3. Open BO

58K 9.3K 1.2K
                                    

Ini siapa yang open BO yaampun😭

"Bang Gagah ngapain?" pekik Anin melihat sang kakak duduk di ruang tamu sembari melihati sesuatu di tangannya.

"Babi mati, Nin." Ekspresi Gagah benar-benar menjiwai atas kehilangan hewan peliharaannya.

"Itu ikan bukan babi!" kesal Anin, tapi lalu duduk di sebelah kakaknya. "Buang cepetan. Sebelum bau, Bang. Nanti dimarahin Papa baru tau rasa."

"Mau gue kuburin si babi."

"Itu ikan bukan babi!" Anin berteriak kesal.

"Gue kasih nama babi."

"Mentang-mentang pemberian mantan? Makanya cari mantan yang bener. Bukan tukang selingkuh."

"Daripada punya mantan tukang klepto," sindir Gagah.

Anin langsung membelalak. "Mendingan lo kuburin cepetan babi lo itu daripada bikin gue kesel mulu!"

"Nggak gue kuburin sekarang. Masih nggak rela."

"Ya udah formalin aja sono biar awet. Terus pajang di kamar lo sendiri. Ratapi sampai puas!" Anin berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju aquarium yang ada di bawah undakan tangga. "Lama-lama ikannya abis kalo gini. Udah dibilangin jangan dicampur jadi satu, Bang. Minggu lalu koi mati, sekarang botia."

"Gue campur biar kawin silang, Nin. Anaknya bervariasi entar warnanya."

"Teori dari mana?!" Anin berbalik menatap kakaknya. "Kawin enggak, mati iya."

Gagah tidak memedulikan ucapan adiknya, masih sibuk mengusap-usap sisik ikan yang tidak terlalu tebal. "Bantu gue kuburin si babi, Nin."

"Gue bantu panggil warga satu RT aja biar ikut doain."

Gagah kali ini tertawa. "Dasar lo nggak berperikeikanan. Pokoknya kalo lo punya cowok, kenalin ke gue. Mau gue tes pake nama-nama ikan."

"Di mana-mana sebagai kakak tuh ngetesnya dengan pertanyaan kayak 'Lo serius sama adik gue? Kalo nggak, gue abisin lo' gitu kek biar ngeri duluan calon gue kalo berani nyakitin. Lah ini malah suruh ujian nama ikan."

"Kayak gitu mah udah biasa, Nin. Kalo pacar lo bersedia penuhin ujian itu, artinya dia serius sama lo. Tenang, serahin ke gue."

"Tapi pacar gue orang Korea, Bang. Lo bisa bahasa Korea?" tanya Anin. Berniat mengerjai.

"Ini yang bikin lo jomlo mulu. Halunya overdosis. Pacaran halu sama idol sejuta umat. Di dunia nyata malah lo tolak semua cowok yang deketin."

"Eh, lo nggak tau rasanya ngehalu sih. Enak tau," bela Anin.

"Iya, ngidolain boleh. Tapi jangan sampai lupa kalo di dunia nyata lo harus jatuh cinta secara nyata juga, Anindya."

"Tumben waras," cibir Anin sambil melangkah mendekati kakaknya. Tumben banget Gagah mengeluarkan petuah keramat. Seribu banding satu kalau Gagah ngomong serius begitu. Apa karena kematian si babi membawa berkah? "Lo kenapa pacaran putus mulu, Bang?" Anin balik bertanya, tidak berniat mengejek kali ini.

"Belum cocok."

Alasan klasik banget sebenarnya. Tapi Anin tidak ingin mengejek.

"Jangan lupa, Nin. Kalo punya cowok, jangan berani kenalin ke bonyok kalo lo belum kenalin ke gue."

"Iya, masih inget aturan itu, Bang." Anin memutar bola matanya kesal. Ia ingat nasihat itu. Katanya kalau dikenalkan ke papa dan mamanya harus lolos seleksi ala Gagah. Baru boleh bertandang ke rumah. Dan sejauh itu belum ada yang lolos. Lagi pula memang dari awal, Anin tidak berniat mengenalkan pacar-pacarnya ke orang tua. Mungkin berbeda setelah ini. Ia bukan lagi gadis SMA yang berpacaran hanya untuk status.

GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang