Kala itu seorang gadis kecil menangis tersedu-sedu di dalam toilet akibat seragamnya yang kotor. Tidak ada orang dewasa yang membantu dan tidak ada satu pun teman yang peduli. Namun, seperti dongeng Cinderella yang selalu Aya baca menjelang tidur. Hari ini ia kedatangan seorang peri di tengah isak tangisnya yang lara.
"Kamu... Manusia, kan?" sebuah pertanyaan aneh dari sang peri menguar di udara.
Entah apa maksdunya, namun perlahan ia mendaratkan jemari lentik di permukaan pipi Aya yang merona, memberi sentuhan magis sehingga Aya berhenti menangis. Tanpa sadar atensi Aya telah tercuri pada sosok makhluk kecil yang sekarang entah mengapa melepas jaketnya.
"Ini! Pakai punya aku!" ujar peri biru sambil menyerahkan jaket birunya.
Bingung. Barangkali Aya kecil amat bingung dan membutuhkan waktu guna menyerap informasi sambil mengusap air mata. Bukan karena tak mengerti ucapan dari seseorang dihadapan. Melainkan ragu apakah orang itu benar-benar baik dan tulus, tidak seperti teman-teman Aya yang lain? Namun pada akhirnya, lengan Aya ditarik lembut untuk keluar dari bilik toilet yang pengap. Tatapan teduh dan senyum penuh kehangatan kiranya mampu meruntuhkan keraguan dalam benak Aya.
"Cepet pakai! Kamu boleh pinjam jaket punyaku, kok." tawarnya, memberi jaket biru itu kendati sejujurnya sedikit terlihat memaksa.
"Makasih." hanya ada kata paling sederhana yang dapat keluar dari pita suara Aya yang parau. Benar kata mama, menangis hanya membuat suara Aya seperti anak katak.
"Eh, di rok kamu juga ada tumpahan susu! Aku bantu bersihin, ya?" pinta peri biru.
Sekarang anak yang baru pertama kali Aya temui tengah sibuk membersihkan noda coklat di ujung roknya. Sementara Aya hanya termangu sebab pikirannya terlanjur mengelana, membayangkan bahwa peri birunya akan mengubah masa-masa sekolah Aya menjadi lebih indah, seperti dongeng Cinderella yang selalu Aya percaya.
"Oya, kenapa rok kamu bisa kotor" kiranya peri yang ini tidak memiliki kekuatan untuk membaca pikiran Aya.
"Tadi aku gak sengaja nyenggol temen aku di kantin, terus dia marah dan akhirnya siram aku pakai susu coklatnya." Aya kembali murung bila mengingat kejadian tadi.
"Terus kenapa malah nangis? Harusnya kamu laporin aja ke bu guru!"
"Nanti temen aku jadi kena marah, dong?"
"Biarin aja dia kena marah. Dia, kan udah buat kamu sedih!" timpal anak itu, nadanya terdengar penuh penekanan.
Barangkali Aya kini sudah tidak peduli lagi dengan seragamnya yang tidak seputih semula, mengingat atensinya kini terpusat pada bulir bening yang menciptakan jejak di kening. Kening seseorang yang sama kecil dengannya, namun nampak lebih ceria dan pemberani.
"Makasih, ya udah mau bantu aku." ungkap Aya, menghapus peluh di kening anak itu dengan jemari lentiknya.
"Sama-sama." balas peri biru tak bersayap. "Oya, kamu mau jadi temen aku, gak?" pertanyaan itu langsung mendapat anggukan dari endofin Aya, mengingat selama ini ia sudah mendamba seorang teman yang akan selalu ada di sisinya. "Namaku Ell. Kalau kamu siapa?" lanjut pemuda kecil itu, mengulurkan tangannya.
Yang ditanya lantas menjawab "Aku Aya." sambil menjabat uluran tangan dari teman barunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EGLANTINE [T.A.M.A.T]
Teen FictionEGLANTINE tidak menjanjikan prolog yang indah, tidak pula mengiming-imingi epilog yang mendebarkan. Karena EGLANTINE hanya mengisahkan sebuah perjalanan yang tidak mengenal usai. *・゚゚・*:.。..。.:*゚:*:✼✿◌✾◌✿✼:*゚:.。..。.:*・゚゚・* Apa jadinya bila seorang g...