Perkara Cinta; Spaghetti yang sama
Haris nggak tau kemana perginya kepercayaan diri yang selama ini selalu bersamanya. Sepuluh menit di mobil ia habiskan untuk berpikir akan pakai topi atau beanie.
"Harusnya gue nurut Ayah buat potong rambut kemaren."
Penyesalan selalu ada di belakang, itu pasti. Kalau udah begini, Haris nggak punya pilihan apa pun selain memakai penutup kepala untuk menutupi rambutnya yang sudah panjang melebihi telinga.
Ponselnya di dashboard berdenting, Haris buru-buru menyambar benda canggih itu. Satu pesan yang muncul di layar membuat kedua matanya sedikit membesar. Lalu tanpa membalas pesan itu, Haris mengambil beanie warna navy lalu memakainya.
Pintu mobil Mazda hitam itu terbuka, Haris keluar dengan menggenggam ponsel dan totebag yang ia beli dari pacar Kak Ino. Setelah memastikan mobilnya terkunci dengan aman, Haris melangkah panjang-panjang memasuki gedung bertingkat di depannya.
Beruntung lift sedang kosong, Haris langsung masuk dan menekan tombol lantai teratas. Sambil membalas pesan yang tertunda, Haris mengetukkan sepatunya ke lantai lift dengan ritme teratur, berharap dapat mengurangi rasa nerveous yang membayanginya sejak ia memarkirkan mobilnya di halaman depan gedung ini.
Lift berhenti di lantai teratas. Haris keluar dari lift dan disambut tembok dengan pajangan berornamen kayu yang khas. Kakinya berbelok ke sebelah kanan lift, menuju satu-satunya kafe yang ada di rooftop gedung sembilan lantai ini. Begitu membuka pintu kaca berbingkai kayu, Haris disuguhi nuansa ramah dari kafe berdesain vintage dengan sentuhan tropis. Malam ini suasana kafe lumayan ramai, bagian indoor hampir terisi penuh sedangkan bagian outdoor belum begitu banyak orang.
Tatapan Haris tertuju pada satu meja yang terletak di sudut luar kafe, membelakangi pembatas beton setinggi dada dan rak tinggi berisi tanaman milik kafe ini. Jantungnya berdegup cepat seiring langkahnya mendekat ke meja yang sudah terisi sosok perempuan yang sibuk menatap ponsel.
Haris kehilangan kemampuan bicara begitu perempuan itu menoleh ke arahnya dengan senyum lebar.
"Hai!"
Perlu beberapa detik untuk Haris tersadar dan balik menyapa dengan senyum sama lebarnya, juga hati yang mengembang bahagia. "Hai!"
"Gue lihat mobil lo di bawah tadi, gue kira lo udah naik."
Haris tertawa canggung sambil menarik kursi untuk duduk. "Hehe iya, tadi mau nunggu lo sebenernya."
Perempuan di depannya ini mengangguk, dengan senyum kecil sambil membolak-balik buku menu. Haris nggak bisa mengalihkan pandangannya. Pada manik mata almond yang hangat dan senyum ramah itu Haris jatuh hati, perasaan yang pernah menemui titik selesai ternyata semudah itu kembali tumbuh dan mekar atau memang tak pernah benar-benar selesai?
"Sweet Fries Potatoes, Spaghetti Bolognese, minumnya Signature Ice Tea."
"Kok lo inget?!"
Haris mengulum senyum, ia mengalihkan perhatiannya pada waitress yang mencatat pesanan mereka. "Spaghetti bolognese tambah satu, Ice Americano, sama fish and chips."
Begitu waitress selesai mencatat pesanan, fokus Haris kembali pada perempuan di depannya yang kini tersenyum lebar.
"Always Ice Americano."
"Menu favorit lo masih sama kan?"
Perempuan itu mengangguk dengan senyum kecil. "Persis yang tadi lo bilang. Kok lo masih inget?"
"Nggak ada yang gue lupa tentang lo."
Haris terpaku mendengar tawa itu. Tawa yang dulu akrab di telinganya, tawa yang sempat hilang lalu kini kembali di hadapannya. Bibir Haris bergerak membentuk senyuman lebar dengan dua mata yang hanya menatap lurus pada perempuan di depannya.
"So, how's life?" tanya perempuan itu setelah tawanya habis dan menyisakan wajah sedikit memerah.
Haris ingin tertawa melihat wajah merah itu, reaksi sama dari perempuan di depannya ini tiap merasa tersipu.
"It's nice because i can talk to you again."
"We always talk kali, Ris, on chat."
"Not on chat, but, like this," jawab Haris serius.
Perempuan di depannya itu menyilangkan tangan di atas meja dengan kedua alis terangkat naik.
"Kayak gini, ketemu, ngobrol, makan bareng."
"Ooh." Perempuan itu mengangguk-angguk, sambil menyelipkan helaian rambutnya yang menutupi pipi ke belakang telinga.
"How's your feeling?"
"Feeling?"
Haris mengangguk dengan jantung berdegup kencang. "Your feeling, right now."
Perempuan itu diam, sebelum kemudian menatap mata Haris tepat di kedua matanya yang membuat Haris hampir tersedak.
"Sama, it's nice talk to you again like this." Perempuan itu tersenyum. "Lo bahkan masih inget menu favorit gue di sini."
"Minggu depan lo sibuk nggak?"
"Nggak. Kenapa emang?"
"Makan malem sama gue lagi, mau?"
"Boleh. Di mana?"
"Di mana aja. Terserah lo."
"Gue pengen ke kafe yang di tengah gedung-gedung itu. Udah lama nggak ke sana."
Haris mengangguk. "Boleh, minggu kita ke sana."
"Ok-."
"Tapi, bukan sebagai teman."
Ekspresi perempuan di depannya itu berubah bingung. Kedua alisnya terangkat naik dengan dahi berkerut dan mata penuh tanda tanya. Sedangkan Haris mati-matian berusaha menenangkan jantungnya yang berdetak liar sejak tadi.
"Tapi, sebagai pasangan. Lo mau kan?"
•×•
Tolong tulis ucapan selamat untuk pasangan baru kita!
Selamat berbucin Haris!
Terimakasih untuk yang udah baca, vote dan komen!
KAMU SEDANG MEMBACA
Perkara Cinta
Fanfiction"Tetap menyerah! Jangan semangat!" Sebuah fanfiksi Stray Kids dengan tokoh lokal rekaan @eskalokal di twitter. Perkara Cinta Elok Puspa | April 2020 Credit photo from Pinterest