Suka duka Irene Devina Charlitta menjadi kekasih dari Adikara Sehun Bramasta.
"Hun, kalo misalnya aku tenggelam barengan sama Dino, siapa yang bakal kamu tolongin duluan?"
"Dino lah kamu kan bisa berenang, kamu lupa Dino gabisa kena air?"
"IHH SEHU...
Gue cemberut. Ini cowo kenapa dari tadi nyuekin gue mulu ya. Apa jangan-jangan gue ada salah?
Sedari ada Darma sampe cowo itu pulang, Sehun seolah-olah ga liat keberadaan gue di apartemen ini. Bahkan waktu gue selesai mandi dan dia mulai nugas, gue ga diajak ngobrol sama sekali.
Kenapa sih? Bikin Overthinking nih.
Gue cuma bisa menghela liat Sehun yang fokus banget sama tugasnya. Dengan tampang yang masih cemberut, gue jalan kearah dapur buat masak nasi goreng mozzarella kesukaan Sehun.
"Ga cape apa ya nugas mulu?" Gumam gue.
Padahal tadi sore tuh Sehun baru aja bantuin Darma ngerjain tugas, sekarang dia malah lanjut ngerjain tugasnya sendiri. Ya ga apa-apa sih, bagus juga, cuma jeleknya dia belum makan sama sekali. Sempet bersih-bersih doang, habis itu buka laptop.
Ga butuh waktu lama untuk gue membuat nasi goreng mozzarella kesukaan Sehun. Selesai membereskan kitchen set, gue kembali masuk ke dalam kamar dengan dua tangan memegang piring dan gelas.
"Hunn, makan dulu.."
Gue menyimpan piring serta gelas yang gue bawa diatas meja, bersebelahan sama tangan Sehun yang lagi sibuk ngetik sesuatu di laptop.
"Hun."
"Nanti Rene."
"Dikit dulu aja.."
"Seben—"
Dukk
Tepat saat Sehun memindahkan lengannya agar lepas dari genggaman gue, tanpa sengaja lengan gue menyentuh gelas berisi air putih itu hingga jatuh, tumpah mengenai beberapa kertas yang berserakan di dekatnya.
Dengan cepat Sehun mengambil kertas-kertas yang udah setengah basah itu, gue pun mengambil lap bersih untuk membereskan air yang masih tersisa di atas meja.
"Kan udah aku bilang nanti!"
Sumpah gue ga sengaja.
"Sehun.. maaf.." Gue menunduk sembari menggigit bibir bawah takut. Gue ga sengaja.. demi apapun gue beneran ga sengaja..
Sehun mengeraskan rahangnya, kedua tangannya masih sibuk mengibas-ngibaskan kertas yang gue tebak adalah bahan-bahan materi untuk tugasnya. Gue semakin merasa bersalah.
"Sehun aku bener-bener ga sengaja. Maaf.."
"Ck." Setelah berdecak Sehun kembali sibuk ngecekin kalimat per kalimat di dalam kertas yang udah kena air.
Gue menahan tangis. Bingung harus apa. Teringat Juno teman sekelas Sehun yang juga tetangga gue, dengan cepat gue keluar kamar, menyimpan lap kotor yang sedari tadi masih gue pegang.
Gue pun mengambil hp untuk menghubungi Juno. Menanyakan materi yang sama dengan yang Sehun punya. Dan beruntung Juno bilang dia mau ngerjain tugasnya besok. Dengan cepat gue mengambil jaket serta dompet, lalu keluar menuju rumah Juno.
Untungnya sekarang masih jam setengah tujuh malam, ga susah untuk menemukan ojek di depan apartemen. Sesampainya di rumah Juno buru-buru gue mencari tempat fotokopi terdekat.
Tadinya Juno menawarkan untuk nganter gue fotokopi sekaligus kembali ke apartemen Sehun. Namun gue tolak mentah-mentah karena gue gaenak kalo harus repotin dia. Dengan dia yang udah izinin gue buat motokopi materinya aja gue udah bersyukur banget.
Gimana pun materi ini pasti penting buat mereka.
Gue mamasukkan pin pada pintu apartemen Sehun. Sesaat gue terdiam melihat Sehun yang lagi duduk sambil buka hp. Takut-takut gue berjalan kearahnya, membuat Sehun sontak mengadah menatap gue.
Gue kembali menunduk, lalu menyodorkan beberapa kertas padanya.
"Y-yang ini kan? Maaf ya.. aku bener-bener ga sengaja Hun.."
Bodohnya gue kembali menahan tangis. Takut Sehun akan marah.
"Irene."
Gue bergeming.
"Sayang."
Gue tercekat saat Sehun mendekat lalu memeluk gue dengan erat. Dan disitulah tangis gue akhirnya pecah. Gue membalas dekapan Sehun tak kalah erat.
"M-ma-afin ak-aku hiks."
Sehun menggeleng. "Salah aku. Maaf ya, maaf.."
5 menit berlalu gue udah mulai tenang, walaupun masih sedikit sesegukan, seenggaknya saat Sehun menuntun gue untuk duduk di sofa gue udah bisa melihat wajah Sehun dengan jelas.
"Kamu darimana hm? Kok tadi langsung pergi?"
"Itu hik- aku kerumah Juno hik- potokopi materi hik- dia."
Sehun terdiam sesaat. "Kenapa ga bilang aku?"
"T-takut hik-"
***
Hati Sehun mencelos mendengar jawaban sang kekasih. Irene, gadis yang seharusnya merasa dicintai olehnya kini malah merasa takut karenanya. Ia benar-benar merasa bersalah setelah dibutakan oleh emosi sesaat.
Salahnya karena terlalu cemburu pada Darma. Salahnya karena menepikan tangan Irene. Salahnya karena telah berteriak pada Irene. Salahnya karena membuat Irene pergi keluar di malam hari.
"Maaf.."
Sehun mendekap gadisnya semakin erat. Sebelah tangannya tak henti mengelus punggung Irene, membuat gadis itu nyaman hingga perlahan terlelap tidur di pelukan Sehun.
"Maaf Irene. Maafin aku."
Sehun beranjak mengangkat tubuh sang gadis ke dalam kamar, menidurkannya diatas kasur, membuka jaket Irene yang masih melekat pada tubuh kecilnya, lalu menaikkan selimut sebatas dadanya.
Tak sampai disitu, Sehun pun ikut berbaring di sebelah Irene, kembali membawa tubuh Irene kedalam dekapannya. Matanya mulai memerah, hingga tak lama kemudian isak tangisnya terdengar menggema di ruangan yang hening.
Lelaki macam apa yang membuat wanitanya keluar malam-malam hanya untuk memotokopi materi-materi tugasnya?
Rasa bersalahnya semakin besar saat membayangkan Irene berlari kesana-kemari demi Sehun. Akhirnya hanya kata maaf yang dapat Sehun utarakan kepada sang gadis. Dalam hati, ia mengadu pada Tuhan.
Tuhan, Sehun benar-benar merasa bersalah. Tolong hukum dirinya jika perlu.
Bersambung..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.