dua puluh satu

5 1 0
                                    

Hujan.....

Ke enam remaja itu masih sibuk menggaruk tanah mencari tulang belulang yang entah masih utuh atau sudah berbaur dengan tanah.

Kilat menyambar kemana-mana, angin bertiup kencang mereka memucat kedinginan tapi tangan yang sudah bergetar itu bahkan tak mereka hiraukan.

"Aaaaaaaaaaaaaaaa!" Anggi berteriak sekuat tenaga sembari melempar benda yang tadi ia angkat ke tanah.

Irsya menghampiri Anggi yang histeris menangis ketakutan sembari bertanya namun Anggi hanya geleng-geleng sembari menangis, Bobby mengarahkan senter yang dipegangnya kearah lubang galian bekas Anggi melihat benda yang tadi dibuang temannya itu.

Tengkorak.

Bobby berteriak kaget membuat teman-teman yang lainnya ikut menghampiri, mereka masih tak percaya tapi mau tidak mau mereka harus berani mengambil tengkorak itu lalu memasukan nya ke dalam karung yang sudah mereka siapkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bobby berteriak kaget membuat teman-teman yang lainnya ikut menghampiri, mereka masih tak percaya tapi mau tidak mau mereka harus berani mengambil tengkorak itu lalu memasukan nya ke dalam karung yang sudah mereka siapkan.

Kinos satu satunya yang memberanikan diri mengangkat tengkorak itu meski dengan tubuh yang gemetar, selama ini ia hanya melihat di film saja tapi kali ini ia benar-benar memegangnya.

Petir terus menyambar, kilat dimana-mana udara dingin dan Guntur yang terus menggemuruh diatas kepala membuat mereka terus ketakutan,- namun satu persatu tulang itu harus mereka ambil untuk dikubur.

"Kayaknya udah habis deh" ucap Anggi yang gemetar kedinginan.

"Udah ya sya? Kita bisa kena skizofrenia kalo masih di sini, yang ada kita ikut mati"

Diluar masih hujan deras, ke-enam remaja itu masih menunggu hujan reda di dalam rumah. Memandang keluar jendela, kabur begitu tebal,- ntah apa yang terjadi jika mereka meneruskan pencarian.

Karung itu disimpan di sudut ruangan, mereka memandangi karung itu lamat-lamat "ko nggak hancur ya?"

"Kalian tau? Bahkan beberapa tulang yang gue temuin masih ada dagingnya"

Mereka bergidik mendengar penuturan Rasya "semoga hujannya cepet reda ya"

"Sya, emang mau kita kubur dimana?" Suara serak itu menggoyahkan tekad mirsya, Kinos benar mereka sama sekali belum menentukan akan dikubur dimana tulang belulang ini.

"Dibelakang rumah?" Tanya Boby

"Boleh aja"

Hujan mereda setelah beberapa saat, membuat banyak genangan ditanah yang mereka pijaki "gimana? Tanahnya lembab, yakin mau digali?"

Atas tekad mirsya mereka membersihkan air dalam genangan-genangan itu dengan sapu lidi lalu mencangkul tanah basah itu dengan cangkul tua yang mereka ambil di gudang.

Tania menghirup udara dalam-dalam, aromanya seperti dihutan yang lembab,- bau tanah merah yang terguyur air hujan itu juga menambah kesan kesunyian.

Hanya suara cangkul yang beradu dengan bebatuan halus ditanah, tiga laki-laki itu menggali lubang sedalam-dalamnya,- memastikan tak ada yang bisa menemukan tulang belulang ini setelah apa yang telah terjadi pada mereka.









___________

Rumah Tusuk SateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang