sebelas

35 7 0
                                    

Seperti biasa hari ini begitu sepi layaknya tak ada aktivitas, padahal seharusnya dijam-jam seperti ini banyak orang berlalu lalang atau sekedar bertegur sapa dengan tetangga –– beda hal nya dengan yang dirasakan mirsya cs yang sedari tadi termenung melihat hamparan rumah-rumah besar dihadapan mereka, sungguh kosong.

Bak tak ada kehidupan, desa ini seperti desa mati.

Fokus mirsya teralihkan pada satu kalimat pernyataan menggantung dari si ibu tua penjual sayur di pasar tadi pagi...

"Kalian, dari mana mau kemana?" Tanyanya

"Kita dari Jakarta Bu, kebetulan kesini mau liburan sekolah sama teman-teman dirumah nenek" ujar mirsya menjelaskan

"Dimana rumah nenekmu, nduk?" Tanyanya penasaran

"Di desa sebelah, desa Gubug Salapan Bu"

Pernyataan mirsya membuat si ibu terkejut, desa Gubug Salapan? Kampung mati, tidak ada kehidupan disana hanya sebuah desa tak berpenghuni yang mulai tak terurus.

"Desa itu sudah lama kos –––– "

"Mirsya! Tania" ujar salah satu lelaki memotong pembicaraan si ibu tua itu

Andai saja irsya tak memotong pembicaraan si ibu pasti mirsya dan Tania sudah tahu apa yang terjadi.

"Mirsya––" ujar Anggi lirih sembari menghampiri mirysa lantas memeluk tangan kiri si empunya "Anggi takuttt" lanjutnya.

Netranya kembali menatap hamparan rumah-rumah Belanda dan beberapa rumah panggung yang masih terlihat kokoh meski sudah bagai tak terurus.

Iya kini mereka berada disebuah bukit tinggi dekat rumah almh nenek mirsya, dulu mereka pernah bermain disana saat kelas 3sd.

Mereka sibuk memandang satu persatu rumah memastikan ada manusia lain selain mereka berenam, sampai akhirnya Boby tak sengaja melihat desa sebrang dimana banyak orang beraktivitas saling melempar senyum dan bercanda lalu Boby kembali melihat desa dihadapannya, desa yang kosong, sepi dan tak terawat sudah banyak pohon-pohon dengan tinggi yang menjulang dikelilingi akar lebat yang menggantung.

Banyak semak belukar yang mulai meninggi, kemana semua warga desa? Mengapa mereka tidak seaktif warga desa lain?

"Tania juga takut hiks" kata Tania yang juga ikut memeluk lengan kanan mirsya, mirysa masih fokus melihat kedepan berharap mata batinnya berguna, namun nihil mirsya tak melihat apapun.  Jangankan manusia, jin pun mirsya tidak melihatnya.

Seharusnya tempat kosong seperti ini akan lebih banyak penghuni lain dari pada manusia, ini semua terasa ganjil mirsya dapat merasakan itu tapi sayang kemampuannya melihat dunia lain tak bisa digunakan saat ini.

Belum lagi ditambah mimpi yang menghantuinya dari kemarin, toto–– untuk apa ia datang ke mimpinya lagi? Bahkan meminta makan darah segar.

"Sya? Lo yakin kita bakal terus disini sampe beberapa hari kedepan?" Tanya Boby, sementara siempunya tak bergeming

"Gue mau pulang! Dari awal perasaan gue udah gak enak asal kalian tau!" Sergah irsya frustasi membuat mirsya menoleh ke arahnya

"Apa yang Lo rasain sya?" Tanya mirsya ringkih

"Desa ini mati sya! Lo gak sadar? Huh?! Dari awal kita berangkat perasaan gue gak karuan! Gue gak mau berangkat tapi demi kalian yang udah antusias banget buat jalan-jalan kesini akhirnya gue nyerah gue ikutin mau kalian! Akhirnya apa? –– apa yang terjadi? Semua kekhawatiran gue, ketakutan gue semuanya terjadi!" Ucapnya sesal dengan keputusannya beberapa hari lalu.

"Kenapa Lo gak ada omongan sama gue sya?"

"Karna Lo ga punya firasat apapun mirsya! Makannya gue percaya sama Lo!"

"Tapi harusnya apapun yang terjadi Lo harus cerita sama gue! Kalo emang gue ga dapet firasat apa-apa tapi Lo ngerasa ada hal aneh harusnya Lo cerita! Kalo dari awal Lo cerita–– kejadiannya gak akan kaya gini!" Ujar mirsya jengah, lalu menarik Tania dan Anggi untuk turun dari bukit dan pulang kerumah.

"Kita turun, kita pulang kalian perlu istirahat" ujar mirsya dingin lalu berlalu begitu saja diikuti Tania dan Anggi sementara irsya hanya menatap mirsya dengan pandangan khawatir, mirsya tidak biasanya marah seperti ini padanya– kenapa sekarang mirsya sangat emosional terhadap nya?

"Kita turun–" putus kinos sembari menepuk bahu irsya pelan dan diangguki oleh Boby

Mereka pun turun dari bukit menuju rumah, mereka butuh waktu untuk menenangkan mirsya yang sedang emosional.





____________________________

TBC!

Rumah Tusuk SateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang