Aira menatap lurus kearah pria yang sedang berdiri membelakanginya. Karena merasa terkacangi Aira kemudian menghela nafas kasar.
"Permisi," ucap Aira namun tak ada sahutan dari Varo.
Ia mencoba lagi. "permisi," apa calon atasannya ini tuli.
Varo kemudian berbalik. "kita bertemu lagi," ucapnya seraya tersenyum miring.
Degggg....
Aira terkejut mengapa pria itu ada disini. Aira ingin sekali berteriak dan memaki pria yang berada dihadapannya ini."Apa kau ingat padaku?" Tanya Varo pada Aira.
Aira mengenyit. "Ya tentu saja tuan, kau yang menolong putraku," jawab Aira ia berusaha untuk berbicara senormal mungkin, Varo berjalan mendekat kearah Aira.
"Apa kau istri dari Aksel?" Tanya Varo, Aira mengerutkan dahinya.
"Ya... ya aku istri Aksel," ucap Aira.
Varo berhenti tepat didepan Aira, tangannya perlahan menyapu lembut wajah Aira, Aira melotot kearah Varo.
Bukkk...
Aira mengunci pergerakan Varo dengan kakinya, lalu menjatuhkannya dilantai, bahkan belum bekerja ia sudah bersikap brutal pada bosnya. Aira menepuk-nepuk tangannya seperti sedang membersihkan debu.
"Ck," Varo bangkit, lalu merapikan jasnya.
"Kau sungguh agresif rupanya," Aira ingin melayangkan bogeman tepat pada wajah Varo, namun belum menyentuh wajahnya, Varo lebih dulu menahan kepalan tangan Aira dengan tangan kanannya.
"Kau," geram Aira.
"Tenagamu besar juga ya, menarik," ucap Varo seraya tersenyum licik.
"Lepaskan tanganku," Aira sangat ingin membogem wajah Varo.
"Kau diterima," ucapan Varo seraya melepaskan tangan Aira.
"Apa maksudmu, bahkan aku belum diwawancarai," Aira menatap bingung kearah Varo.
"Jangan banyak tanya, kau diterima sebagai sekertarisku."
"Aku melamar pekerjaan sebagai devisi pemasaran bukan sekertaris," ucap Aira, ia menatap tajam kearah Varo.
"Dan kau akan tetap menjadi sekertarisku," ujar Varo seraya berjalan kemeja kerjanya.
"Apa kau gila, bos macam apa kau ini," Aira mengatai Varo tanpa berfikir panjang, biarkan saja. Pria itu pantas mendapatkannya.
"Lihatlah belum resmi menjadi sekertarisku kau sudah mengataiku gila," ujar Varo.
"Ya karna kau bos gila," ujar Aira, ia sama sekali tak merasa takut atau gentar. Bahkan wanita itu ingin mencakar wajah tampannya.
Ceklek...
Ciko masuk dengan beberapa orang yang sedang mengangkat meja baru dan kursi, serta perlengkapan lainnya.
"Letakkan saja disana," Varo menunjuk pada pojokan kosong diruangannya. Mereka kemudian menatap meja kerja itu, Aira menatap heran.
"Untuk apa itu?" Tanya Aira, ia melirik kearah Varo.
"Itu mejamu, dan mulai sekarang kau bekerja, duduklah disana," kata Varo seraya melangkah mendekat ke meja kerjanya dan duduk dikursi.
"Dasar gila," ejek Aira.
"Besar juga nyalimu, dan yah mejamu akan disana," Varo menujuk kearah pojok disana ada meja kerja Aira.
Aira menatap tak suka pada Varo. "Hei Pak tua, selain gila kau juga sinting rupanya, mengapa meja sekertaris bercampur dengan ruangan bos gila sepertimu" dumel Aira.
Hal itu membuat Ciko dan empat orang pria lainnya yang berada disana menjadi kaget, apa wanita itu gila telah berbicara seperti itu pada bosnya.
Varo tidak merasa marah sedikitpun ketika Aira memakinya. "Mulai hari ini, itu peraturannya," kata Varo. Kini Ciko dan yang lainnya menatap kearah Varo, mereka mengaga tak percaya, ada apa dengan bosnya, mengapa ia tidak marah sekalipun.
"Dasar sinting," delik Aira. Lagi dan lagi Ciko dan yang lainnya menatap kearah Aira.
"Dan mulailah bekerja hari ini," Aira menatap Varo dengan kesal.
Karna sudah malas meladeni bos barunya itu, Aira terpaksa berjalan menuju meja kerjanya.
"Emm... Bos kami keluar dulu," Ciko pamit dan keluar dari ruangan Bosnya diikuti oleh empat pria lainnya. Sedangkan Vari tidak menjawab sama sekali."Apa yang akan ku lakukan?" Tanya Aira saat sudah duduk dikursinya.
"Kau cukup diam disana," ucap Varo seraya membuka berkas-berkas yang lainnya.
"Apa kau tidak punya otak, apa aku bekerja disini hanya untuk berdiam diri begitu."
"Diamlah disana dan jangan banyak bicara," ucap Varo tanpa menatap kearah Aira.
Pintu ruangan terbuka, disana ada seorang wanita berpakaian ketat sedang membawa berkas-berkas, ia berjalan kearah Varo dengan anggun, Aira menatap datar kearah wanita itu."Bos, berkas dari devisi umum" ujar wanita itu.
"Hm" Varo hanya berdehem, wanita itu lalu menyimpan berkas itu diatas meja, ia lalu melirik tajam kearah Aira, yang dibalas tatapan datar.
"Siapa kau?" Tanya wanita itu, dari nada bicaranya yang sedikit keras sepertinya ia tak menyukai keberadaan Aira.
"Aku? tanyakan saja pada dirinya," ketus Aira, biar saja ia di cap sebagai karyawan yang kurang ajar, pada nyatanya ia tidak suka menjadi sekertaris karna itu bukan seleranya.
"Hei perhatikan cara bicaramu terhadap bos," tegur wanita itu.
"Apa aku terlihat peduli," Aira menatap santay kearah wanita itu.
"Jika kau tak punya urusan lagi, kembalilah keruanganmu Tina," titah Varo.
"Tapi bos."
"Apa kau mau dipecat hah," suara Varo naik satu oktaf.
"Baik bos, saya permisi," Tina pergi dari ruangan Bosnya dengan perasaan kesal, bagaimana bisa wanita itu tidak diomeli sedikitpun, sedangkan dirinya oh astaga dia tidak akan membiarkan hal ini terjadi, dia akan membalas wanita itu lihat saja nanti.
Didalam ruangan, Aira tak melakukan apapun ia merasa bosan, bos gilanya itu hanya menyuruhnya untuk diam dan tak melakukan apapun membuat Aira ingin menebas kepala Varo.
"Hei bisakah aku membantumu, aku disini untuk bekerja apa kau tuli," omel Aira, namun sama sekali tidak didengarkan oleh Varo.
"Dasar Pak tua," Aira kemudian berdiri ia berjalan menuju pintu ruangan, mungkin menggelilingi kantor tidak masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LEADER OF MAFIA ✓
ActionTERBIT--- Aira Kenza Liona pemimpin mafia terbesar di Negaranya, karena kesalahan satu malam-tiga tahun yang lalu, mengharuskannya menjadi seorang ibu tunggal diusia yang masih terbilang sangat muda. Alvin Graha Lionel anak berusia tiga tahun, mempu...