🌿23🌿

420 50 7
                                    

Telat banget, I KNOW THAT😭
Tapi semoga chapter ini bisa nemenin kalian sahur atau buat yang masih tidur, ntar pas bangun kaget dapet notif ehe <3

➖🔅➖

Peristiwa kancing copot itu benar-benar membawa malapetaka.

Aku terpaksa menggeledah hampir seluruh isi lemari berisi baju-baju lama yang terletak di sudut kamarku karena nggak mungkin 'kan, aku membiarkan Mas Akas berkeliaran dengan kemeja itu? Kecuali sekarang masih dua bulan yang lalu dan aku baru mengenalnya sebatas orang yang sangat sinting, mungkin akan kubiarkan dia menanggung malu.

"Resa,"

"Iya," jawabku tanpa menoleh saking sibuk mencari kemeja batik (sesuai permintaannya) yang bisa dipakai.

"... saya... boleh masuk?"

"Hng?"

Pertanyaannya membuatku spontan saja berbalik, hanya untuk melihat Mas Akas membelakangi pintu dari celah yang sedikit terbuka. Untuk sekedar masuk kekamarku yang pintunya hanya perlu disentil sedikit agar terbuka lebih lebar... dia meminta izin?

Kalau boleh jujur, aku akan berkata, aku kagum padanya. Aku terdengar aneh, ya? Harus kuakui kalau meminta izin untuk masuk kekamar seseorang memang bukan hal yang jarang ditemukan, tetapi sudah sewajarnya. Apalagi kamar perempuan. Tetapi karena kebanyakan orang di lingkunganku tidak melakukan hal yang sudah sepatutnya wajar tersebut, aku jadi merasa Mas Akas menambah satu poin plus bagi dirinya.

"B-boleh. Siapa juga yang ngelarang,"

"Kalau gitu, saya boleh lihat-lihat?"

"... b-boleh sih, tapi memangnya apa yang bisa dilihat?" tanyaku dengan sedikit tertawa, agak canggung sih. Lagian orang ini aneh banget. Perasaan Mas Jae nggak se-sungkan itu.

"Banyak."

"Banyak?"

"Karena ini 'kan kamar kamu, calon istri saya."

"..."

Dih, mulai. Beruntung aku beresin kamar tadi pagi.

Loh, bentar. Kenapa aku harus beruntung atas hal itu?!

"Ehm, lihat-lihat aja ya. Jangan diberantakin." kataku berpura-pura tenang padahal jauh didalam hati, aku rasanya ingin berteriak saja. Mana dia nggak membalas dan cuma terkekeh sebentar.

Selagi aku masih lanjut menyusuri seluruh isi lemari untuk menemukan kemeja batik sebagai baju gantinya, kupikir aku bakalan menyusuri lemari dengan tenang selama membiarkan Mas Akas berkeliling kamar. Ternyata tidak begitu. Memang sih dia menurut untuk nggak menyentuh apapun, tetapi nggak tahunya dia bertanya untuk setiap benda yang terlihat di matanya, persis layaknya anak kecil yang selalu ingin tahu tentang segalanya.

"Ini foto kapan, Resa?"

"Yang mana, mas?" Aku terlalu sibuk untuk menatap foto yang dimaksud.

"Ini, yang kamu pake kebaya abu-abu terus disebelahnya Jaedrian pake batik abu-abu juga."

"Itu waktu Bang Raid lamaran kayanya. Memang semuanya diseragamin pakai abu-abu,"

"Kalau yang ini?"

Aku akhirnya berbalik cuma untuk melihat foto yang ditunjuknya. "Kalau itu pas aku wisuda SMP deh, kalau nggak salah. Seingatku sih iya soalnya topi wisudanya sempet ketinggalan, untungnya Mas Jae bisa bawain."

"Hng... yang ini? Pasti waktu kamu wisuda, ya? Pegang-pegang buket bunga begini." tanyanya yang membutuhkan beberapa detik sebelum aku bisa menjawab. Aku mendapat sebuah kemeja batik, sebab itu aku mendatangi Mas Akas sambil membuka seluruh kancingnya.

PRELUDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang