39. Restui Kami

42.9K 6.9K 689
                                    

Btw, temen² wattpad yang follow ig, boleh dm dari wattpad, gitu biar di-follback ya. Takutnya kelewat hehe. Makasi.
Makan tu Den Bagus 👻

✨✨

Mengulas senyum kecil, Anin menyandarkan dua lengannya di atas pintu samping rumah. Jenis pintu yang masih sama seperti dulu. Sepertinya kakeknya tidak berniat mengubah sedikit pun detail rumah kecuali cat.

Pintu dengan dua bagian. Ia hanya membuka setengah bagian ke atas, lalu membiarkan sebagian pintu bawah menyangga tubuhnya. Ia tatap lekat rumah di depannya. Hampir sama, pintu di sana juga terdiri dari dua bagian.

"Mas Bagus, main yuk." Anin terkekeh setelah mengucapkannya di depan ponsel. Teringat dulu saat mereka masih kecil.

"Main apa, Nin?" Suara Bagus terdengar baru bangun tidur.

"Mandi sana."

"Udah."

"Aku di pintu samping."

"Hm."

Hanya jawaban itu tapi Anin tahu Bagus beranjak. Ia mematikan sambungan telepon. Bagus masih tetap Bagus, terlihat susah menanggapi percakapannya apalagi memulai lebih dulu untuk berbasa-basi.

Tapi yang Anin tahu, sesingkat apa pun Bagus menjawabnya, lelaki itu tidak pernah membiarkan Anin berbicara sendiri tanpa dibalas.

Anin tertawa pelan melihat Bagus membuka pintu bagian atas. Terlihat mengernyit karena mungkin menyesuaikan cahaya pagi. Anin membuka pintu keseluruhan agar bisa keluar dari sana dan mendekat ke bagus.

"Mas Bagus, main yuk." Anin mengulangnya dengan sedikit geli.

Kedua mata Bagus melebar, seakan baru sadar apa yang Anin ucapkan. Lalu ia membuka pintu dan sampai di hadapan Anin. "Masih pagi. Males, mau tidur lagi mumpung libur sekolah. Kamu ajak yang lain aja sana."

Anin mengerucutkan bibirnya sebal. Baru ia akan membalas perkataan itu, tapi lalu mengernyit. "Dulu aku jawabnya apa ya, Gus?"

Bagus tersenyum kecil. "Dulu kamu ancam mau bilangin Mama, bilangin Papa, bilangin Bang Gagah, bilangin Mbah, mau lapor polisi, lapor pengacara. Semuanya disebut."

Anin tertawa sendiri. "Beneran dulu aku suka maksa gitu?"

"Iya." Bagus mendekat dan meraih tangan Anin.

"Terus kamunya mau aja?" Anin heran.

"Dipaksa. Mau."

Anin mendengus geli. Ia memperhatikan wajah Bagus yang kentara baru bangun tidur. Rambutnya acak-acakan juga. "Ya udah, action, gimana kalo mau?"

Bagus menunduk, lalu mengerucutkan bibir seolah sebal. "Tapi harus nurut sama aku, nggak boleh nakal. Awas kalo minta aneh-aneh."

"Padahal kamu yang nakal."

"Dulu jawabnya nggak gitu, Sayang." Bagus tidak terima.

"Terus jawab apa?" Anin mengerjap.

Bagus mematung sebentar. Keningnya berkerut seolah berpikir. Tubuhnya merendah kemudian. Tangannya merengkuh pinggang Anin agar ia mudah membisikkan sesuatu di telinga perempuan itu. "Kamu jawabnya, iya nggak nakal tapi cium dulu."

Anin mengerjap sebentar sebelum memukul punggung Bagus pelan. "Nggak. Aku nggak genit gitu ya. Ngarang kamu!"

Tawa Bagus terdengar. Ia makin mengeratkan pelukan sampai Anin akhirnya menyerah dan membiarkan dua lengan Bagus merengkuh tubuhnya. Makin pudar tawa Bagus, lelaki itu terpejam beberapa saat. Napasnya terdengar lega dan ia menyurukkan kepala di helai rambut Anin. Dikecupnya satu kali, tapi begitu lama seolah meresapi rasa nyaman.

GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang