Sembilan

39 10 0
                                    

Suasana hening menyelimuti pagi yang mendung, awan-awan menghitam dalam hitungan waktu saja,- langit seolah murung dibuatnya.

Kilat dan petir menyambar kesana kemari menciptakan suasana mencekam, kenapa tak kunjung hujan? Padahal angin sudah menghempaskan apapun yang ada di hadapannya, daun-daun kering sudah berjatuhan berserakan.

Seseorang menatap nanar langit dari jendela tua, bernafas berat dengan nada gelisah. Ketakutan sungguh menyelimuti dirinya pagi ini "serem banget si pagi ini" cicit pelan Anggi dalam kesendiriannya.

Mirsya pergi bersama Tania ke-pasar tua yang ada di desa sebelah, kinos dan Boby pergi membeli bahan bakar mobil mereka yang entah kenapa bisa habis padahal tidak dipakai sementara irsya pergi kerumah pak Mamat yang ntahlah mengurus urusan apa.

Ntah kenapa juga Anggi menolak ajakan Tania untuk ikut ke pasar, padahal mirsya mengizinkan,- alhasil kini ia ditinggal sendiri dirumah.

Rumah besar dua lantai, bangunan Belanda, sepi, gelap, mendung aaarghhh! Anggi sungguh butuh teman sekarang, setidaknya ia tidak akan setakut ini.

Anggi menggigiti kuku ibu jarinya sembari berharap-harap cemas 'mirsya Lo pulang dong, Tania – gue takutt nihhhh :(' Batin Anggi

Ngittttt greekk ngitttt greekk ngittt greeek––– ngittt ––– grekk...

Anggi mematung mendengar apa yang didengarnya barusan! Apa? Kursi goyang? Siapa yang duduk di kursi goyang yang terbuat dari bambu rotan dibelakangnya?

Dari tadi Anggi hanya sendiri, lalu siapa yang duduk di kursi itu? Ia memberanikan diri menoleh.

"Haaaaaaaaaa!" Teriak Anggi terperanjat kaget melihat seorang irsya sudah duduk disana dengan tatapan mata kosong

"Irsya! Ngagetin aja deh Lo, eh–– Lo kapan pulang? Ko gue gatau?" Tanyanya bingung, irsya menoleh kearahnya lalu berucap "barusan, kamu saja tidak lihat" ujarnya getir.

"T––tapi gaada siapa-siapa yang lewat tadi, kalopun ada walaupun gua bengong gua pasti liat sya" ujarnya gelagapan takut "terserah" jawab irsya dingin membuat Anggi mengerutkan dahi bingung.

***

Suasana ramai mengelilingi dua orang perempuan yang asik menawar belanjaan dipasar, mereka rela berangkat subuh agar tidak kehabisan sayuran.

Orang-orang berlalu lalang, saling tawar menawar, mempromosikan barang sampai bersenda gurau ternyata desa ini banyak penghuninya juga sangat ramah tamah lalu kenapa di desa almh neneknya sangat sepi? Bahkan beberapa rumah terlihat kosong dan tidak terurus.

"Sya! Menurut Lo ikan yang pas di masak buat temennya sayur kangkung tuh ikan apa?" Tanya Tania antusias, Yap! Seorang anak orang kaya yang merasa kebebasan ya seperti ini setiap hari di larang ke-pasar karena takut terluka padahal ya–– lihat saja sekarang tidak ada apa-apa, orang tuanya terlalu khawatir.

"Amm ikan mas enak, ikan kembung juga enak" ujar mirsya menimbang sembari mengetuk-ngetuk dagunya

"Oke ikan mas aja ya?" Pinta Tania dan diiyakan oleh mirsya

"Ammm––Bu, ikan mas nya sekilo ya" ujar Tania ramah lalu perempuan paruh baya itu langsung membungkus pesanan Tania dan menerima uang yang disodorkan mirsya.

"Terimakasih ibu, permisi" ujar mereka berbarengan "sama-sama dek" jawab sipenjual ikan

Mereka terus berkeliling mencari sayuran kangkung yang tak kunjung mereka dapat, di semua tempat habis. Sampai akhirnya di ujung pasar sana seorang ibu tua masih memiliki satu ikat kangkung yang cukup segar.

Mirysa pun menarik lengan Tania menghampiri penjual sayur itu "ayok Tan" ujar mirsya terburu-buru, membuat Tania yang sedang memasukan uang kedalam dompet tersentak " ha astaga! –– iya mirsya sebentar!"

"Ayoook ah lama!"

"Iya iya ah!"

Mereka menghampiri si ibu tua penjual sayur itu lalu langsung bertanya harga satu ikat kangkung segar yang cukup banyak dan segar itu "ibu, kangkungnya berapaan?" Tanya mirsya

"Dua ribu aja nduk" ujarnya pelan membuat mirsya kaget, apa katanya? Dua ribu? Sebanyak dan sesegar ini? Kalau dikota mungkin sudah 15 ribu.

"Amm kalau begitu kita beli kangkung ini ya Bu" ujar Tania sembari memberikan uang senilai 50.000 rupiah

"Ini terlalu banyak nduk" ujarnya sopan

"Gapapa Bu, ini buat ibu aja kembaliannya" ujar mirsya tak tega, lalu si ibu itu meneteskan air matanya "terima kasih nduk"

"Sama-sama Bu"

"Kalian, dari mana mau kemana?" Tanyanya

"Kita dari Jakarta Bu, kebetulan kesini mau liburan sekolah sama teman-teman dirumah nenek" ujar mirsya menjelaskan

"Dimana rumah nenekmu, nduk?" Tanyanya penasaran

"Di desa sebelah, desa Gubug Salapan Bu"

Pernyataan mirsya membuat si ibu terkejut, desa Gubug Salapan? Kampung mati, tidak ada kehidupan disana hanya sebuah desa tak berpenghuni yang mulai tak terurus.

"Desa itu sudah lama kos –––– "

"Mirsya! Tania" ujar salah satu lelaki memotong pembicaraan si ibu tua itu, mirysa dan Tania pun menoleh bersamaan serta si ibu penjual sayur itu.

"Irsya?!"






____________________________________________

TBC!!!!!!!!

Nahloh, kalo irsya ketemu sama mirsya dan Tania? Terus yang dirumah sama Anggi ––––?

Rumah Tusuk SateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang