19. Kepada Kita

69 7 21
                                    

Langit yang semula biru terang sebab tak ingin kalah cantik dengan lautan kini telah berubah menjadi hamparan mega seindah marigold yang merekah dengan sempurna, begitu elok dengan semburat cahaya jingga yang terlalu sayang untuk dilewatkan. Diam-diam Aya mengabadikan potret Ell dari belakang di pinggir Jl. Dago yang mendadak memiliki suasana romantis. Sungguh. Aya yakin bahwa suatu hari potret ini akan menjadi salah bukti dari masa remajanya yang sangat indah.

"Mampir ke situ, yuk!" tunjuk Aya pada kedai eskrim yang ada di seberang sana. "Aku udah nahan kekeringan ini dari sepulang sekolah, tau!" menarik salah satu pergelangan tangan Ell tanpa ingin mendengar jawaban.

Bahkan ketika Aya tidak menarik paksa lengan itu, sebenarnya Ell tidak akan menolak dan justru akan menggenggam lebih dulu untuk mengantar Aya sampai ke seberang. Namun, dari empat langkah sepatu putih yang berjalan beriringan dengan riang, dua diantaranya mulai terasa berat dan mematung seolah kehilangan minat. Genggaman yang semula begitu kokoh perlahan terlepas sebab Aya telah menyerah.

"Oma." kata yang tidak mampu ditahan lagi oleh ujung lidah Ell ketika harus berpapasan dengan seorang nenek yang ditemani dua wanita lansia lainnya.

Yang disapa otomatis menoleh, ikut mematung sebab terkejut oleh sebuah kebetulan yang tidak pernah ia harapkan. Kedua wanita paruh baya yang datang bersama oma turut menghentikan langkah, pun Aya yang ikut bergeming di tempat sebab masih berusaha menyerap serangkaian informasi.

"Laras, kamu kenal mereka?" tanya salah satu wanita paruh baya bergaun cokelat pada dua remaja yang tengah menyembunyikan seragam sekolah di balik sweater peach dan hoodie hitam.

"Oooh.. Iyaa.... Ddd-dia cucuku." jawab oma, tersenyum getir.

"Waah... hebat juga, ya kamu punya cucu seganteng ini?" sahut nenek bertas senada dengan gincu bibirnya.

"Selamat sore, oma? Aku Aya, temennya Ell. Kebetulan banget, ya kita ketemu di sini!" sapa gadis itu tanpa ada sekit pun ragu yang bisa menghentikannya, merasa paham sepenuhnya atas apa yang sedang tejadi detik ini.

"Iya.. Kebetulan banget, ya!" oma Laras tersenyum penuh makna.

Sebenarnya oma Laras sudah memiliki janji dengan kedua temannya untuk makan malam bersama. Namun, semesta begitu berbaik hati untuk memberi skenario terlucu dalam mempertemukan oma Laras dan Ell setelah sekian lama mereka tidak bersitatap. Dan lucunya lagi setelah bertahun-tahun bermain petak umpet, pada akhirnya permainan itu harus berujung dengan intervensi kebetulan.

"Kamu kenapa ada di sini?" tanya oma Laras.

"Aku pindah sekolah ke Bandung." timpal Ell.

"Waah.. Masa cucu sendiri pindah sekolah gak tau sih, Ras!" celetuk teman oma.

Lagi-lagi oma Laras hanya dapat membalas dengan senyuman terbaiknya. "Maaf, kalian duluan aja, ya? Aku mau makan malam sama cucuku, karena sudah lama kita gak ketemu. Nanti aku kabari lagi." pinta oma Laras.

"Iya, gapapa, kok. Kita ngerti, kamu pasti kangen karena sudah lama gak ketemu sama cucumu." sahut wanita berurai nyaris memutih. "Kalau gitu dinner-nya kita reschedule aja, ya!" tambahnya, sambil mengulas senyum sebelum akhirnya berlalu.

Setelah kedua wanita paruh baya kenalan oma Laras pergi, kedua remaja itu menyambangi salah satu restaurant Thailand yang sedang happening di Bandung. Jujur. Aya sendiri agak bingung mengapa kabut tebal keheningan tak kasat mata tengah menyelimuti mereka. Bahkan untuk sekedar menanyakan kabar atau obrolan ringan lainnya saja tidak ada. Menurutnya momen langka ini harus dimanfaatkan dengan baik.

Apa keluarga konglomerat selalu sekaku ini? tanya Aya untuk ia nikmati sendiri.

"Kalian mau makan apa?" tanya wanita bergaun maroon sambil menatap buku menu.

EGLANTINE [T.A.M.A.T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang