JJS

354 82 50
                                    

Perkara Cinta ; JJS


"Ini hari sabtu kali."

"Iya, gue tau."

"Ini malem minggu."

"Iya, gue juga tau."

"Terus kenapa lo malah ngapel ke rumah gue? Bukan ke Cantik?"

Haris tertawa, menyandarkan punggungnya pada kursi kayu di teras rumah Aji. Sang punya rumah duduk di kursi sebelahnya dengan tatapan aneh. Gimana nggak aneh, temennya yang bucin ini tiba-tiba datang dadakan kayak tahu bulet di Sabtu malam alias malamnya orang-orang bucin!

"Dia lagi ada acara keluarga."

"Kok lo nggak ikut?"

"Kan belum jadi satu keluarga," jawab Haris dengan tawa geli.

"JIAKHHHHHH JANUARRRRR!"

"Jiakhhhahahahahha Jinendraaaaa!"

Keduanya kompak tertawa terbahak-bahak di teras sore itu.

"Beneran?"

"Apanya?"

"Lo nggak lagi galau karena berantem terus hampir putus kan?" tanya Aji yang masih sangsi melihat keberadaan Haris di rumahnya padahal biasanya tiap sabtu malam Haris sulit dihubungi karena sibuk pacaran.

Haris geleng-geleng kepala. "Nggak. Ini gue masih chat, mau lihat?"

"Nggak perlu, jangan bikin gue iri."

"Kalo iri, cari juga lah."

"Pacar?"

Haris mengangguk yang dibalas gelengan Aji.

"Mikirin kuliah aja udah hampir gila, apalagi pacar," ujar Aji menatap daun-daun pohon jambu di depan rumahnya.

"Skripsi," kata Haris pelan.

"Skripsi," ulang Aji menirukannya Haris.

Satu kata itu sudah jadi momok menakutkan sejak semester lalu.

"Pasti bisa kan, Yis?"

Haris yang ditanya terdiam cukup lama. Kedua matanya menatap kosong pada lantai teras yang dihiasi keramik berbeda motif.

"Bisa."

"Bisa gila kan maksudnya?"

"Iya."

"Tapi, Bang Ical masih waras," kata Aji mengingat abangnya yang baru-baru ini resmi jadi sarjana hukum.

"Lo lupa jaman-jaman dia dengerin High Hope-nya Kodaline sampe seharian on loop?"

"Oh iya."

"Kadang gue mikir, mungkin skripsi cuma ketakutan gue aja dan setelah gue jalanin bisa jadi nggak se-serem itu?"

Aji mengangguk-angguk. "Gue juga mikir gitu. Kenapa gue takut sama skripsi padahal gue udah ngelewatin tiga ujian nasional."

"Sbm juga."

Keduanya menghela napas, menatap kosong pada ranting-ranting pohon jambu di depan rumah Aji yang bergoyang ditiup angin.

"Dulu tiap mau UN aja rasanya udah berat banget, kayak hidup dan mati ditentuin dari situ," kata Aji terkekeh.

Haris ikut tertawa. "Sekarang ada lagi skripsi."

"Abis skripsi, sibuk nyari kerja."

"Abis nyari kerja, sibuk menata karir."

"Abis menata karir, sibuk cari jodoh."

"Abis cari jodoh, sibuk nyiapin diri buat nikah."

Aji seketika menegakkan punggung. "STOP!"

Perkara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang