Esa

226 51 6
                                    

Perkara Cinta ; Esa



Esa masih ingat hari itu. Lantunan merdu suara Tulus yang menyanyikan lagu-lagu hits-nya, cahaya-cahaya terang di panggung yang gegap gempita, indah senyum dari seseorang yang berdiri di sampingnya, juga genggaman tangan yang erat tak terlepas meski beberapa kali mereka bergerak mengikuti irama lagu dari panggung.

"I'm so happy today! Thankyou!"

Esa masih ingat hari itu. Tawa riang yang diikuti celotehan tentang betapa menyenangkannya acara yang mereka datangi malam ini dan rencana-rencana untuk mendatangi acara musik mana pun yang ada Tulus sebagai penampil.

"Makasih ya, Sa, aku jadi suka dengerin Tulus gara-gara kamu!"

Esa masih ingat hari itu. Perasaan bimbang yang menyertainya dari rumah, dari sebulan lalu, yang berulang kali berusaha ia tepis. Dipandanginya lekat manusia yang setahun belakangan ini jadi alasannya merasa lebih bahagia. Seseorang yang senyum dan tawanya selalu ia kagumi, bahkan sampai detik ini.

"Kenapa?"

Esa masih ingat dengan jelas. Binar dari kedua mata yang membuatnya jatuh hati kemudian redup, dengan selapis air mata yang bergetar.

"Aku salah?"

"Nggak. Kamu nggak salah. Nggak ada yang salah."

"Terus?"

"Aku ngerasa cukup."

"Cukup apa?"

"Hubungan kita. Cukup sampe sini aja."

"Kasih aku alasan yang jelas supaya aku bisa ngerti dan terima keputusan kamu."

Esa masih ingat tiap helaan napas berat. Tiap perasaan bersalah dalam dirinya melihat wajah jelita di depannya kini berubah 360 derajat dari sepuluh menit lalu.

"Aku punya prioritas lain. Aku yakin, kamu juga punya prioritas lain."

Esa masih ingat keheningan yang menyesakkan itu. Di detik setetes air mata jatuh mengalir di pipi gadisnya, Esa merasa pantas mendapat julukan manusia jahat.

"Oke. Aku paham. Kamu punya mimpi yang harus kamu kejar. Aku juga punya mimpi yang harus aku kejar," katanya dengan terbata.

"Klise banget, Sa, putus karena fokus UN," katanya lagi, kali ini dengan tawa miris yang sumpah lebih mengiris perih hati Esa.

"Aku sama sekali nggak keberatan kalo kamu akan punya sedikit waktu buat aku, atau kamu nggak akan selalu bisa nemenin aku nonton Tulus, atau cuma sekedar makan kebab kayak yang biasa kita lakuin."

Esa menatap kedua mata itu lekat. Luka itu terlihat jelas di sana. Suatu hal yang tak pernah ia bayangkan akan ia lihat dan ialah penyebabnya. 

"Karena aku pun sama. Aku juga belajar, aku harus siapin kemungkinan kalau aku harus tes mandiri. It's not easy for me too, right?"

Esa mengangguk tanpa sadar. Ia paham betul hal itu. Perbincangan soal masa depan dan hal-hal sulit untuk itu telah akrab sejak awal mereka memutuskan menjalin hubungan.

"Tapi, kamu udah mutusin kalau hubungan kita cukup sampai sini. Aku terima. Aku nggak boleh egois kan?"

Senyum itu kembali muncul di wajah jelitanya, tapi tidak di kedua mata yang kini kembali menggenang oleh air mata.

"Makasih ya, Sa. Makasih buat semuanya. Semuanya."

Esa mengangguk kaku. "Iya. Makasih juga, buat semuanya dan maaf."

Dengan segunung rasa bersalah dan perasaan berat, Esa memutar tubuhnya, hendak meninggalkan gadis itu di depan pagar rumahnya sampai kemudian lengannya di cekal. Memaksanya untuk kembali menatap gadis itu.

Esa membeku di tempatnya berdiri. Rentang waktu satu tahun, ia tak pernah berani menyentuh gadis ini lebih dari berpegangan tangan dan kini gadis itu mengecup bibirnya. Sepersekian detik dan yang Esa ingat hanya kesedihan.

"Terakhir, Sa."

Esa masih ingat pelukan itu. Kedua lengan kecil yang melingkupi tubuhnya begitu erat, helaan napas karena tangis yang tertahan, juga sebaris kalimat yang menghantuinya sampai tahun-tahun berikutnya.

"Aku sayang kamu, Sa. Selalu."

Esa ingat hari itu. Malam itu. Esa ingat dengan jelas. Semuanya. Bagai memori dalam kaset rusak yang terus terputar.

Dan kini, setelah bertahun berlalu, Esa masih belum bisa melupakan wajah jelita itu. Wajah yang tetap menyambutnya dengan senyuman yang sama, yang masih ia kagumi indahnya sampai detik ini.

"Esa! Apa kabar?"

Esa tidak pernah benar-benar baik-baik saja setelah hari itu.

Tidak pernah.

•×•

Instagram story mba-x seminggu setelah hari itu dan capek ditanya seisi sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Instagram story mba-x seminggu setelah hari itu dan capek ditanya seisi sekolah.

"Kok udah jarang kelihatan bareng, Esa?"

"Esa nggak kesini?"

"Esa nggak nyusul, May?"

"Lo beneran putus, May?"

Memang sebenar-benarnya couple favorite seangkatan.

•×•

Makasih yaaaa udah baca, vote dan komen hehehehe
Terimakasih!

Perkara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang