Tidak ada yang perlu disesali, bukan?
Ketika semua orang berteriak dengan sikap peduli mereka. Bukankah dia seharusnya mengindahkan?
Sungguh malang nasib menimpa. Pandangan buram, kepala terasa begitu berat seolah-olah tengah ditimpa batu besar. Semua ini bermula karena atasan mengadakan pesta minum dadakan, sialnya mereka menggoda dengan beralihkan sebuah permainan. Naruto kalah telak dan harus meminum semua minuman mereka tanpa sisa.
Ketika sifat keras kepala itu kambuh, berusaha tuli dan bisu dan memilih mengambil langkah adalah pilihan yang tepat. Dalam kepala, ia pun masih mengingat bagaimana rekan kerja yang selalu mengulang kalimat yang sama.
"Tidak baik pulang dalam keadaan mabuk." kalimat itu sangat menyebalkan ketika didengar saat ia tengah mabuk. Naruto tidak peduli, dan memilih mendorong rekan kerjanya. Ia pun tidak ingat siapa yang ia dorong sampai membuat isi dari tempat sampah berserakan di sekitar tempat parkir.
Lalu, beginilah akhir yang didapat. Dia bisa merasakan bagaimana hawa panas di dalam mobil mampu menusuk kulit, bercampur dengan rasa pusing, dan tubuh yang jauh lebih berat dari sebelumnya.
"Apa ini akhir dari hidupku?" gumamnya. Rasa perih pada bagian bawah benar-benar membuat ngilu sesaat. Mata terasa begitu berat sekadar memandang, tidak ada orang yang terlihat oleh mata saat ini. Padahal Tokyo selalu dihuni oleh orang-orang yang sibuk bekerja. "Siapa pun ... tolong aku ..." ia menahan perih, sangat miris memandang kondisi.
Tangan meraih seolah-olah menggapai. Tidak ada orang di sekeliling yang peduli sebelum kecelakaan ini terjadi, pula tidak ada suara sirene yang dapat membuat degupan jantung tak karuan.
Pandangan jauh lebih berat, "Ini bukan perasaan kantuk karena letih." terakhir kelopak mata itu tertutup. Naruto samar-samar melihat seorang perempuan datang dengan wajah khawatirnya. Sempat mengira bahwa itu mimpi sebelum kelopak mata benar-benar tertutup. Benar-benar indah, gadis itu bagaikan seorang Dewi di matanya, karena sinar menyilaukan tiba-tiba menembus mata.
◊◊◊◊
Kelopak mata itu terbuka sempurna, posisi duduk berganti. Selang infus yang masih menempel bahkan ikut terlepas karena pergerakan kasar tersebut. Sasuke tengah mengupas apel tersentak, apel itu berpindah ke lantai sekarang.
"Di mana aku?" Naruto gelagapan, mendadak bingung dengan dirinya sendiri. Seingatnya kemarin ada seorang gadis yang menolongnya. Ia bahkan masih tergeletak di atas aspal.
"Sudah jelas ini di rumah sakit. Apa karena banyak minum kau lupa?" muram durja berganti tak kala kalimat menyebalkan terdengar. Sasuke mengutip apel yang sudah susah payah dikupas olehnya, lalu memindahkan ke dalam tempat sampah. "Bersyukur lukamu tidak terlalu parah."
"Apa?" lelaki pirang itu melotot, menarik selimut dan membuka pajama atas. Meskipun dia mabuk saat itu, namun rasa perih yang menyayat terasa panas. Naruto masih mengingat rasa perih itu, bahkan kaki terasa lumpuh. Ia bahkan tercampak jauh dari mobil, karena tidak memasang sabuk pengaman.
"Oh ... Tuhan," dia memegang perut dan kakinya, mengambil cermin yang baru saja diberikan oleh Sasuke. Tidak ada wajah yang lecet sama sekali, tidak ada luka yang tergores di sekujur tubuh. "Ini aneh!"
"Kau benar," sahut Sasuke. "Kau tercampak dari mobil dan tidak ada bekas luka sama sekali, infus yang menempel hanya untuk memberikan vitamin pada tubuh. Mobil yang kau pakai saat ini sedang dalam masa perbaikan. Meskipun itu mobil perusahaan, mereka pasti memilih mengganti yang baru."
Tidak ada respons sama sekali, lelaki pirang itu bergeming di tempat. Sama halnya dengan dirinya, ini benar-benar aneh dan terlihat mengganjal. Bagaimana mungkin kecelakaan itu sama sekali tidak memiliki dampak bagi temannya. Bukan bermaksud jahat, justru hal bagus karena Tuhan menunda kematian lelaki itu. Sasuke menghela napas kemudian. "Semakin dipikir, ini terlihat tidak masuk akal."
KAMU SEDANG MEMBACA
UNBELIEVE
FanfictionKetika dia selamat dari kecelakaan, tanpa ada luka sama sekali, orang-orang menganggap bahwa itu merupakan suatu keberuntungan. Namun tidak bagi Naruto, meskipun saat itu dia sedang mabuk. Mata masih sempat memandang seorang gadis tengah menolongnya...