suara langkah kaki dari dalam kamar, disusul suara kunci yang diputar dua kali lalu pintu di depannya terayun. Menampakkan Aji dengan wajah terkejut.

"Paket makan malam!" seru Bayu mengangkat sekotak double box pizza lalu melangkah masuk ke kamar Aji, membiarkan sang pemilik kamar melongo kebingungan.

Bayu menaruh box pizza di lantai, beserta pudding titipan Esa dan brownies buatan Felix, juga sekotak mie goreng dari Kirino yang ia jemput di rumah Ai sebelum ke sini.

"Nyokap gue udah pergi?"

"Udah. Gue yang nutup pager tadi."

"Oh."

Aji duduk di depan Bayu, setelah menyandarkan gitar di dinding dan menggulung kabel yang menjalar melintang di tengah kamar.

"Kok lo ke sini, Bang?"

"Nggak ada temen makan."

"Yang lain kemana?"

"Pacaran."

Aji mendengus. "Masih ada Jusuf, Esa, Felix, Bang Ical juga pasti diem doang di apart."

Bayu menarik sepotong pizza lalu diberikannya pada Aji setelah menuang saus di atasnya. "Calvin sama Felix ada acara keluarga, Esa lagi nge-date sama nyokapnya, Jusuf bantuin Bunda."

"Oh."

"Lo ada acara?"

Aji geleng-geleng kepala. "Nggak ada."

"Bagus lah. Gue ada temennya."

Aji tak menjawab, tangannya bergerak meraih potongan pizza kedua.

"Oh ya, Ji, bisa matiin dulu nggak musiknya? Gue suka Padi, tapi kalau Kasih Tak Sampai diputer pas lagi makan pizza, kayaknya gue kenyang duluan."

Lagu sendu itu akhirnya terhenti setelah Aji meraih ponsel.

"Galauin siapa sih, Ji?"

"Siapa juga yang galau, emang kalo dengerin lagu galau pasti lagi galau?"

Bayu terkekeh mendengar kalimat rumit Aji. "Kasih Tak Sampai ada di nomor satu on repeat lo kan?"

"Hah? Nggak, kata siapa?"

"Kata Calvin lo muter lagu itu dari dua hari lalu nggak ganti," terang Bayu. "Eh, ganti sekali lagunya Sheila On 7."

"On repeat Spotify gue masih Rapsodi."

Bayu mengulum senyum lalu mengangguk, nggak berniat mendebat soal fakta yang berusaha disembunyikan Aji.

"Kemarin gue ketemu mantan."

Aji sontak menghentikan gerakan tangannya yang akan mengambil potongan sosis panggang di samping pizza.

"Dia kelihatan baik-baik aja. Lebih bahagia, kayaknya," lanjut Bayu yang menelan pudding mangga buatan Esa.

"Gue kira setelah sekian lama perasaan itu udah nggak ada, ternyata masih ada, sedikit sih tapi tetep bikin kepikiran," ujar Bayu lagi, kali ini menatap Aji.

"Lo gitu juga?"

Aji gelagapan diserang pertanyaan tiba-tiba itu, namun melihat ekspresi Bayu yang sama sekali nggak berubah, masih sama seriusnya dengan tatapan mata menerawang jauh seolah ia tak berada di sini, Aji mulai paham.

Ia tak sendirian.

"Kadang aja, kalo keinget," jawab Aji setelah sekian lama terdiam.

Bayu bersandar pada kasur Aji sambil meluruskan kaki. "Perasaan emang nggak bisa diatur kan, Ji?"

Aji mengangguk dan ikut bersandar di kasur, menatap ke arah jendela kamarnya yang sedikit terbuka, menghembuskan angin malam dan gemerisik daun jambu depan rumahnya.

"Cewek yang gue taksir ternyata udah punya pacar, Bang, dan cowoknya itu temen gue," kata Aji kemudian setelah sekian menit terdiam.

"Lo tau dari mana?"

"Gue lihat pas beli siomay," jawab Aji pelan. "Salah gue, nggak ngecek tuh cewek udah punya pacar atau belum."

"Lo baru naksir kan?"

Aji terlihat ragu tapi akhirnya mengangguk. "Kayaknya."

"Nggak pa-pa. Seenggaknya lo udah nyoba buat buka hati." Bayu menepuk pundak Aji sebelum kemudian meraih gitar.



Tetaplah menjadi bintang di langit...


•×•

Perasaan nggak bisa diatur kan, Ji? Jiakhhhhhh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perasaan nggak bisa diatur kan, Ji?
Jiakhhhhhh

•×•

Terimakasih yaaaa buat yang udah vote dan komen!

Request ayooo mau sapa lagi nehhh
November Desember adalah galau season wkwkwkw

Perkara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang