Joshua dan Hendra menyusuri sepanjang trotoar barangkali mendapatkan sesuatu yang berguna dalam perjalanan.
Masing-masing dari mereka menenteng barang bawaan berupa satu dus yang berisi perlengkapan mandi yang dibawa oleh Joshua dan sebuah tas teng-teng yang dibawa oleh Hendra, yang isinya pakaian-pakaian miliknya.
Joshua sama sekali tak punya barang bawaan. Mengingat bahwa Joshua tidak memiliki apa-apa setelah musibah yang menimpa tempo hari. Kini yang dia punya hanyalah pinjaman dari Hendra.
"Nah itu dia!"
Joshua berseri-seri, ketika mereka berdua mendapatkan angkutan umum dengan penampakan luar sudah kusam, berkarat-karat di pinggiran, kaca jendela yang bertambal-tambal.
Setidaknya mereka tidak perlu lagi menenteng barang sambil menapakkan kaki ke tanah.
Kendaraan itu tengah terparkir betul dekat trotoar dan orang-orang mulai berdesak-desakan memasuki bus untuk memuat tempat duduk yang tersedia.
Seandainya Joshua dan Hendra mempercepat langkah, karena mereka sekarang tertatih-tatih mengejar dan menyamakan kecepatan dengan bus itu seraya memanggil-manggil "Mas! Mas!" Berharap agar sang sopir membagikan tumpangan.
Namun semakin mereka mengejar, bus itu melesat jauh dari jangkauan.
"Ahh, tahu gini mending aku tidur di luar kedai!" geram Hendra sambil mengacak rambut keritingnya, frustrasi.
"Kita putar balik aja gimana?" Sambut Joshua, santai.
"Ehh, gila kamu ya? kita sudah jalan jauh. Nggak lucu tiba-tiba kita putar balik! Capek Josh! Capek!" seru Hendra dengan wajahnya yang sudah dibanjiri keringat asin di kedua pelipisnya.
"Tahu gitu jangan dikit-dikit ngeluhlah, Hen!" pangkas Joshua tak kalah geram.
Hendra terdiam cukup lama, kemudian akhirnya bersuara.
"Ngomong-ngomong Josh, kemana tujuan kita sekarang?"
"Hmmm entahlah, Hen." Joshua merengut, tidak tahu lagi harus mengatakan apa.
Dia dan Hendra bukan warga asli sini. Jadi, tidak terlalu mengenal banyak tempat. Sama-sama berasal dari luar. Bedanya Hendra masih satu negara sementara dia?
Waktu itu Joshua pernah melapor pada kepolisian setempat atas kehilangan ransel yang berisi paspor dan barangnya yang lain, lalu meminta mereka untuk mencari pelaku dan membawakan kembali barang tersebut.
Namun pihak kepolisian malah mengindahkan, sesuai peraturan yang berlaku bahwa warga negara asing tidak hanya mengajukan laporan barang hilang seperti paspor, dan sebagainya. Maka mereka harus berurusan lebih lanjut di kantor imigrasi atau kedutaan besar.
Joshua tak punya akal lagi untuk membantah, sedangkan dia tidak memiliki uang yang cukup untuk pembuatan dokumen baru di sana.
Panas sang surya membakar ubun-ubun tepat di atas kepala sehingga mengeluarkan keringat dan membasahi di kedua pelipis. Dia mengatur nafas sesaat sebelum dia dan Hendra melanjutkan perjalanan.
Pada saat yang sama, mereka berdua dihampiri seorang wanita berusia lanjut, meminta mereka untuk membantu menyebrangi jalan raya yang dilalui sesak para pengendara roda empat dan roda dua.
Di seberang sana berdiri presensi pria yang berusia lanjut dan berperawakan kokoh kuat, memantau wanita itu lalu maniknya bergeser kepada dua pemuda berdiri tepat di sebelah wanita tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Joshua (End)
General FictionDi saat orang-orang di luar sana sudah bisa menentukan tujuan hidup dan kemana arah untuk pergi, berbeda cerita dengan pemuda yang satu ini. Joshua cenderung labil, tidak tahu harus kemana dia membawa harapan dan impian yang digantungkan sejak keci...