Satu

67 11 1
                                    

Malam sudah mulai larut, jam sudah menunjukan pukul 11 malam namun Mirsya masih terjaga sampai sekarang padahal irsya sudah terlelap pulas disebelahnya.

"Mmmmm––––mmmmmmmm" Mirsya bergumam, seperti ada yang mengganjal di dirinya tapi ia sendiri tidak tahu apa itu.

"Ih Naha sih! Lalieur kieu!" Mirsya menggaruk kepala belakangnya yang tak gatal, ya! Lagi-lagi logat daerahnya tak sengaja terucap, semenjak ulang tahunnya yang ke 17 seminggu lalu Mirsya lebih sering menggunakan bahasa Sunda dan Betawi ketimbang bahasa Indonesia padahal ini sudah tahun ke 15 Mirsya tinggal di Jakarta.

"Ih kenapa sih! Ko pusing gini!"

"Irsya udah pules lagi tidurnya, aduhhh da urang kumaha atuh ih teu paruguh Gusti!"
Mirsya mengacak-acak rambutnya kesal lalu berbaring mencoba tertidur karna malam sudah semakin larut

"Irsya udah pules lagi tidurnya, aduhhh gue gimana nih ah ga jelas gini yaallah!"

Mirsya terus berusaha memejamkan matanya namun tetap saja tidak bisa tidur, dari pada ia merasa aneh sendiri Mirsya memilih membangunkan irsya yang sudah terlelap sedari tadi.

Mirsya menggigit lidahnya sendiri yang sengaja ia julurkan ide jahil mulai keluar dari otaknya.

"Irsya sttt stttt irsya bangun dulu bentar dong woyy" Mirsya berbisik pada irsya namun hanya dibalas gumaman saja lalu irsya membalikkan badannya ke arah jendela alias membelakangi Mirsya.

"Yahhhh!!! Malah ngadep Sono! Woy elahhh tendang ni" ujar Mirsya emosi, sungguh sejak usianya tepat 17 tahun Mirsya selalu mengubah-ubah logat bahasanya campuran Betawi dan Sunda membuatnya menguasai dua bahasa daerah.

"Sya! Gue ngeliat tuyul dua" ujar Mirsya berbisik pada irsya membuat irsya yang setengah sadar bergidik ngeri namun pura-pura tidur ia tidak mau malam ini tidurnya terganggu.

"Tuyulnya satu mirip Lo" cicit Mirsya membuat irsya membuka matanya lalu beringsut duduk diatas kasur dengan tergesa.

"Apaan? Gue? Mirip tuyul? Enak aja! Ganteng gini ko mirip tuyul, Lo tuh mirip Kunti!" Ujar irsya menaikan satu oktaf nadanya membuat Mirsya terkikik geli.

Irsya lantas melanjutkan tidurnya, Mirsya menghembuskan nafas pasrah ternyata irsya tidak bisa menemaninya untuk bergadang.

"Yeeee Lo nyebut-nyebut Kunti awas Lo ntar nongol dijendela" ujar Mirsya lalu membenarkan selimutnya dan tertidur pulas disamping irsya yang membelakanginya.

Angin berhembus kencang diluar, hujan deras mengguyur kota Jakarta malam ini ntah sampai kapan.

Gorden hijau dalam kamar Mirsya tertiup angin memperlihatkan sosok putih yang melayang dengan rambut tergerai panjang sedang memperhatikan saudara se-sepupuan itu.












___________________________
TBC!!!!!

Mirsya sigadis manis dengan sejuta keistimewaannya.

Ingat! mimpi dan ucapannya akan selalu menjadi kenyataan.

Aku tahu kalian faham bagaimana cara nya menghargai penulis:)

Rumah Tusuk SateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang