Sambungan itu diakhiri dengan tanda tanya besar. Salma masih menatap ponsel yang semula masih terhubung dengan Erik, selama beberapa menit. Sepertinya pekerjaan sang kekasih memang padat. Ditambah, sedikit-sedikit Salma juga menguping tentang perdebatan Erik bersama stafnya tadi. Ide memasak makanan enak-enak jadi motivasi Salma untuk berani berkunjung ke Anderson Group, sekaligus membangkitkan semangat kekasihnya.
For the first time, Salma pikir tidak apa-apa. Toh, Erik sendiri secara tak langsung sudah mengundangnya.
Masih ada satu setengah jam waktu luang untuk Salma memasak. Saat mengecek lemari es, Salma terpaksa kecewa karena bahan makanannya tak cukup bervariasi. Ia kembali mengambil ponsel dan tak pikir panjang untuk menelepon taksi. Kalau pun hari ini tidak bisa membawakan Erik makanan buatan sendiri, Salma masih bisa berusaha di lain hari.
Pandangan Salma naik begitu sambungan diangkat seseorang di seberang.
"Pagi, saya Salma ingin memesan taksi—"
***
Setelah lima belas menit lalu dijemput taksi online, Salma memutari area dekat Anderson Group dan berusaha mencari makanan enak. Yang terlintas hanya itu-itu saja. Soto, nasi uduk, makanan cepat saji. Salma mengernyit, tidak ada yang sedikit spesial supaya Erik bukan hanya merasakan kenyang di jam makan siang nanti. Gara-gara bahan makanannya pas-pasan, kini Salma jadi bingung.
"Pak, restoran sekitar sini menunya ini-ini aja, ya?"
Sopir taksi melirik Salma melalui spion tengah. Ikut mengernyit dan sekilas menatap depan yang penuh oleh restoran di kanan-kiri jalan.
"Sepertinya, Mbak. Saya jarang lewat sini. Tapi isteri saya dulu pernah minta dibeliin nasi bakar sama pepes nila di daerah sana. Katanya enak."
"Pepes? Restorannya di sebelah mana, Pak?" tanya Salma antusias.
"Bentar, Mbak. Semoga saja buka, ya."
Salma mengangguk penuh harap, dan taksi pun melaju melewati Anderson Group. Sekilas Salma mengamati gedung pencakar langit yang memiliki banyak gosip dari segi baik maupun buruk. Senyum mengembang di bibirnya. Mungkin, takdir berkata tidak untuk Salma saat ingin bekerja di sana, tapi lebih mengiyakan untuknya mengunjungi perusahaan tersebut dengan mengencani salah satu general manager-nya.
***
Keluar dari restoran nasi bakar dan pepes, Salma membawa dua paper bag berisi banyak makanan untuknya dan Erik makan siang.
Senyum merekah saat menilik kembali dua paper bag tadi. Dari baunya saja, Salma yakin makanan tersebut enak. Ia kembali memasuki taksi yang membawanya ke Anderson Group. Perjalanan tak sampai memakan waktu sepuluh menit. Salma lalu tiba di perusahaan properti tersebut dan membayar taksi menggunakan uang pecahan seratus ribu.
Jantung Salma kembali berdetak tak nyaman. Tempat itu asing. Ia juga menyempatkan menatap kafe kopi Mario di seberang. Terlihat sepi dari luar, tapi lumayan ramai di dalamnya.
"Selamat siang, ada yang bisa dibantu?"
Salma tersenyum kaku begitu disapa seorang satpam pos depan gedung Anderson Group. Ia kemudian menunjuk arah lobi. Demi Tuhan, hanya ingin masuk saja, Salma dilanda rasa gugup.
"Siang. Saya ada janji makan siang sama Erik."
Satpam itu lalu menatap Salma menyelidik. "Pak Erik Herman temannya Bapak?"
"Maaf ... Bapak?" tanya Salma sopan, mungkin ia salah dengar.
"Bapak Sandro, Direktur Utama Anderson," jelas satpam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queer Heart: all about Erik
RomanceErik Herman bersikap feminim setelah sering mengagumi kecantikan wanita sejak kecil serta mengakibatkannya memiliki kekasih sejenis, tetapi patah hatinya setelah ditinggal kekasih tanpa kabar dan pertemuannya dengan Salma membuat Erik mulai berubah...