Agak lebih sore dari update biasanya.
Tapi semoga komennya tep rame🤪✨✨
Menuruni undakan satu demi satu, Bagus berhenti di undakan terakhir. Ia lihat dekorasi ulang tahun outdoor yang berada di taman samping rumah, sangat berdekatan dengan tangga yang ia pijak sekarang.
"Nanti baiknya tangga ini ditutup atau gimana ya, Gus?" Suara Dara terdengar.
Bagus kembali meneliti sekitar.
"Biar nggak ada anak-anak yang mainan tangga, biar nggak ada yang naik ke atas."
Dara, kakak kandungnya yang sudah membawanya pergi kemari memang paling mengerti. Bahwa Bagus tipe pendiam yang tidak terlalu mau dicampuri banyak orang. Sekalipun tidak dikatakan, kakaknya itu sangat mengerti privasi. Bahkan tidak pernah naik sekadar ke balkon kalau belum mendapatkan izin dari Bagus.
Terkadang Dara khawatir jika Bagus tidak pernah nongol sampai seminggu. Tiap pagi ia harus memastikan Bagus baik-baik saja hanya dengan melihat Bagus ambil mobil atau motor di garasi mereka. Hanya dengan cara itu Dara tahu. Saat sakit, Bagus tidak pernah mengatakannya, tapi Dara bisa menerka. Saat itulah Bagus baru bersedia tidur di rumah bawah agar ada yang merawat.
"Ditutup aja, Mbak," jawab Bagus akhirnya.
"Iya, nanti Mbak suruh orang buat nutupin ini pake dekor yang agak tinggi."
Bagus mengangguk. Suara ramai di depan rumah membuatnya menoleh ke sana. Ada Panji, Zanna, dan Qia sedang meniup balon.
"Ayo, ikut kumpul," ajak Dara.
Bagus menghela napas pelan dan mengangguk, mengikuti langkah kakaknya.
"Bapak sama Nala belum bisa ke sini hari ini, Gus. Bisanya lusa katanya."
Bagus hanya bisa menjawab dengan anggukan lagi. "Kalau Ibu?" tanyanya sedikit resah.
Dara tersenyum dan mengusap bahu Bagus dengan pelan. "Ibu harus ada jadwal khusus kalau mau keluar."
Dan itu jelas harus tanpa Bagus. Ia memang hanya bisa mengacau kalau bertemu dengan ibunya. Bagus meringis kecil, ada rasa tidak nyaman di dadanya saat berusaha menerima kenyataan itu.
"Om Bagus!" teriak Qia ceria. "Qia bisa niup balon nih."
Bagus ikut duduk di lantai, tepat di samping Zanna—adik Panji yang masih duduk di kelas satu SMA.
"Kok punya Papa sama Tante bisa besal," keluh Qia. "Tante Na, ini punya Qia kecil banget ya?"
"Iya kecil banget, Qi. Tiupnya yang kenceng coba. Kuat nggak?"
"Iiiih, Tante!!!" rengek Qia mendengar ejekan Zanna. "Papa, Tante Na tuh bilang balon Qia kecil."
"Na, kebiasaan godain adikmu," tegur Panji yang hanya dibalas tawa.
"Lucu banget sih, Qia, kalo ngambek."
Qia langsung cemberut dan berdiri. Saat teringat ada Bagus di sana, ia berlari dan berdiri di depan Bagus yang duduk bersila. "Om Bagus ke sininya kapan?"
Bagus mengernyit mendengar pertanyaan itu. "Ini di sini."
Qia seperti berpikir, mengolah kata-katanya biar Bagus tahu maksud ucapannya. "Itu ... yang tepon Tante Anin, lama ya, Om? Dulu?"
Bagus tersenyum kecil. "Minggu lalu?"
"Lama ya, Om? Qia kangen Om nggak tulun-tulun."
Mendengar itu membuat Bagus terenyuh. Lihat Qia yang berdiri di depannya membuatnya memeluk anak itu. Kepala Qia terkulai di bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)
Fiksi Remaja[Pemenang Wattys 2022 Kategori New Adult] Berawal dari sindiran pedas trah Kakek Sadewo, Anin sebagai cucu perempuan satu-satunya yang belum punya pacar merasa tertekan. Demi membawa teman kondangan agar sindiran julit para tantenya terbungkam, ia m...