Bab 15 - Perihal Ayah

96 32 0
                                    

     "Pukyong National University Daeyeon Campus, Busan National University Of Education, atau Pusan National University, Nak?"

     Joshua tidak merespon, masih tetap menikmati sarapannya begitu Seo Mi membolak-balikkan surat kabar sambil berdiri di seberang meja makan.

     Sesekali Joshua melirik ibunya kemudian beralih meluncurkan sesendok gyeranjjim ke dalam mulut, melumatkan semua terutama berusaha melumatkan isi pikiran tentang kampus yang tak ada habisnya diperbicarakan oleh sang ibu.

     Pagi-pagi begini, Joshua hanya ingin ada ketenangan tanpa ada tekanan lagi setelah Seo Mi membakar karangannya tempo hari.

     Kini telah memasuki tahun baru, yang artinya Evans sudah sebulan tidak memberikan kabar satupun kepada mereka.

     "Eomma, bisa tidak untuk tidak lagi membahas tentang universitas mana yang ingin ku masuki?"

     Joshua tak tahan, yang pada akhirnya mengungkapkan kepada sang ibu bahwa dia sedang malas untuk membicarakannya.

     "Wae? (Kenapa?)" unjuk Seo Mi beringas, merasa tidak dihargai sama sekali.

     "Seharusnya kamu berterima kasih, karena Eomma merekomendasikannya padamu, Joohwa!"

     Tanpa ada balasan, Joshua kembali melanjutkan sarapannya.

     Sedangkan Seo Mi menghempaskan surat kabar ke atas meja, sedikit membuat Joshua tersentak sehingga kehilangan selera makan untuk menghabiskan semangkuk gyeranjjim yang tersisa.

     "Paling tidak, kamu harus mencobanya, Nak," tutur Seo Mi tegas.

     Sementara Joshua berdecih. "Kenapa Eomma mengatakannya seolah-seolah Appa yang mengatakannya?"

     Seo Mi berbalik badan, membelakangi anaknya. Tanpa Joshua sadari, wanita itu menutup mulut sambil menahan jeritan tangis walau terdengar samar-samar.

     "Eomma ...." lirih Joshua. Dia menatap presensi sang ibu yang mulai menjauhinya, berjalan menuju jendela.

     Ketika Joshua mengekori, selintas dia mendapati kedua tangan Seo Mi mencengkeram kuat-kuat pada bingkai jendela seakan ingin menghancurkannya di saat itu juga.

     Cahaya sang surya mulai menerobos seisi ruangan dapur yang terlihat suram lalu menyinari kedua presensi yang berdiri di hadapan jendela.

     Begitu Joshua hendak menyentuh pundak sang ibu, sesaat dia meraih kembali tangannya. Tak berani untuk sekedar menenangkan karena dia tahu bahwa ibunya sedang memiliki suasana hati yang tidak baik. Dari belakang saja, terlihat untaian uban tumbuh pada rambut Seo Mi, Joshua merasa prihatin.

     "Apa yang membuat Appa berharga di matamu?" tanya Seo Mi dengan merendah intonasi tanpa menoleh sedikitpun, tetap memandang ke arah luar jendela.

     Joshua menundukkan kepala, membenarkan kacamata yang melorot sambil tergagap. "A-a Eomma, a-aku tidak bermaksud begitu. A-aku hanya—"

     Seo Mi tidak mengindahkan jawaban putranya yang dia yakini menangkis fakta tersebut, lantas Seo Mi menyela dan meneruskan kembali perkataannya.

     "Sebenarnya apa yang dia miliki tapi Eomma tidak memilikinya? Dan kenapa kamu justru lebih menurut kepadanya daripada Eomma-mu sendiri, Joohwa?"

     Joshua mendongak kepala setelah Seo Mi menaikkan intonasi suara kemudian membalikkan badan, menghadap ke arah Joshua.

     Pemuda itu menarik napas dalam, dia merasa jengkel atas sikap ibunya yang terkesan membanding-bandingkan padahal Joshua tahu kalau ada alasan lain di balik hal itu.

Jendela Joshua (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang