13.

1K 181 12
                                    

Erik tak menyangka kembali ikut merayakan ulang tahun Anderson Group ke-54 yang berarti mengingatkannya tentang umur sendiri.

Tepuk tangan itu meriah. Di dalam ballroom Anderson Group. Kue tingkat enam dengan tempelan emas yang bisa dimakan terlihat merajai acara. Hanya berjarak satu meter dari tempat kue tersebut berada, Erik berdiri, menatap takjub pada apa yang sudah dilihatnya sekarang.

Anderson Group memang sangat pintar mencari peluang kesuksesannya.

"Kita bicara soal saham dan aset, tapi temanmu masih diam sejak lima belas menit yang lalu sambil mengawasi roti di depannya."

Erik menoleh. Sindiran pedas yang barusan didengarnya keluar dari mulut Jonathan Anderson.

Keduanya bersulang. Erik tahu meski punya mulut pedas, Jonathan selalu hanya bercanda saat mengatakannya. Lelaki itu mengerti kondisi Erik. Sama seperti istri Jonathan, Gianetta Dana yang berhasil masuk ke lingkup Geng Kutukupret meski sejak awal Jonathan tak mengijinkan.

"Aku khawatir kuenya leleh. Ballroom dengan tamu undangan seperti ngunduh mantu. Pasti AC di sini kalah dengan suhu-suhu para tamu!" Erik menggeleng singkat.

"Bukan salahku. Ini semua murni salah Sandro. Dia yang punya banyak teman."

Lima detik kemudian Jonathan mengikuti apa yang sejak awal dilakukan Erik. Menatapi kue tingkat enam di depan mereka sambil menyesap Ice Mojitho. Sampai keributan itu datang. Pertama Jonathan yang menoleh. Pandangannya langsung melempar kode kepada sang istri supaya menyelamatkannya dari suasana rumit, tetapi Dana menolak.

"Kupikir aku harus pergi sekarang," bisik Jonathan kepada Erik.

"Rude. Dia termasuk iparmu, Jo! Be nice," pesan Erik terlalu hapal dengan kalimat Sandro.

Jonathan tak bisa berbuat lebih. Istrinya sudah lebih dulu menyapa kedatangan Nina, Laras dan Mona yang tiba-tiba hadir dengan masing-masing membawa gelas.

Erik tahu Jonathan masih terlalu jauh untuk bisa dibawa ke perkumpulan Nina. Permusuhan di antara keduanya masih ada. Erik maklum. Bahkan ketika Erik sudah menjadi lebih gantle pun, dirinya masih belum mencium bau-bau perdamaian antara Nina dengan Jonathan.

"You here!!" Nina melenggang sombong di tengah-tengah Erik dan Jonathan berdiri. Membuat Jonathan terpaksa minggir dua langkah. Nina menyapa Erik dan memberikan cium pipi kanan-kiri.

"Mana Salma? Harusnya kamu ajak dia ke sini, Rik! Hubungan kalian baik-baik aja, 'kan??"

Di tengah suara ricuh lagu karaoke dari bintang tamu dan Nina, Erik mengernyit mencoba mendengarkan dengan baik.

"Sejauh ini kita baik, Nin. But, sorry! Kamu harus kasih Jonathan ruang supaya dia bisa ikut bicara!" Erik sedikit meninggikan suara. Karaoke di ujung ballroom makin menjadi-jadi.

Nina lantas menoleh. Tatapan 'ewh' andalannya terlihat. "Ya, ya ... Jonathan lagi, Jonathan lagi. Bosen liat dia, Cyin!" Nina seperti mengusap wajah beberapa kali. "Bisa 'kan mukanya pake ekspresi dikit!? Saham Anderson Group bisa anjlok kalo kamu jadi brand ambassador-nya! Untung bukan!"

Laras yang mendengarnya pun terkikik. Mereka yang mendengar gerutuan Nina seperti tak pernah punya dosa kepada Jonathan, termasuk Dana. Wanita dengan gaun panjang sederhana itu lancang menertawakan suami sendiri.

Erik geleng-geleng. Menepuk pundak Jonathan beberapa kali. Meski sudah berumur tatapan tajam Jonathan tak pernah pensiun dari sepasang mata elangnya.

"Jangan pikirkan soal battle ground. Nina bisa merusak acara kalau kamu memancingnya." Erik mulai menggiring Jonathan sedikit minggir.

"Dan membuat Sandro malu sepanjang hidup tetapi tidak sekali pun menyesal pernah menikahi Nina."

Queer Heart: all about ErikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang