22. Perjalanan

64 5 17
                                    

Sekarang Ell dan Aya telah berada di koridor penghubung antara gedung utama dan gedung kedua. Dari luar semua permukaan bangunan didominasi oleh cat putih. Namun, mereka akan disuguhkan biru langit yang mendominasi untuk bagian dalam bangunan. Kedua warna ini dipilih sebab dapat mempengaruhi psikologi manusia ketika berada di dalam ruangan. Selain memberi kesan bersih dan rapi, putih juga mampu menimbulkan suasana tenang dan damai. Sedangkan biru mengundang rasa tenang, seimbang, mengatasi kecemasan dan menghindari emosi berlebihan dengan kesan santai dan harmonis.

"Yash!" panggil sebuah suara. "Kamu udah sembuh?" tanya salah seorang perawat yang datang menghampiri.

"Tau dari mana kemarin aku sakit?" tanya balik Ell, menatap penuh curiga.

"Waktu itu orang tuanya temen kamu ngehubungin kakak."

Baik Ell mau pun Aya kiranya sama-sama tahu bahwa bu Salma adalah orang yang dimaksud oleh perawat bersurai pendek itu. Namun, ada hal yang lebih menguras otak Aya ketimbang mencerna obrolan basa-basi Ell bersama wanita di hadapan, mengingat-ingat siapa gerangan wanita yang terasa begitu familiar ini.

"Kak Lita, ya?" akhirnya Aya berhasil mengingat sebuah nama.

"Iya." timpal kak Lita, menahan ekspresi terkejut sebab seorang gadis yang baru ia temui bisa mengtahui namanya kendati hari ini kak Lita lupa untuk memasang name tag di seragam biru mudanya.

"Kamu tau dari mana?" Ell justru lebih terperangah dengan kemampuan Aya yang selalu mudah mendapat informasi.

"Nebak aja! Soalnya waktu itu mama cerita kalau di hp kamu cuma ada tiga kontak, donag. Dan salah satunya nomor kak Lita." timpal Aya, melebur gelombang penasaran Ell.

"Oh, jadi malem itu mama kamu yang nelpon kakak?" sahut kak Lita.

Padahal dua orang asing itu baru saja dipertemukan. Namun, baik Aya dan kak Lita dapat dengan mudah menjadi akrab hanya karena satu topik. Tentunya, topik mengenai Ell, manusia yang sudah kehabisan sabar sebab namanya selalu disebut-sebut. Mulai dari alasan Ell yang beberapa minggu lalu terjebak di rumah sakit, hingga sifat arogan Ell yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan penyebab Ell terluka.

"Berani banget ya, kalian ngomongin seseorang di depan orangnya langsung!" celetuk Ell, ingin kegiatan gosip ini segera dihentikan.

"Seenggaknya kita gak munafik, Yash." timpal kak Lita.

"Udah yuk, pergi! Tujuan kita ke sini bukan buat ngomongin hal gak penting kaya gini!" Ell lantas menarik lengan Aya yang mau tidak mau mulai beranjak dari posisinya.

"Bye, kak Lita! Kita pergi dulu, ya!" pamit Aya, bersama lambaian tangan yang perlahan memudar.

Gadis itu kembali membiarkan kedua tungkai mengikuti Ell hingga akhirnya terhenti di hadapan sebuah pintu biru di bangsal Asoka dengan nomor 03. Kini jantung Aya berdetak lebih kencang tanpa alasan, membiarkan gelombang adrenalin bekerja keras dengan sangat antusias dan sedikit harap-harap cemas.

Salah satu perawat membantu kedua remaja itu masuk, membuka pintu yang sengaja mereka kunci. Hanya ada satu penghuni yang menempati ruangan berukuran sedang ini, ruangan yang cukup luas untuk diisi oleh satu orang. Dinding dan segala perabotannya masih di dominasi putih dan biru, memperlihatkan sebuah siluet bersurai panjang nan indah yang membelakangi pintu. Barangkali wanita di depan sana sudah lama duduk menunggu sambil menatap pelataran dari balik jendela kaca yang sengaja dipasang lebih lebar daripada ruangan yang lain.

"Hai, ma!" sapa Ell, langsung mendekap wanita yang baru saja ia panggil dengan sebutan mama dari belakang. "Maaf minggu kemarin aku gak bisa dateng dan baru mampir sekarang." lanjutnya di sela-sela ceruk leher sang ibu.

EGLANTINE [T.A.M.A.T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang