Pagi harinya seperti biasa Dyana, ratih dan Fina sedang berjalan bersama menuju kelasnya.
Dengan cepat Alden yang melihat mereka langsung berlari menghampiri dan berjalan tepat di samping Dyana dengan menyenggol Ratih sedikit.
“Pagi Dyana.. pagi guys..” sapa Alden dengan semangat.
Ratih dan Fina memberikan cengiran lalu menjawab sapaan Alden, beda halnya dengan Dyana yang hanya fokus ke depan tanpa mau melihat kearah Alden.
“Loe dari rumah jam berapa?” tanya Dyna tiba tiba.
“Emmm.” Ucap Alden sambil melihat jam yang ada di tangannya.
“Jam setengah enam.” Sambung Alden.
“Uda sarapan?” Fina dan Ratih yang mendengar pertanyaan Dyana di buat heran.
“Su.. sudah.” Jawab Alden heran.
Tanpa ambil pusing Dyana berjalan dan fokus pandangan ke arah depan tanpa memperhatikan teman temannya yang terheran akan pertanyaan Dyana.
“Rat… bilang kalo hari ini gue mimpi..” ucap Alden sambil menepuk pipinya.
“ Gue juga berharap ini mimpi, kayaknya ada yang salah Ama tuh anak.” Heran Ratih.
“Malah bagus tau.” Timpal Fina.
“Maksud loe?” tanya Alden polos.
“Iya itu tandanya si Dyna Uda mulai liat loe sebagai cowok, gue dukung loe deh Al, tapi nanti kalo uda jadi traktir ye…” ujar Fina santai sambil memainkan jari tangannya di depan wajah Alden, dan berjalan menuju kelasnya di susul oleh Ratih.
***
Jam istirahat saat ini Alden sedang duduk termenung di bangkunya memikirkan apa yang tadi pagi terjadi pada Dyana.
Gion yang melihat Alden hanya duduk diam dengan sigap menarik kursi dan duduk di depan Alden.
“Si Dyana kenapa lagi?” tanya Gion langsung.
“Hem dia aneh Gi pagi ini.” Jawab Alden sambil menghela nafas berat.
“Aneh kenapa? Bukanya dia selalu dingin dan cuek?”
“Iya tapi pagi ini, dia tiba tiba nanya gue Uda sarapan apa belum. Biasanya kan dia gak mau tau.” Terang Alden.
BRAAAKKKKKKKKK..!!!!! suara meja yang dipukul keras oleh Gion sontak membuat seisi kelas terkejut terutama Orang yang ada di depannya.
“Loe kalo mau bunuh gue jangan di sekolah.” Ujar Alden sambil menenangkan irama jantungnya yang sempat loncat karena ulah sahabat nya.
“Dyana pasti Uda ada rasa sama loe. Buktinya dia peduli.”
“Menurut loe kayak gitu?” tanya Alden memastikan.
“Ya iyalah Uda pasti, loe pertahankan aja atau loe coba mancing perhatian dia kalo loe Uda mulai di perhatikan berarti tinggal satu langkah lagi buat loe yakin kalo Dyana bakal jadi pacar loe”
“Gak nyangka gue, ternyata perjuangan gue selama ini bakal terbayar juga.” Bangga Alden.
“Nah mumpung istirahat loe ke kantin deh mending beliin gue minum, capek gue nerangin.”
Dengan cengiran khas Alden, Alden segera berlari menuju kantin untuk membeli minuman yang akan di berikan pada Dyana.
Saat sampai di kantin Alden melihat Dyana yang saat ini sedang duduk tenang sambil menyantap baksonya membuat Alden tersenyum dan menghampiri Dyana sambil membawa minuman jeruk yang selalu ia berikan untuk Dyana. Belum sempat Alden menyodorkan minuman itu pada Dyana dengan cepat Dyana memberikan nya minuman mineral dingin di hadapan Alden yang saat ini sedang berdiri di sampingnya sambil membawa minuman jeruk di tangannya. Dyana yang melihat sikap Alden yang hanya diam tanpa berniat mengambil pun sontak buka suara.
“Tangan gue pegel, dan gue laper.” Sontak Alden yang mendengar itu langsung mengambil minuman di tangan Dyana dan meminumnya hingga tersisa setengah.
“Bu buat loe.” Tawar Alden sambil meletakkan minuman jeruk itu di di samping bakso Dyana.
“Makasih.”
Canggung saat ini yang di rasakan Alden, debaran jantungnya yang mulai tidak normal melihat perlakuan Dyana yang mulai memperhatikannya.
“Loe Uda makan?” tanya Dyana tiba tiba.
“Be belum.” Gugup Alden.
Dyana yang mendengar Alden berucap semakin gagap membuat nya menarik nafas dalam.
“Makan.” Ajak Dyana sambil menggeser mangkok bakso yang ada di depannya.
“Loe mau makan semangkok berdua?” tanya Alden heran.
“Yang bilang mau?” Alden menunduk dan melihat mangkok bakso yang ada di depannya.
“Kapan loe pesen?” rewel Alden.
“Loe mau makan apa kagak? Kalo kagak gue balikin.” Ancam Dyana.
Alden memanyunkan bibirnya, dan beralih memakan baksonya dengan perlahan.
“Loe sadar gak?” tanya Dyana pada Alden yang sedang memakan baksonya.
“Sadar tentang?” polos Alden.
“Gue ke kelas dulu. “ ucap Dyana langsung pergi meninggalkan Alden yang masih terheran dengan perlakuan Dyana.
**
Sesampainya di kelas Alden langsung memeluk Gion ala Titanic.
“Dih bocah ngapain loe!!!” jijik Gion sontak melepas pelukan Alden dari pinggangnya.
“Dyana.”
“Kenapa? Dikasarin? Atau loe di kasihanin lagi? Kan gue Uda bilang cari cewek lain aja.”
“Dyana PERHATIAN SAMA GUE…!!!!!” teriak Alden senang. Sontak seisi kelas melihat kearahnya.
“Kok bisa?” heran Gion.
“Ya bisa lah… tadi dia ngasih gue minuman sama bakso kantin, gue makan berdua Ama dia. Dan tiba tiba dia nanya gue sadar atau gak? Begonya saking gugup, gue gak mikir ehhh setelah Dyana pergi gue seneng banget.”
“Nah… besok loe tembak ye”saran Gion.
“Gue takut kayak kemarin lagi.” Tolak Alden
“Loe laki bukan? Masa gitu aja takut, kalo gitu gue yang nembak deh.”
“Matamu. Jangan berani berani.”
“Ya Uda loe tembak lah besok.”
“Ok liat aja.” Semangat Alden.
CERITA INI UPDATE SEHARI DUA KALI JANGAN LUPA UNTUK KLIK BINTANG DAN TINGGALKAN JEJAK KOMENTAR.
TERIMAKASIH
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Ok Not To Be Ok
JugendliteraturDyana adalah siswi pindahan yang memiliki sikap dingin dan tergolong datar. Berbanding terbalik dengan sikap Alden yang ramah dan hangat.