[spesial] Tembok Juga Punya Kuping Ternyata

305 51 0
                                    

2 0 1 0

Resa mengerut pelipisnya pelan. Bahkan terkadang menarik kedua sudut bibirnya tanpa sadar sehingga beberapa saat kemudian ia akan merutuki dirinya sudah gila. Ini semua karena Dathan Anggara, anak kelas sebelah yang menjadi jebolan karena tergabung dalam band berisikan kakak kelas sebagai drummer. Gimana Resa nggak kaya orang gila kalau tiba-tiba Dathan mengajaknya bicara sepulang sekolah?

Padahal meskipun mereka kerap berpapasan karena Resa sering mengekori Jaedrian—dan Jaedrian juga seringnya menemui anak band sehingga Resa otomatis beberapa kali bertemu Dathan, mereka nggak se-kenal itu untuk tiba-tiba bicara berduaan.

Tadinya Resa mau mengajak teman, namun apalah dayanya kalau temannya dikelas hanyalah Hayu sebab mereka sebaya. Sedangkan yang lainnya lebih tua setahun, bahkan ada yang dua tahun, jadi Resa sungkan mendekati mereka. Mana Hayu-nya nggak datang lagi hari ini.

Alhasil Resa hanya bisa menggigit bibir bawahnya, melihat jam pelajaran terakhir akan habis dalam beberapa menit. Kemudian tiba-tiba,

"Resa,"

"Iya, kenapa Kak Rio?"

Dia sedikit kaget dengan salah satu teman sekelasnya yang mendadak pindah duduk ke tempat Hayu, disampingnya, yang tengah kosong.

"Udah dibilang jangan pake 'kak', kita sekelas loh." Rio berujar, berbalik untuk mengambil buku dan pulpennya yang berada tepat dimeja belakang.

Sedangkan Resa meringis, tersenyum canggung. Ingin sekali bertanya kenapa cowok itu pindah ke sampingnya disaat Pak Oza sedang menjelaskan materi didepan. Pasti ada sesuatu, terkanya. Dan benar saja tidak lama kemudian Rio buka suara. "Res, kamu 'kan pinter. Punten bantosan abdi dong, jawabin soal-soal matematika Bu Ida. Ini teh remedial ulangan, harus dikumpul besok pagi sebelum masuk kelas."

"T-tapi itu Pak Oza..."

"Kamu 'kan pinter atuh, nggak perlu dijelasin juga udah ngerti."

Resa bimbang. Mau menerima tapi penjelasan Pak Oza penting, mau menolak tapi nggak enak. Namun akhirnya dia mengalah, mengambil buku Rio dan mulai mencorat-coret jawaban dari lima buah soal tersebut dalam diam. Kalau Resa hanya menjelaskan cara mencarinya, takutnya otak Rio nggak bisa menangkap sebab waktu mereka tinggal dua-puluh menit. Jadi biar menghemat waktu, Resa sendiri yang mencari jawabannya. Toh nggak makan waktu lama juga.

Syukur soal-soal Rio selesai bertepatan dengan bunyi bel. Resa buru-buru membereskan barang-barangnya dan cepat-cepat pergi menemui Dathan. Kalau nggak salah Rio masih betah berada didalam kelas, tidak tahu untuk apa. Palingan juga berbagi jawaban kepada temannya yang sama-sama remedial. Makanya wajar-wajar aja kalau besoknya, semua yang remedial menjawab jawaban yang sama seperti Rio. Ini bukan pertama kalinya jawaban Resa digunakan secara massal.

"Disini, Res!"

Pekikan Dathan terdengar nyaring. Maklum, mereka ketemuan di ruang musik yang cukup kedap suara. Dathan duduk dikursi terdepan sehingga Resa butuh beberapa detik untuk sampai dihadapan cowok itu.

"Ada perlu apa, Than?" Resa bertanya begitu sampai.

Dathan malah menepuk-nepuk ruang kosong disebelahnya.

"Sini duduk dulu,"

Namun bukannya duduk disampingnya, Resa malah membiarkan ruang tersebut tetap kosong dan duduk dengan jarak yang lebih jauh. Dathan mau bingung, tapi cewek didepannya ini termasuk segelintir murid yang panjang roknya sampai mata kaki meskipun nggak berjilbab. Apalagi setelah mencari tahu nama panjang Resa, sepertinya Resa punya keturunan Arab. Jadi Dathan memakluminya.

PRELUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang