tujuh belas

30 8 1
                                    

-

Setelah kejadian kemarin, mirsya belum juga sadarkan diri,- raganya masih pulas diatas kasur sementara sukmanya yang entah kemana.

Irsya yang masih setia disamping sepupunya itu terus saja berdoa sembari menggenggam erat telapak tangan mirsya.

"Kita harus pulang" beo Tania "gue capek, kenapa sih kita kan cuma liburan tapi kenapa jadi kayak gini?!" Lanjutnya

"Lo pikir kita tau Tan? Nggak! Kalo kita tau, gak mungkin kita berangkat! Lagi pula kita gabisa pulang sekarang, gue yakin Sukma nya mirsya masih ada di sini" Anggi yang sedang memandangi hujan lebat di balik jendela itu kukuh tak ingin pulang sebelum mirsya sadar.

"Gue mau pulang!" Lagi-lagi Tania membantah "gue gak mau terus-terusan di sini, gue takut!"

"Lo pikir kita gak takut? Hah! Tapi seenggaknya kita fikirin mirsya juga!" Suara Boby menggelegar diruangan, amarahnya tersulut ketika Tania terus merengek ingin pulang.

"Sya, sadar yuk– kita pulang" cicit irsya lirih.

Sementara disisi lain..

"Tolong–––" suara itu merintih kesakitan

Seorang perempuan memegangi dadanya sesak mendengar kata "tolong" itu, suaranya begitu lirih seakan terasa sakit dan takut.

Kaki itu terus melangkah, berharap menemukan sumber suara seseorang yang meminta pertolongan.

Namun nihil, justru dirinya malah tertangkap dalam sebuah kurungan.

Dibawanya pergi entah kemana, suasana gelap, dingin, sepi dan mencekam lengkap dengan sekitaran yang lembab.

Perempuan itu adalah mirsya, sudah hampir 4 hari mirsya disana.

Dirinya terus berusaha membuka jeruji kayu itu dengan keras, tangannya sudah penuh luka akibat berusaha membuka kurungan.

Mirsya sudah bagaikan ayam dalam sangkarnya, ntah bagaimana dan dimana ini,- ia pun bingung kenapa bisa dirinya berada disini.

Tak lama mirsya sadar, selama dirinya terus memberontak semua hal yang dilihatnya menghilang semakin lama sekitarnya semakin kosong dan tak ada suara.

Ia berusaha tenang dan berkonsentrasi perlahan ia membuka matanya memastikan semuanya kembali seperti semula.

Mirsya mengucek-ngucek matanya, dilihatnya satu keluarga kecil dihadapannya,- mereka sama-sama dikurung seperti mirsya, bedanya mirsya masih dalam keadaan sehat namun tidak dengan tiga orang itu.

Mereka pucat pasi, mirsya melihat seorang anak kecil yang terduduk di ujung kurungan itu sembari memeluk kakinya sendiri.

Wajah dan badannya membiru, lama memandangi bocah itu membuat kepalanya terasa berdenyut hebat.

Fikiran dan ingatannya berputar terus menampilkan sekelibatan kejadian di masa lalu.

Kecelakaan motor

Ayah, ibu, anak laki-laki

Tumpahan darah

Dan berposisi di? Depan rumah almh neneknya.

Mirsya mengerjap-ngerjapkan matanya, tepat didepan rumah almh neneknya kecelakaan hebat antara motor dan truk itu terjadi merenggut nyawa 6 orang.

Mirsya tahu posisi rumah almh neneknya memang agak berbeda dari rumah lain, rumah itu berada membelah 3 jalan.

Rumah tusuk sate.

Tak ayal kalau terjadi kecelakaan disana, mirsya kembali memejamkan matanya.

Semua terlihat normal setelah memasuki komplek perumahan itu motor yang dikemudikan satu keluarga kecil itu hendak belok ke arah kiri namun sayang stangnya terasa berat hingga harus maju sedikit untuk belok, namun naas belum sempat belok truk besar menghantam motor itu tanpa aba-aba.

Darah berceceran dimana-mana, tak ada yang tahu jika ada kejadian kecelakaan disana.

Satu bulan kemudian, disaat akan dilakukan penggusuran lahan untuk pembangunan yang baru para petugas menemukan 6 jasad yang sudah membusuk.

Satu anak kecil, satu perempuan muda, satu perempuan paruh baya, dua laki-laki muda dan satu laki-laki paruh baya.

Begitu juga dengan truk yang terbalik menabrak satu rumah di sana dan motor tua yang sudah tidak berbentuk lagi.

Setelah di lihat ternyata anak kecil itu adalah anak yang dihadapannya saat ini, begitu juga perempuan muda dan laki-laki itu yang ternyata mereka satu keluarga kecil.

Wanita tua itu?  –





TBC!!!!!

Rumah Tusuk SateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang