Bagi Ell, semua warna yang ada di dunia hanyalah ilusi, termasuk 7 warna indah pelangi hasil pembiasan penuh bualan. Bentala dan nirwana akan selalu berkonspirasi untuk membuat Ell tetap tinggal dalam dunia hitam dan putih. Bentala hanya menghadirkan kegelapan yang berputar pada porosnya. Sementara nirwana menjatuhkan ribuan panah membara yang hanya berpusat padanya. Kini Ell semakin yakin bahwa seisi dunia membencinya, lagi-lagi ditelan oleh pemikiran ekstrem logika hitam putih.
Hidup Ell selalu perihal menggenggam bara api. Dilepas menjadi abu, ditahan menjadi arang. Keduanya sama-sama pedih dan menyakitkan. Haruskah Ell melepas Cahaya yang kian hari kian bersinar dalam dunia yang gulita? Atau haruskah Ell menelan semua pedih dan melupakan penyebab kepergian pak Arya? Kiranya di titik ini Ell sadar bahwa semakin bahagia itu bersinar terang, maka semakin gelap pula bayangan yang siap menelan.
"KENAPA SEMUA INI HARUS TERJADI LAGI?!" pekik Ell di tengah lingkaran setan yang selalu erat memeluknya.
Tak sanggup. Sungguh tak sanggup lagi untuk menahan semua gelombang amarah dan kecewa yang semakin menggerogoti jiwa. Bahkan ketika Ell membuang buku-buku di nakas yang selama ini menjadi pusat dunianya, membanting seluruh benda yang teronggok di atas meja dengan linangan air mata. Nyatanya semua itu tidak pernah terasa cukup untuk membuat amarahnya padam.
"KENAPA HARUS DIA?" pekik Ell, membanting lampu belajar dalam kamar yang gelap.
Bila emosi itu kasat mata. Boleh jadi manifestasi dari jutaan emosi yang tak terkendali saat ini akan nampak seperti kondisi kamar Ell. Hancur lebur laksana serpihan lampu belajar dan kaca yang berserak di mana-mana. Berantakan dan patah, sepatah-patahnya. Bagaimana pun Ell hanya seorang remaja 17 tahun yang tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan emosinya selain menangis tersedu guna meluruhkan pilu yang mencokol di rongga dada.
"Kenapa harus aku dan Aya?" tanya Ell pada semesta di tengah isak tangisnya.
Tangis yang datang dari rasa cemas dan takut tiba-tiba menjadi lebih sesak sebab gelombang stres mulai mencekik, membuat leher Ell tercekat hingga kesulitan memasok oksigen. Sejatinya hidup dan mati hanya terpisah oleh selembar kertas tipis. Ell memang tidak memiliki semangat untuk melanjutkan hidup. Namun, setiap kali jantung memompa lebih cepat dan kesulitan memasok oksigen, memaksa Ell menampung segala menifestasi sakitnya. Ell juga selalu takut menghadapi kematian yang berada di ujung tombak. Lantas merogoh obat dalam tas, menelan beberapa pil sedatif sebagai penolong yang amat ia butuhkan.
Tubuh telah mencapai batasnya, terkulai di lantai di samping ranjang meratapi kekejaman dunia. Semua pedih, amarah, takut, dan kecewa tersemat dalam guguran air mata yang jatuh di peraduan malam yang kian dingin. Ell semakin terombang-ambing di tengah samudera kepedihan dan tak mampu menemukan daratan, tempat ia kembali pulang. Sekali lagi semesta menginginkan Ell kembali tumbuh di titik terendahnya.
Susah payah aku berdamai denganmu.
Susah payah aku pulihkan percayaku.
Dan ketika bahagia itu kembali ku rasa.
Dengan mudah kau binasakan segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EGLANTINE [T.A.M.A.T]
Fiksi RemajaEGLANTINE tidak menjanjikan prolog yang indah, tidak pula mengiming-imingi epilog yang mendebarkan. Karena EGLANTINE hanya mengisahkan sebuah perjalanan yang tidak mengenal usai. *・゚゚・*:.。..。.:*゚:*:✼✿◌✾◌✿✼:*゚:.。..。.:*・゚゚・* Apa jadinya bila seorang g...