Bab 11 - Boss dan Anak-Anak Buahnya

108 35 0
                                    

     Sekitar tiga belas pemuda membentuk dua barisan vertikal yang menghadap langsung ke dua pintu. Sisa dua pemuda lagi berada di dalam kamar mandi pertama dan kamar mandi kedua yang saling bersebelahan.

     Kebanyakan dari mereka yang mengantre terlihat berwajah bantal hingga berlumuran air liur basi. Masing-masing dari mereka pula membawa handuk beserta perlengkapan mandi yang minimalnya berupa sikat dan pasta gigi. Tak jarang mereka menyediakan gayung, sabun dan shampoo sashet meskipun perlengkapan tersebut sudah tersedia dari sana.

     Beberapa dari mereka menguap lebar-lebar, mengucek-ngucek mata akibat rasa kantuk yang kian mendera sampai ada pula yang menyempatkan diri untuk menggosok gigi terlebih dahulu di kala menunggu giliran yang akan membuat jenuh.

     Pada dua barisan paling belakang, terdapat Hendra dan Umar berbaris di barisan kamar mandi pertama. Lalu Joshua dan Dodit di barisan kamar mandi kedua. Keempatnya juga dilanda rasa jenuh yang menjerat tiada ampun.

     Sehingga membuat Umar bersedekap, memejamkan mata sesaat, acuh tak acuh terhadap kegaduhan di barisan paling depan oleh orang-orang tak sabaran.

     Sedangkan Hendra bergumam sumpah serapah, mengakibatkan orang di depannya terusik setelah sesaat beradu mulut yang untung saja tidak menarik perhatian yang lain.

     Dodit dengan hati gundah, menangkupkan kedua belah tangan kepada Tuhan supaya antrian menjadi tenang dan longgar.

     Sementara itu, Joshua memiringkan kepala ke samping kiri, menyaksikan orang-orang berteriak dan menggedor-gedor kedua pintu kamar mandi hingga akhirnya dua orang di dalamnya menampakkan batang hidung dengan pakaian yang sudah berganti.

     Tiga belas pemuda itu menghela napas lega setelah menunggu tujuh menit yang lalu.

     Joshua dan yang lainnya maju selangkah setelah barisan paling depan masuk ke dalam kamar mandi.

     Tak sampai satu menit dua pemuda tersebut tiba-tiba keluar dari kamar mandi dengan ekspresi yang sama panik.

     "Eh kenapa tuh?" tanya Joshua menelisik sambil menggoyang-goyangkan bahu Hendra dari samping.

     Namun, Hendra tampak masih marah terhadap rekan kerja yang berdiri membelakanginya.

     Sejurus kemudian Umar lebih dulu menimpali.

     "Air kerannya mati lagi tuh, Josh. Hampir tiap bulan ini air keran mati terus."

     "Gawat! Aku sudah memecahkan rekor tiga hari nggak mandi-mandi!" jerit Dodit sesaat. Mengundang tatapan aneh Joshua ketika Dodit mengangkat kedua lengan sembari mengendus lama kedua sisi ketiak layaknya merasakan sensasi bau parfum mahal.

     "Ahh mantap," ucap Dodit  kemudian melirik ke arah Joshua yang tak berkedip sedikitpun.

     "Mau nyoba, Josh? Rasanya sama kayak jeruk kasturi tapi yang ini jauh lebih asam," tawar Dodit menyeringai sembari menyodorkan ketiak yang sedikit membasahi lengan kausnya.

     "Nggak Mas Dodit ... makasih," tolak Joshua sambil tersenyum kecut sambil menggerak-gerakkan telapak tangannya.

     Dia mengedarkan pandangan ke sekitar. Orang-orang ternyata sudah bubar dari barisan, sebagian dari mereka berpencar ke segala arah dan duduk selonjoran di lantai, beberapa dari mereka juga nampak ada yang meyambangi ke ruangan Marzuki untuk mengajukan keluhan.

     "Apa Pakde belum bayar tagihan air PAM bulan ini?" tanya Hendra dibalas gidikan bahu oleh Umar.

     Untuk pertanyaan itu sendiri tak perlu mendapatkan jawaban pasti karena semuanya sudah jelas sekarang.

Jendela Joshua (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang