30. Kamu Tahu

58 5 11
                                    

ADA satu aktivitas yang sering Intan lakukan akhir-akhir ini; melamun. Jika Ell saja bisa menyadari adanya perubahan pada sikap Intan, tentu sama halnya dengan Gisella dan Fajar selaku orang terdekat ketua kelas XI IPA 2. Bahkan di kantin yang penuh nan ramai hingga detik ini, gadis berikat kuda itu masih saja diam membisu seolah tengah dijerat depresi berat.

"Dari kemaren gue perhatiin lo diem mulu. Lo ada masalah ya, Tan?" selidik Fajar, gadis bersurai keriting.

"Iya. Cerita dong, Tan. kali aja kita bisa bantu." pinta Gisel, mengingat Intan selalu menghibur Gisel dikala susah dan kali ini Gisel ingin membalas kebaikan sahabatnya.

"Gak ada apa-apa, kok!" elak Intan, urung berbagi kegundahan sambil mengaduk-aduk mie ayamnya.

"Kalau ada apa-apa jangan dipendem sendiri, Tan. Emang lo mau mati muda gara-gara stres?" cecar Fajar, menyesap sejumput kuah mie ayam yang baru datang.

Marco dan Julian yang kebetulan berada di meja yang sama dengan ketiga gadis itu lantas ikut masuk ke dalam obrolan mereka, mengingat pesanan dua sejoli yang nyaris menandingi kemesraan Sindy dan Radi belum usai diolah. Namun, alih-alih bersimpati, keduanya justru acuh tak acuh ketika menanggapi kekhawatiran Gisel dan Fajar.

"Eh, gue punya cerita lucu, nih!" seru Marco, menghentikan game Neko yang sejak tadi ia mainkan.

"Apaan sih, Co! Intan lagi gundah gulana eh, elo malah sempet-sempetnya mau ngelawak!" berang Gisel seraya tersungut-sungut.

"Sel, kadang orang tuh tau mana masalah yang perlu diceritain sama mana yang nggak! Emangnya elo! Masalah temennya temen lo juga lo ceritain ke temennya temen lo!" sahut Julian sambil mendandani karakter Neko dalam gawai.

"Iiih kok, jadi gue, sih?" dengus Gisel, bibirnya mencebik nyaris 5cm.

"Heh! Kalian kalau mau ribut mending pergi jauh-jauh, deh!" rutuk Fajar. "Sakit telinga gue tau gak!" mengingat posisi Fajar berada di tengah-tengah Gisella dan Julian, gagal menikmati mie ayamnya dengan tenang.

Kedua remaja itu memang kerap bersiteru. Bahkan tidak jarang mereka saling membongkar aib satu sama lain untuk dipamerkan kepada teman-teman seangkatan. Padahal Gisella dan Julian adalah saudara persepupuan yang sejak SD selalu di sekolahkan di tempat yang sama. Namun, kebersamaan yang terjalin dalam kurun waktu 11 tahun itu justru menjadi bumerang bagi mereka.

"Jadi, apaan Co cerita lucu lo?" lanjut Julian, pemuda yang hari ini memakai kaca mata baru sebagai manifestasi buang sial dari semburan maut Marco minggu lalu.

"Astaga belom kelar juga." gumam Fajar seraya menghela napas, tidak mengerti lagi di mana Julian melempar akal sehatnya.

"Jadi, kemaren itu gue anter Intan ke apotek buat beli obat pereda nyeri buat pak Mawardi." ujar Marco, masa bodoh dengan omelan Gisel dan Fajar. "Eh, si intan sotoy. Dia bilang ke apotekernya minta obat Alpra... Alpra apaa gitu gue lupa. Terus apotekernya bilang kalau itu bukan obat pereda nyeri. Tapi, obat penenang!" sambungnya, bila diingat kembali masih saja terasa lucu.

"HAHAHA!" Julian sontak tergelak. "Anjir! Lo jahat banget sih, Tan! Harusnya lo beliin obat penenang itu buat si Gisel!" katanya di tengah gelitik perut yang tidak tertahan.

"Apaan, sih! Kok gue lagi!" kali ini Gisel tidak mampu membendung gelombang amarah, memukul Julian yang berada di sebelah Fajar sehingga membuat gadis sawo matang itu terkena imbasnya sebab berada di tengah-tengah mereka.

Sungguh. Ketiga makhluk ini – Gisella, Marco, dan Julian – sangat beruntung. Sebagai atlet volly yang menyandang posisi penyerang tentu hal yang mudah bagi Fajar untuk menghadiahi wajah mereka dengan pukulan smash mematikan. Namun, hari ini Fajar cukup bermurah hati kepada para sahabatnya yang tidak beradab, lebih memilih untuk pindah posisi dan duduk di hadapan Intan sambil membawa semangkuk mie ayam.

EGLANTINE [T.A.M.A.T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang