Suka duka Irene Devina Charlitta menjadi kekasih dari Adikara Sehun Bramasta.
"Hun, kalo misalnya aku tenggelam barengan sama Dino, siapa yang bakal kamu tolongin duluan?"
"Dino lah kamu kan bisa berenang, kamu lupa Dino gabisa kena air?"
"IHH SEHU...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
pacar lita cantik sendiri?
Irene trimakacii iya
pacar lita sama sama sayang tumben?
Irene mau bikin abs
pacar lita gak usah. yang aku aja
Irene gak mau. mau punya sendiri.
pacar lita aku yang gakuat liatnya irene gausah ya
Irene okeyy xixi
pacar lita deket komplek kan?
Irene iyaaaa dah dulu
pacar lita okee
Gue memasukkan ponsel kedalam saku jaket, kembali siap-siap untuk lanjut lari mengeilingi komplek—tapi kayanya gak mungkin ngelilingi banget sih, gue gak akan kuat. Baru satu langkah kaki gue maju, ponsel gue kembali berdenting—mungkin Sehun yang ngingetin buat hati-hati.
Lingkungan komplek masih sepi karena ini jam-jamnya orang masih tidur, apa lagi weekend, tapi ada juga beberapa orang yang udah keluar dengan sepeda atau alat olahraga lainnya.
Ada sih sepeda di rumah, tapi gue belum lancar pakenya.
"Sendirian aja neng?"
Gue sedikit terlonjak kaget saat seorang bapak-bapak menyapa gue dengan wajah penuh menggodanya. For real, bapak-bapak, punya kumis dan perut buncit.
Karena merasa risih gue hanya mendelik kearahnya, lalu berlari lebih jauh. Gue tebak pasti anaknya udah tiga.
"Eh neng, bareng aja atuh."
Ya Tuhan, tolong Irene.
"Maaf pak, saya risih." Jawab gue, namun bukannya menjauh dan tahu diri, bapak-bapak itu malah memegang tangan gue, membuat gue sontak mundur beberapa langkah.
"Gak usah pegang-pegang ya!"
"Sedikit mah gak apa-apa atuh neng."
Dia malah nyengir menampakkan gigi-giginya yang terlihat kuning. Dengan was-was gue menatap sekeliling.
Bagus banget Irene, lo ada di tempat sepi dengan bapak-bapak mesum sekarang.
Lantas dengan cepat gue mengambil ponsel, hendak menelpon siapa pun yang bisa dimintai tolong saat ini. Belum sempat gue menyalakan layar, bapak-bapak itu sudah kembali maju dan hendak menyentuh gue.
"Tolong jangan pegang-pegang ya pak! Saya bisa teriak!"
"Dikit neng.. dikit.."
Anjing emang ni situasi. Gue takut, gue mau lari, tapi gue gak bisa.
Grep
"L-lepas, lepas! Tolong hiks! Tolong!"
Gue berusaha melepaskan diri dengan menarik tubuh gue untuk mundur, tapi demi apapun, tenaganya lebih kuat dari gue.
"Ayo neng ikut bapak, ayo!"
"Nggak! Nggak!!"
Air mata gue mulai mengalir, gue takut, siapapun tolong bantu gue..
"Ngapain pak megang-megang istri saya?"
Gue menatap pada tangan seseorang yang kini tengah mencengkram lengan si bapak dengan kuat.
Sehun..
Tanpa si bapak sempat membuka mulut, Sehun sudah lebih dulu memukul perutnya beberapa kali. Gue mundur, mempersilahkan Sehun untuk melakukan apa yang dia mau.
Gak munafik, rasanya sakit saat lo ditarik-tarik kaya tadi, gue akan sangat menyesal bila membiarkan si bapak itu pergi begitu aja dengan tenang.
"Ampun! Maaf kang! Saya minta maaf!"
"Minta maaf sama istri saya."
"Maaf neng! Maafin saya, a-awh!"
Gue menarik lengan Sehun yang masih menahan si bapak, memintanya untuk berhenti. Setelah dilepaskan, dia kabur begitu aja.
"Kamu gak apa-apa?"
Gue mengangguk dengan bibir yang mengerucut ke bawah. Menggenggam tangan Sehun erat.
"Syukur." Helanya lega.
"Ayo pulang."
"Iya ayo, naik sepeda tuh, kamu aku bonceng di depan ya."
Gue kembali mengangguk. Setelah itu gue pulang sama Sehun dengan naik sepeda kak Donge yang Sehun bawa.