14.

995 198 7
                                    

Tatapan itu canggung. Salma merasakan aneh melihat Satyo lebih banyak diam tapi terkesan meneliti perabot rumah. Pikiran apakah tamu Erik tersebut merupakan pencuri, berusaha Salma hilangkan. Mana ada pencuri terang-terangan mau menunggu Erik. Mana ada juga pencuri yang enam bulan lalu punya niatan untuk bertemu langsung dengan Erik.

Lagi-lagi Salma menarik senyum, ketika Satyo tak sengaja meliriknya setelah menyesap teh.

"Erik masih di jalan?"

"Mungkin. Ng ... nggak biasanya juga Erik lama. Mungkin dia mampir ke suatu tempat. Teh kamu habis, 'kan? Mau aku buatin lagi?"

Satyo menggeleng. Pada akhirnya, satu senyum tipis terbit membuatnya kelihatan lebih friendly.

"Kayaknya pertemuan kali ini gagal lagi. Mungkin besok bisa langsung ketemu Erik di kantornya. Masih ada besok," ucap Satyo kemudian berdiri.

"Yakin nggak nunggu Erik?" Salma ikut berdiri.

"Enggak. Maaf ngerepotin, tapi masih ada hari besok," pamit Satyo keukeuh.

Salma juga tak punya hak untuk menahan. Ia memilih mengikuti langkah Satyo yang hapal di mana pintu keluar berada.

Rasa aneh itu masih menyelimuti. Gatal ingin bertanya tentang kepentingan Satyo yang menunggu Erik selama itu, tapi Salma masih begitu menghormati privasi Erik.

Satu senyum lagi-lagi ditarik Salma saat Satyo berbalik sebelum membuka pintu. Tapi tak lama senyum itu hilang, berganti rasa terkejut. Satyo tiba-tiba memeluknya. Meski sekilas, Salma sempat bingung apa maksud pelukan yang lebih bisa dikategorikan sebagai "see you later" dari lelaki tersebut.

Masih dengan rasa kaget yang membuatnya membatu, Salma hanya bisa mengerjap begitu Satyo membuka pintu.

"Sorry. Salam untuk Erik. Namaku Satyo, tapi mungkin Erik lebih familiar dengan panggilan yang lain."

Salma mengangguk kaku. Lambaian tangannya juga lebih kaku saat Satyo keluar dari apartemen.

"Ah! Itu Erik!" seru Salma lepas dari rasa kaku begitu melihat kekasihnya keluar dari lift di ujung lorong.

Seakan belum menyadari ada dua orang yang berdiri di depan pintu apartemennya, Erik melangkah terburu dengan jas di tangan kiri, dan tangan kanan sibuk dengan ponsel.

"Hai," seru Satyo membuat tubuh Erik yang baru ingin melihat pintu apartemennya, terhentak. Langkah lelaki itu terhenti begitu saja.

"Erik, syukur kamu udah sampai. Ada yang nyariin kamu, dia nungguin dari tadi." Salma berpindah menatap Satyo. "Mau masuk lagi atau—"

Erik yang terkejut bukan main seketika langsung menyadarkan diri. Dia menggeleng, mencekal lengan Salma sampai membuat sang kekasih bingung.

"Dia Bima, temanku," ucap Erik cepat. Tenggorokannya seperti tersumbat batu kerikil.

"Bima? Tapi katanya namanya Satyo, Rik. Iya, 'kan?"

Shit. Erik mengumpat dalam hati. Diliriknya lelaki di samping kekasihnya yang hanya bisa diam tanpa ekspresi.

Niat hati ingin menghabiskan malam dengan Salma, berdua di apartemen tanpa gangguan dari ketua RT. Erik justru kembali gagal karena kedatangan tamu tak diundang yang menurutnya meresahkan.

Gemas melekat di tubuh Erik. Bisa-bisanya Satyo atau yang lebih dikenal Erik sebagai Sesa datang ke apartemennya di saat Salma juga ada di situ. Erik belum pernah membayangkan hal buruk ini terjadi, ternyata begitu mengerikan.

"Oke. Dia Satyo. Bimantara Bramasatyo, itu namanya," jelas Erik mencari kotak keselamatan sementara yang dijelaskan sosoknya justru masih diam.

Salma manggut-manggut. "Terus?"

Queer Heart: all about ErikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang