Sudut Pandang Raven (1)

6.1K 776 4
                                    

Malam itu, bulan menunjukkan bentuk paling sempurnanya, bentuk bulat sempurna yang begitu indah dan cahaya yang dipancarkannya begitu terang di bandingkan hari sebelum-sebelumnya.

Lilin-lilin dan batu sihir yang digunakan sebagai penerang di padamkan olehnya, satu satunya penerangan untuk ruangan itu saat ini hanya berasal dari cahaya bulan terang tersebut.

Tapi, walau terang sekalipun, ruangan itu awalnya memang bernuansa gelap dan temaram, jadi cahaya dari bulan tersebut tak akan setara dengan batu sihir dan lilin yang diletakkan semedikian rupa untuk menerangkan ruang gelap itu.

Ditemani sebotol Wine berkualitas tinggi yang berusia puluhan tahun, Raven, seorang lelaki yang dilihat dari sisi manapun ia akan terlihat gelap, satu satunya yang cerah darinya hanya warna mata dan kulitnya yang pucat.

Ia meneguk wine itu secara berkala, bersantai sejenak, lalu meminumnya lagi sampai tetes terakhir di gelasnya, lalu menambahkan lagi wine di botol hingga Wine di botol kaca berhias permata itu benar benar habis tak bersisa.

Setelah menghabiskan wine tersebut,Ia menatap langit kamar kamarnya sembari berbaring di sofa, dari berbagai hal yang ada di otaknya, ada satu yang terpikirkan, sejak kapan kira kira ia menganggap wanita itu sebagai orang penting di hidupnya?

Raven menutup matanya, mencoba mengingat pertemuan pertamanya dengan Rihanna, seorang wanita yang dibenci di kekaisaran.

Saat itu, ia ingat sekali, sepulang dari pesta dalam keadaan mabuk, ia diserang oleh beberapa orang berkelompok yang tak ia kenal, dalam keadaan itu, ia harus menangkis, melawan serangan bertubi tubi yang di tunjukan ke arahnya.

Seharusnya saat itu ia tak lengah, sudah hal biasa baginya, ini salah satu dari sekian banyak percobaan pembunuhan yang ditujukan baginya.

Sekuat tenaga ia menghabisi orang orang sialan yang mengganggunya, menggunakan berbagai trik, tapi saat itu kepalanya begitu berdengung seolah olah semuanya telah direncanakan.

Menghabisi seluruh orang orang itu membuatnya harus membayar mahal, tubuhnya habis memar dan terluka, mananya pun tersisa sedikit dan tak cukup untuk mengobati lukanya.

Kuda kudanya dibunuh, begitu pula dengan kusir kereta kudanya, dalam keadaan setengah sadar, Raven berjalan tak tentu arah, mencoba berjalan lurus menelusuri jalan setapak didepannya.

Perlahan lahan lukanya mulai sembuh, kesadarannya akan alkohol itu juga mulai menghilang, tapi sebuah belati menusuk punggungnya secara acak, dalam keadaan bersimbah darah, ia melawan, menendang lutut sang pelaku, mengambil belatinya, lalu ia memutar tangan sang pelaku hingga berbunyi krek!. Ia mengunci pergerakan nya dan dengan satu gerakan, ia menggorok leher sang pelaku menggunakan belati itu.

Nafasnya terengah-engah, ini adalah kejadian kedua di mana ia begitu tak berdaya, luka tusukannya perlahan menutup tetapi mananya makin berkurang,bruk! Ia terjatuh, di jalanan sepi itu, ia tak dapat mendengar apapun, hanya suara nafasnya yang semakin memburu dan detak jantungnya yang berpacu cepat.

Ia menggerakkan tangannya,mencoba bangun dan kembali berjalan, tetapi tubuhnya ingin beristirahat.

Ting!

Raven, ia terbangun, tapi tak benar benar bangun, ia merasakan Indra perasa dan pendengaran nya masih berfungsi, tetapi, tubuhnya sama sekali tak bisa digerakkan, begitu pula dengan mulut ataupun matanya, ia sadar tapi tubuhnya seperti membeku!

"Luka ini membuatmu ketampanan mu berkurang."

Suara wanita, lalu tak lama ia merasakan sebuah tangan membelai pipi dan dagunya, ada rasa nyeri tetapi tiba tiba menghilang begitu saja.

I'M NOT A VILLAINESS!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang