"Mana? Di mana?" Aya ikut terkejut akibat pekikan Yash.
"Itu! Itu! Di situ!" Yash panik, menunjuk dengan tangan gemetar ke sekitar pintu.
Bola mata itu terus berputar guna memeriksa sekeliling, memancarkan tatapan siaga. Alih-alih merasa terancam seperti yang tengah Yash rasakan, air muka Aya justru tidak banyak mengalami perubahan, berusaha tetap tenang kendati Yash berkali-kali membuat gendang telinganya pecah dengan suara yang meracau.
"Tadi tiba-tiba dia lewat di depan gue!" tambah Yash, masih bersembunyi di balik tubuh gadis bersenjata sapu dan pengki itu.
Siapa pun, tolong katakan kepada Yash bahwa jangan lupa untuk mengontrol wajahnya! Suruh ia untuk segera turun dari bangku sekarang juga! Bangku renta itu sudah kepayahan menahan bobot Yash yang nyaris setara dengan kulkas dua pintu. Andai Aya melihat raut wajah Yash detik ini. Barangkali pemuda itu akan diejek habis-habisan hingga tak sanggup melanjutkan hidup lagi.
"Mana? Gak ada, tuh!" Aya masih tidak menemukan tanda-tanda serangan datang, mendekati tumpukan kardus bersama sepatu putihnya.
"Cari yang bener, dong! Mata lo masih berguna gak, sih?" omel Yash.
PLAK!!!
Sebuah dentuman keras terlahir dari sapu yang diadu ke lantai. Kiranya Aya masih memiliki sedikit nurani untuk memberi pukulan sapunya ke lantai daripada ke wajah Yash yang sebenarnya sangat ingin Aya beri hadiah. Lantas mengangkat sapu guna memeriksa hasil jerih payahnya.
"Dapat! Udah mati, nih!" katanya, memegang salah satu antena kecoa seraya memperlihatkannya pada Yash.
"Iiish... Jorok banget, sih! Buang! Buang!" pinta Yash, menatap risih.
"Ppffftt... HAHAHA!!" tawa Aya meledak ketika melihat Yash berdiri di atas kursi. Bahkan wajah itu sangat memperlihatkan sebuah ketakutan. "Padahal kecoanya masih balita! Tapi, lo setakut itu Yash?" masih tidak dapat membendung gelaknya.
Dinding baja yang tebal nan berduri, tiba-tiba melebur dan menguar diudara. Sama seperti Alfarezell Yash Prakarsa, pemuda yang selalu diselimuti keangkuhan namun mendadak lenyap hanya karena seekor serangga. Jujur. Bahkan saat ini terbesit dalam otak Aya bahwa mungkin saja selama ini sifat keras Yash tidak lebih dari sekedar kedok belaka.
"Siapa yang takut? Gue cuma geli liatnya!" bantah Yash, mulai turun dari atas kursi. Sungguh. Yash bukan seorang penakut! Takut dan geli adalah dua hal yang amat jauh berbeda. Dan Yash hanya geli dengan serangga kurma itu.
Ledakan tawa yang membabi buta lantas membangunkan sosok Yash yang sebenarnya, Yash yang selalu menganggap Aya tak kasat mata - transparan. Kini pemuda itu hanya duduk memunggungi Aya sambil melipat kedua lengan di dada, menyembunyikan wajah yang mulai menyaingi warna pertama pelangi.
"Sisanya lo kerjain aja sendiri!"
"Ih, kok gitu, sih? Kerjaan kita baru setengahnya tau?!" dengus Aya, bahkan bibirnya mencebik. "Lo marah, ya gara-gara gue ketawa?"
Yang ditanya lebih memilih untuk bungkam. Tidak peduli dengan apa yang ada di isi kepala gadis itu.
Apaan, sih nih orang? Bisa ngambek juga, ya? heran Aya, urung diperdengarkan.
Jika dahulu kisah Cinderella yang bahagia pernah terjadi antara Aya dengan Ell sebagai peri birunya. Maka kali ini kisah Cinderella itu terjadi dengan versi terburuk, Aya terjebak dengan sosok ibu tiri jahat - Yash - yang selalu siap menyiksa. Pemuda itu hanya duduk tenang berpangku tangan tanpa peduli pada Aya yang sibuk sendiri.
BRRUUUK!!!
Dentuman keras kembali terdengar dari suatu tempat, di belakang Yash. Otomatis memutar tubuh guna melihat sumber suara, waspada pada serangan kedua dari kerabat kecoa yang sewaktu-waktu dapat kembali menyerang. Namun, kali ini bukan berasal dari sapu yang beradu. Melainkan tubuh Aya yang terkulai di lantai, terbaring tak berdaya. Lantas mendekat pada Aya yang tak jua menunjukan tanda-tanda kehidupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
EGLANTINE [T.A.M.A.T]
Roman pour AdolescentsEGLANTINE tidak menjanjikan prolog yang indah, tidak pula mengiming-imingi epilog yang mendebarkan. Karena EGLANTINE hanya mengisahkan sebuah perjalanan yang tidak mengenal usai. *・゚゚・*:.。..。.:*゚:*:✼✿◌✾◌✿✼:*゚:.。..。.:*・゚゚・* Apa jadinya bila seorang g...