TIDAK ada pilihan selain harus mengikuti aturan main tante Widya jika ingin terbebas dari penjara tak kasat mata tanpa jeruji besi ini secepatnya, mengingat kadar kecemasan tante Widya telah bertambah sehingga mengutus dua bodyguard khusus untuk mengawasi Ell di rumah sakit.
Seperti kemarin, hari ini pun Ell kembali mengunjungi roof top rumah sakit di lantai 21, menatap hamparan hiruk pukuk ibu kota di bawah sana bersama asa yang erat menyelimutinya. Berusaha meyakini diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, mengubah pola pikir dengan tendensi ekstrem tidak pernah berjalan dengan mudah.
"Yash?" suara parau terpantul jelas di gendang telinga Ell, mendapati orang yang sangat ingin Ell hindari beberapa hari ini. "Ngapain kamu di sini?" tanya dokter Sam.
"Mau terjun bebas, tapi takut mati. Pingin sendiri, tapi takut sepi. Berusaha yakin aku ini normal. Tapi, justru buat aku semakin ngerasa aku ini benar-benar gila." tutur Ell, menatap bangunan gedung-gedung menjulang di seberang.
Ell kini tengah diserang kembali oleh kumpulan ambivalensi, keadaan perasaan bertentangan terhadap situasi atau seseorang yang terjadi secara bersamaan. Di dalam ambivalensi kejiwaan manusia terdapat rasa takut dan harap. Ketakukan dan harapan ini adalah dua garis jiwa yang berlawanan dan berada pada sudut yang saling berhadapan.
"Ambivalen hampir sama dengan rasa bersalah, Yash. Misalnya kamu mencoba untuk buang sampah sembarangan, tapi setelahnya kamu malah diikuti rasa bersalah. Semua itu terjadi karena di dalam diri kamu ada sebuah super ego yang sangat kuat. Dan sesuai namanya, super ego hanyalah sesuatu yang ideal, bukan kenyataan. Here and now. Kalau kamu bisa lebih fokus sama diri kamu sendiri di sini dan saat ini, bukan di sana dan masa lalu. Pengalaman pribadi kamu pasti bisa terlihat lebih positif, Yash." jelas dokter Sam, menyesap segelas kopi Sunbucks sambil memandang hamparan langit biru.
Padahal Ell berusaha menunda waktu konsultasi sebab ingin menikmati gemelut pikirannya sendiri. Namun, semesta memiliki waktu ideal tersendiri dan mengirim langsung dokter Sam ke tempat persembunyian Ell. Setidaknya sesi kali ini Ell ditemani semilir angin yang mendekap dan memburai separuh muaknya, tidak perlu menyaksikan dokter Sam yang selalu ditemani pena dan secarik kertas yang menguji warasnya.
"Kenapa aku terlahir ke dunia, ya?" tanya Ell pada semesta, berharap seekor burung kesepian yang baru saja melintas sudi untuk menyampaikannya.
"Karena kamu pantas mendapat kesempatan untuk hidup." sahut pria berjas putih, memandang wajah Ell yang menatap nirwana penuh asa.
"Ya, kenapa?" Ell masih tidak menemukan alasan semesta mengirimnya ke bumi.
"Karena kamu orang baik."
Yang mendapat pujian lantas gagal menahan gelak, tertawa tanpa nyawa. Baru kali ini Ell mendengar lelucon paling lucu sepanjang hidupnya. "Aku gak pernah sekali pun memperlakukan dokter dengan baik. Bahkan tante Widya dan orang-orang di sekitar aku gak pernah menerima perlakuan wajar yang semestinya bisa mereka dapatkan."
"Masih ingat waktu saya meminta kamu untuk mengisi lembar pemeriksaan di pertemuan pertama?" tanya dokter Sam, ikut menatap ke ujung langit guna mencari apa yang diam-diam Ell titipkan dibalik awan.
Lembar pemeriksaan adalah lembaran yang berisi 500 pertanyaan mengenai tes kepribadian dan gejala, serta skala penilaian prilaku. Mana mungkin Ell melupakan hal itu ketika dirinya membutuhkan waktu lima hari untuk mengisi semua rangkaian tes yang bertugas menguji waras. Bahkan sebelum melakukan tes psikologi, Ell harus melalui rangkaian tes untuk pemeriksaan fisik dan uji laboratorium.
"Tes itu digunakan untuk melihat kecenderungan sifat kamu, Yash. Dari hasil pemeriksaan waktu itu, ada yang menunjukan bahwa kamu memiliki kecenderungan faking bad. Kamu berusaha memberi impresi terlihat lebih buruk daripada yang sebenarnya untuk menghindari sesuatu. Kamu juga melihat diri kamu dengan pandangan yang lebih negatif daripada yang sebenarnya. Kamu sering mengabaikan atau bahkan bersikap buruk pada orang lain untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal lebih buruk yang diluar kendali. Padahal kalau seperti itu terus kemampuan simpati kamu bisa menurun, Yash." jelas dokter Sam, menyesap kembali es kopi. "Seharusnya kamu gak perlu melakukan faking bad kalau kamu gak nyaman, kan? Kalau kamu sudah dilahirkan menjadi orang baik, ya mau diapain lagi?" pertanyaan retoris itu berhasil memberi pukulan telak pada isi kepala Ell.
KAMU SEDANG MEMBACA
EGLANTINE [T.A.M.A.T]
Dla nastolatkówEGLANTINE tidak menjanjikan prolog yang indah, tidak pula mengiming-imingi epilog yang mendebarkan. Karena EGLANTINE hanya mengisahkan sebuah perjalanan yang tidak mengenal usai. *・゚゚・*:.。..。.:*゚:*:✼✿◌✾◌✿✼:*゚:.。..。.:*・゚゚・* Apa jadinya bila seorang g...