37. Sakit nggak Seberapa, Malunya....

40.7K 6.5K 640
                                    

Panjang banget ini, setengah ribu lagi deh wahaha tuman.
✨✨

"Rene, Nin. Mbah iseh kangen iki lo. Suwi ra pethuk putuku siji iki."

"Anin nggak mudeng bahasa Jawa, Pak." Sari terkekeh melihat tatap Anin terarah padanya seolah meminta penjelasan kakeknya bicara apa.

"O iyo. Lali aku, Sar." Sadewo melambaikan tangan ke Anin. "Sini deket Mbah, Nin. Lama nggak ketemu. Baik-baik aja kamu?"

Anin mendekat dan mengambil tangan keriput kakeknya lalu ia usap pelan. Padahal kemarin mereka sudah banyak ngobrol. Tetap saja kakeknya itu masih kangen katanya. "Maaf ya, Mbah. Lama nggak ke sini."

"Baliknya lagi kapan ini?"

"Akhir minggu nanti."

"Nggak kuliah po kamu?"

"Izin, Mbah. Kuliahnya cuma empat hari. Tapi di sini sampe semingguan kok." Anin menoleh ke Sari lagi. "Iya kan, Ma?"

Sari mengangguk.

"Sombong dia, Pak. Udah nggak mau nengokin." Suara lain terdengar. Anin mendengus kesal melihat dua tantenya baru bergabung.

"Gak popo, San. Anin iki yo panggone adoh. Masih kuliah. Nggak sembarang bisa libur. Sari sama Dandi kan sering ke sini nengok Bapak. Itu udah cukup."

"Cucunya Bapak juga ada yang di Jakarta. Anakku. Tapi yo masih sering pulang."

"Wes wes. Tiap orang punya kesibukan dewe-dewe. Sek penting tiap acara keluarga, Anin selalu usahakan datang." Sadewo tidak ingin memperpanjang masalah.

"Gak gitu loh, Pak." Sekarang suara Susan. "Kalo anaknya Santi pulang, Bapak nggak manja-manjain begini."

Sadewo geleng-geleng kepala. Wajah tuanya kelihatan lelah. "Manja manja gimana? Anakmu iku San, kalo pulang paling anti mampir ke sini. Kalau Bapak nggak yang ke rumah kamu, nggak mau itu anakmu ngambah omahku. Aku iki emang wes tuo. Mambu minyak-minyakan." Tawanya terdengar mengalun lembut. Tangannya mengusap lengan Anin dengan sayang. "Nek Anin iki malah langsung peluk waktu ketemu. Mbah memangnya gak bau gak enak gitu, Nin?"

Anin tertawa. "Ya bau minyak, Mbah. Tapi nggak apa-apa. Yang penting Mbah Dewo sehat."

"Bau minyak masih ditoleransi, Pak." Dandi yang baru sampai mengeluarkan suaranya dan menyalimi Sadewo. "Kalo bau menyan, Anin nggak kuat itu."

Sadewo tertawa. Terlihat sekali kerutan di wajahnya menunjukkan bahagia. "Kowe ki mantuku paling cocok sama Sari. Dia kan dieme pol. Kamu ada aja tingkahe, Dan."

"Kalo nggak banyak tingkah, nggak bisa dapat Sari, Pak."

"Iyo iyo." Sadewo mengulurkan tangan kanannya untuk menepuk pelan paha Dandi yang duduk di kanannya. "Didikanmu apik, Dan. Putuku dadi ayu, sopan, nggak neko-neko. Wes, ra salah pilih mantu."

Anin melihat itu. Kakeknya memang baik banget. Entah siapa yang mengajari duo tantenya itu jadi suka mencampuri urusan orang. Padahal om kandungnya, anak pertama Sadewo yang merupakan papanya Amel, juga tidak aneh-aneh. Mirip malah kayak Sari. Diam dan tenang.

Makanya Anin lebih dekat dengan Amel daripada sepupu lain. Soalnya paling normal.

"Nanti malam tidur di sini semua kan?" Sadewo mengalihkan pandang ke sekeliling.

"Nggak cukup kamarnya, Pak." Santi protes.

"Gak cukup piye? Banyak kamar di sini. Ada lima."

GlowApp (Aplikasi Cari Jodoh)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang