Bab 20 - Hengkang dari Zona Nyaman

65 25 7
                                    

Pukul lima sore.

Lebih dari satu jam lalu, hujan henti juga.

Membekaskan genangan becek di setiap tempat, terutama pada jalanan yang terdapat kubangan besar.

Joshua dan Kartika tertawa terpingkal-pingkal kala itu lantaran sebuah truk yang melaju dari arah berlawanan, menerjang kubangan besar di samping mereka, menciptakan gelombang raksasa sehingga menyembur ke ujung kepala sampai jari kaki.

Habis basah sudah.

Mereka perlu sekiranya mandi dua bak jika itu membuat tubuh mereka tidak gatal-gatal. Tapi Joshua dan Kartika menikmatinya. Mereka tertawa sepanjang jalan sampai-sampai dikira sepasang kekasih sedeng oleh pengendara-pengendara yang lewat.

"Kita sudah sampai," interupsi Kartika begitu Kedai Sejahtera sudah berada di depan mata.

Joshua turun, menyerahkan helm pada wanita tersebut. Senyuman pemuda itu sedari tadi tidak luntur oleh waktu.

"Sekali lagi, terima kasih, Mba. Saya nggak tahu lagi mau balas gimana dan maaf kalau ngerepotin."

"Nggak masalah, Josh. Senang bisa membantu. Anggap saja teman sendiri."

Joshua tersenyum, mengangguk.

Kartika kemudian mengeluarkan sebuah kartu nama yang terlanjur basah dan nyaris pudar lalu mengulurkannya kepada Joshua.

"Temui saja langsung di alamat yang tertera. Siapkan naskah terbaikmu, Josh. Mulai sekarang, kita resmi jadi rekan kerja," sambut Kartika semangat setelah Joshua mengambil kartu nama tersebut dan melihatnya sekilas.

Kesempatan emas ini tidak boleh disia-siakan. Seumur hidup Joshua, belum pernah ada seorang editor naskah yang bersedia menjadi pendamping naskah-naskahnya. Jangankan itu, dilirik sama penerbit langsung pun, tak ada yang tertarik.

Kali ini, Joshua bertekad supaya impian yang bermula dari dorongan seorang ayah akan terwujud. Kalau saja dia bertemu dengan ayahnya saat ini, mungkin beliau ikutan bangga melihat anaknya yang selangkah lebih maju.

Vespa ijo Kartika kini menderum-derum, disusuli suara kentut terputus-putus.

Dengan pakaian yang serba kuyup dan tubuh yang menggigil sekalipun, Kartika tetap tersenyum.

Joshua melambaikan tangan sambil berujar, "Hati-hati di jalan, Mba!"

Kartika mengangguk.

Dalam sekejap, vespa tersebut melesat ke jalan raya kemudian siluet wanita itu lenyap dari pandangan. Joshua menghela napas, berharap agar bisa bertemu kembali di lain kesempatan. Segera.

"Di situ, kowe rupanya, Josh. Dari tadi aku cariin nggak temu-temu," panggil Dodit yang berdiri tepat di depan kedai. Mengibas-ngibaskan tangan.

Lantas Joshua berjalan mendekat.

"Tahu-tahunya kowe diam-diam pergi berduaan sama Mba cantik yang tadi yo."

Dodit menggoda sambil menyeringai sehingga Joshua tak dapat menutup rasa malu di hadapannya sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal.

Sedangkan Dodit terkekeh.

Entah sejak kapan Dodit berdiri di depan sini memperhatikan mereka berdua tadi, yang pastinya Joshua tidak bisa membuat alasan ketika dia tidak berada di kedai sejak empat jam terakhir.

"Izinnya abis kemana aja? Datang-datang basah kuyup."

Pemuda berkumis tipis itu berkacak pinggang. Mencoba memasang tatapan tajam yang justru tampak aneh bagi pemuda berparas orang jawa tulen seperti dirinya.

Jendela Joshua (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang