T i g a p u l u h - Anugerah Tuhan

14.5K 651 35
                                    

-GOOGBYE SUAMIKU-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-GOOGBYE SUAMIKU-

Komen di setiap paragraf, maksa nih!
.
.
.
.
.

"Ayo cepat mas, ngebut dikit. Anak kita pasti sedang membutuhkan dukungan dari kita sekarang" ujar Zara sambil menangis. Ia menyuruh suaminya menyetir agak cepat. Ia begitu khawatir akan sang anak.

"Iya sayang sabar ya, ini agak macet. Sungguh aku gak percaya kita kehilangannya cucu kita" kata Gandhi. Seluruh tubuhnya seakan lemas. Anaknya sekarang pasti sedang hancur.

Zara menghapus air matanya yang mengalir di pipi. "Ya Tuhan, kenapa engkau selalu memberikan anakku kesulitan dalam hidupnya. Dia anak yang baik dan penurut, entah dosa apa yang ia lakukan di masa lalu. Sehingga ia begitu menderita di kehidupan sekarang" racau Zara sesegukan. Ia semakin menangis mengingat Jihan dan cucunya yang telah tiada.

"Tenanglah jangan menangis. Kita harus kuat, agar Jihan juga iku kuat"

"Aku menyesal sudah memaksa Jihan menerima perjodohan ini agar dia bahagia, tapi dia enggak bahagia. Dia malah menderita dan tersiksa"

"Ini bukan salahmu, jangan salahkan dirimu, semua udah takdir. Jangan menangis ya, kamu kuat kok sama kek Jihan" lalu jalanan tidak lagi macet, Gandhi dengan cepat melajukan mobilnya ke rumah sakit.

.
.
.
.
.

Keesokan harinya, hari ini adalah pemakaman anaknya Jihan. Saat ini masih jam 7 pagi, anak Jihan belum dipulangkan ke mansion, entahlah itu permintaan Jihan. Bayi itu berada di kamar mayat.

Semua anggota keluarga ditambah bodyguard dan maid menangis, mereka turut berduka cita atas meninggalnya anak Jihan. Friska juga menangis, tapi bukan berarti menangis benaran, hanya pura-pura saja di dalam hatinya ia bersorak senang.

"Na, ini.... Gak benar kan?" tanya Boni kepada Dayna sambil menatap lantai dengan tatapan kosong. Mereka sedang duduk di kursi yang tak jauh dari ruang VIP Jihan. Karena Jihan semalam tidak pulang, dia begitu lemas dan seperti tidak ada nyawa. Jadi Gandhi putuskan dia tinggal dulu semalam di rumah sakit.

"Iya Bon, calon penerus tuan Fino telah tiada. Keponakan kesayangan ku telah tiada" jawab Dayna sambil sesegukan.

Tapi bukan itu yang Boni maksud. Ia menggeleng. "Bukan Dayna. Anak nyonya Jihan belum meninggal, di dalam hatiku ini sebuah pertanda.... Aku gak tau ini baik atau buruk"

Dayna sontak menoleh ke Boni. "Apa-apaan kamu ini, itu gak mungkin. Kenyataannya anak Jihan kemarin gak bergerak"

"Percayalah padaku Na, aku tau ini gak masuk akal. Tapi naluri cenayang ku mengatakan demikian"

"Kalau begitu aku kan mengatakannya pada nyonya Jihan" ketika hendak berdiri, Boni langsung saja mengentikannya.

"Nanti saja, tuan Fino sedang berjalan ke rumah sakit"

Goodbye, suamiku [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang