"Abis kencan nih."
Anin berdecak mendengar ucapan Frisya itu. Baru juga sampai kampus. Masih pagi pula. "Kencan apaan."
"Kencan sama patung. Dapet apa aja nih first date?" Frisya berbisik pada Anin.
Anin tahu Frisya tuh tipe orang yang tidak pernah kepo. Satu-satunya manusia yang ia kenal dengan begitu cueknya akan gosip. Tidak seperti teman-teman perempuannya yang lain. Frisya baru akan bertindak dan sangat peduli jika ia berkeluh kesah duluan, atau jika ia meminta bantuan. Jadi pertanyaan Frisya tadi pasti hanya bentuk godaan.
"Lumayan lah. Dapet ciuman," kata Anin sambil mengeluarkan buku.
"Apa?!" pekik Frisya kaget. Matanya sampai melebar dan tangannya menyenggol lengan Anin lumayan keras. "Gila banget. Baru pertama kencan udah kissing."
Anin nyengir. "Iya dong. Nggak usah ditunda-tunda. Kelamaan."
Frisya baru akan ngomel tapi ditahan. Tapi gimana lagi, ia heran banget sama pasangan Anin Bagus. Sumpah, itu bukan urusannya sih. Tapi ... arg, sudahlah terserah dua manusia itu.
"Fris."
"Hm."
Anin menahan tawanya. Frisya pasti masih heran dan tidak percaya dengan ucapannya tadi. "Lo percaya?"
"Percaya," jawab Frisya terlihat tidak peduli.
"Lagian apa salahnya dapet ciuman dari Qia sih?"
Frisya menghentikan aktivitasnya dan sontak menoleh ke Anin. Tatapannya terlihat kesal dan langsung mencibir. "Sialan, lo bikin gue hampir jantungan."
Anin tertawa. "Padahal biasanya juga lo cuek bebek ke orang."
"Beda kalo ke elo, Nin," ujar Frisya. "Gue takut lo kenapa-kenapa. Lo cewek baik-baik. Kalo di awal aja udah kayak gitu, kencan kedua kalian check in? Sebenernya terserah lo aja, cuma disayangkan kalo lo kayak gitu."
"Nggak lah, Fris." Anin tertawa. "Gue ngerti kenapa lo ngomong gini, dari dulu kan kita satu prinsip, jadi thanks udah ingetin gue kalo sewaktu-waktu gue berubah arah. Jangan sampe lah ya."
Frisya menghela napas lega. "Syukur lo masih sadar."
"Lagian gue nggak pernah bayangin ciuman sama tu orang." Anin bergidik. "Berasa cium batu nggak sih. Dieeeem aja bibir dia pasti. Nggak ada inisiatif. Kalo gue sih no."
Frisya mendecih. "Kata siapa? Yang diem biasanya lebih agresif. Beda sama lo yang teorinya banyak banget itu tapi pasti jadi patung waktu ciuman."
"Enak aja," sentak Anin tidak terima. "Gue belajar banyak tau."
"Dari mana?" cibir Frisya. "Pernah juga nggak."
"Dari drakor yang gue tonton lah."
Frisya tertawa. "Rasain aja besok kalo lo udah coba. Biar bisa bedain drakor sama nyata. Gue sih nggak mau spoiler gimananya."
Anin menggeram sebal. Frisya memang kadang suka manas-manasin. Salah Anin juga sih yang duluan main goda-godaan sama perempuan yang sudah bersuami.
"Dosennya suaminya Ibu Budi ya?" bisik Anin lagi, teringat sesuatu.
"Iya, Pak Budi."
Aduh, pasti duduknya disuruh kumpul lagi. Tapi tidak apalah, Anin akan menerima siapa pun yang duduk di sampingnya. Walau mungkin orang itu kurang asyik buat diskusi. Ia mengedarkan pandangan pada sekitar, dan jadi terfokus pada seseorang yang baru masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)
Dla nastolatków[Pemenang Wattys 2022 Kategori New Adult] Berawal dari sindiran pedas trah Kakek Sadewo, Anin sebagai cucu perempuan satu-satunya yang belum punya pacar merasa tertekan. Demi membawa teman kondangan agar sindiran julit para tantenya terbungkam, ia m...