Martabak dangdut Kirino

766 173 31
                                    

Perkara Cinta; Martabak Dangdut Kirino



Kirino menatap plastik di genggamannya sekali lagi. Entah untuk yang ke berapa kalinya sejak ia menerimanya dari abang martabak yang jualan di pengkolan jalan.

"Martabak doang cukup nggak sih?" tanyanya pada pagar putih di depannya.

Kedua mata Kirino beralih menelisik ke dalam pagar. Pintu rumah tertutup rapat tapi samar-samar ia mendengar suara televisi. Senyumnya terbit ketika melihat garasi rumah yang kosong.

"Paket!" teriaknya lantang dari luar pagar.

Nggak lama terdengar suara pintu yang terbuka. Seorang cewek keluar dari dalam rumah dengan mata menyipit.

"Ya-, eh!"

Dengan senyum tertahan, Kirino melambaikan tangannya ke arah cewek itu yang mematung di teras.

"Boleh masuk?"

"Hah?! Eh, iya!"

Dahi Kirino mengerut melihat cewek itu yang malah masuk ke dalam rumah. Kirino menggeser pagar berwarna putih itu, setelah sekali lagi memastikan motor beat putih di depan pagar terkunci dengan baik. Bukan punya Kirino soalnya, punya Aji, hasil minjem paksa.

Langkah Kirino terhenti di depan teras, cewek yang ditunggunya keluar dari dalam rumah dengan penampilan berbeda. Kaos barongnya berganti dengan hoodie warna kuning, celana pendeknya ditukar dengan celana batik.

"Kok ke sini?"

Pertanyaan itu terlontar dari mulut cewek di depannya ini tanpa mempersilahkannya untuk duduk.

"Nggak boleh?"

"Eh-. Nggak. Bukan gitu maksudnya-."

Kirino terkekeh. "Boleh duduk nggak? Pegel."

Cewek di depannya ini mengangguk. Kirino segera menginjak bagian tumit converse-nya bergantian, lalu menyusul cewek itu yang sudah duduk di bangku kayu teras.

Kirino meletakkan plastik berisi martabak dan kunci motor serta ponselnya di meja kecil yang jadi pembatas di tengah-tengah mereka.

"Parkir dimana?"

"Bawa motor Aji."

"Oh."

Suasana di antara mereka mendadak berubah. Tawa yang dari tadi sengaja Kirino pakai untuk menghindari suasana aneh ini rasanya percuma. Suara televisi dari dalam rumah atau gonjrengan gitar tetangga juga nggak mampu menembus dinginnya suasana di antara keduanya.

Kirino menelan ludah. Suara jantungnya yang sejak tadi berdegup nggak karuan makin membuatnya gugup. Tapi, Kirino udah sampai di sini, nggak ada pilihan lain untuk mengelak atau bersikap seolah-olah dua bulan ini nggak ada apa pun yang membuat mereka berjarak. Kirino harus mengutarakan tujuan utamanya datang ke sini.

"Ai."

"Hmm."

"Aku minta maaf."

Akhirnya kata-kata itu meluncur mulus dari mulut Kirino setelah hampir dua bulan ini tertahan di sudut hatinya.

"Aku minta maaf udah bersikap egois, nolak diajak ngomong dan nggak mau dengerin penjelasan kamu. Maaf udah bikin kamu kecewa."

Butuh waktu yang nggak sebentar buat Kirino untuk menyadari, kalau penyebab hampir kandasnya hubungan cintanya dengan cewek di depannya ini adalah karena sikap egoisnya sendiri.

Rasa cemburu yang nggak pada tempatnya, ego-nya yang enggan mengakui sikap bodohnya, juga ketakutannya kalau cewek di depannya ini akan pergi darinya saat tau kalau ia dibutakan rasa cemburu membuat Kirino hampir putus asa menghadapi masalah ini.

Perkara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang