18. Semesta Utarakan

70 7 11
                                    

"UDAH, nih gak ada yang perlu ditambahin lagi? Yakin kita gak perlu beli alat-alat makeup?" tanya Aya, meyakinkan sekali lagi barangkali ada yang ia lewatkan.

"Kalau untuk kostum sih, kayanya cukup." jawab Fajar.

"Masalah makeup itu gampang, sih. Nanti gue tinggal pinjem alat makeup Bella sama Sindy aja kalau ada yang kurang." tambah Gisella, mengingat dirinya, Bella, dan Sindy memiliki beberapa koleksi barang kosmetik.

"Oya, kelas lain udah pada cari-cari tempat sewa buat kostum mereka, lho!" celetuk Intan, ketua kelas yang dengan senang hati menemani jalannya rapat stylish and makeup team. "Mestinya, sih besok kita juga udah mulai cari kostum. Takutnya kalau mepet-mepet nanti susah buat booking, atau kalau pun ada takutnya kostumnya malah kurang cocok dan mengecewakan." saran yang patut menjadi bahan pertimbangan.

Kendati waktu tengah menunjukan pukul lima yang hanya menyisakan ketua kelas XI IPA 2 dan tiga orang dari stylish and makeup team, tapi hal itu tidak mengendurkan semangat mereka untuk merampungkan rapat dadakan yang digelar saat ini. Rapat yang begitu panjang sebab harus mencari jalan tengah dari setiap ego terhadap selera busana dan riasan yang banyak macamnya.

"Gue sama Fajar udah cari-cari info untuk tempat sewa kostum yang bagus, kok. Kemaren sih, gue dapet rekomendasi dari sepupu gue katanya di Jl. Dago ada tempat sewa yang bagus gitu. Nama tokonya Istana Kostum." timpal Gisella, gadis bemata sipit.

"Iya, tapi masalahnya kalau besok gue gak bisa, soalnya ada acara lamaran kakak gue." dengus Fajar, setengah menyesal sebab tidak mampu menolong banyak.

"Gue juga besok ada les dan kali ini gue gak boleh bolos lagi. Kalau ketauan bolos bisa-bisa hp gue disita sama nyokap." mengingat ibunya murka sebab rapor Gisel nyaris dilahap si jago merah, banyak nilai akademik yang kurang memuaskan di semester kemarin.

Entah mengapa semua mata kini tertuju pada Intan yang terkenal sebagai dewi penyelamat diangkatan mereka, menatap penuh binar dan penuh manipulasi. Sungguh. Bahkan sebagai dewi penyelamat yang kerap setengah terpaksa membereskan ulah teman-temannya, saat ini Intah juga butuh diselamatkan.

"Oh, hey! Urusan gue juga banyak kali... Tanggung jawab gue sebagai Sekretaris di acara pensi kali ini gak main-main, tau!" Intan menolak mentah-mentah tanpa merasa bersalah demi bisa menyelamatkan dirinya.

Sekarang tinggal Aya yang belum bersuara, sedikit bingung ketika hendak memberikan kalimat terbaik yang dapat menyelamatkan diri. Sejatinya bekerja secara berkelompok dan saling bahu membahu selalu membuat beban terasa ringan. Tetapi, pilihan menanggung semuanya sendirian terkadang muncul di setiap kemungkinan.

"Yaudah... besok gue yang coba ke sana, deh!" ucap Aya, menyerah pada setiap pasang mata yang seolah memaksa untuk bersedia.

Setelah setengah jam melakukan perang pikiran yang cukup alot di kelas. Akhirnya, detik ini anggota stylish and makeup berhasil menyelesaikan masalah mereka, pulang dengan beban dan tanggung jawab masing-masing sebagai buah tangan yang harus mereka bawa sampai ke rumah.

Petang ini mega tak menguning, pula tak melukis garis jingga kemerahan seperti kemarin. Barangkali sang langit sore sedang tidak dalam kondisi terbaiknya, begitu sendu hingga menitikan air ke buana. Entah kisah macam apa yang ada di balik tangisnya. Namun, awan begitu ikhlas untuk meluruh menjadi tetesan air yang terjun bebas ke marcapada. Begitu tabah dalam mengenyahkan diri demi hadirnya sebuah pelangi.

"Lho! Kamu belum pulang, Ell?" heran Aya, mendapati sosok Ell yang menegak di tepi koridor, di sisi hujan yang tidak mampu menyentuhnya.

"Ay, bisa gak kamu berhenti panggil aku Ell?" tanya pemuda bersurai agak basah.

EGLANTINE [T.A.M.A.T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang