PART 19 - LDR

3K 495 29
                                    

"Dapetin sesama orang Bandung tapi jadinya malah LDR," kata Ayas pada Ines yang sibuk mengirimkan foto makan siangnya pada Gandhi.

Sudah dua minggu Gandhi di Gresik dan katanya sih dia diperlukan selama satu bulan di sana. Yah, tidak apa-apa. Selama mereka baik-baik saja, Ines tidak masalah. Untungnya pertengkaran diantara mereka selesai dengan damai tanpa meninggalkan masalah lagi. Ines malah merasa semakin dekat dengan Gandhi, lebih dekat dari sebelumnya—hal yang Ines syukuri saat ini.

Ines menyimpan ponselnya setelah memastikan pesannya terkirim, ia mengaduk makanannya sambil menghela napas.

"Tuntutan pekerjaan memang sulit Yas," kata Ines.

"Nggak apa-apa lah, sementara. Kita berjuang buat jauh-jauhan dulu, nggak akan lama kok, paling setahun-dua tahun," sambung Ines lagi.

Ayas menganggukkan kepalanya. Sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Ines. Karena kalau mendengar ceritanya sih baik Ines dan Gandhi sudah punya masa depan yang pasti untuk keduanya. Tinggal bersabar saja menunggu proses menuju masa depan mereka. Wah, sungguh rencana yang indah.

"Tapi kalian masih suka video call kayak biasa?"

Ines mengangguk, "Kita selalu usahain video call sih Yas, tapi memang durasinya nggak selama dulu. Palingan setengah jam doang, sekarang yang paling penting itu kita tetep berkabar aja," sahut Ines.

Memang ya, manusia kalau dilancarkan oleh Tuhan, rintangan apapun tidak masalah bagi mereka. Keduanya benar-benar bisa mengatasinya, Ayas sendiri sampai takjub mendengar cerita Ines.

Ayas menatap Ines lekat-lekat hingga sahabatnya itu menatapnya kebingungan.

"Aku seneng banget Nes. Kalian berdua kayak tumbuh dewasa bersama tahu nggak," pujinya.

"Aaah, makasih Ayaaaas. Do'ain aku sama Gandhi sampe di tujuan kita yaah," katanya.

"Pasti," jawab Ayas.


*****


Gandhi kembali dari site selepas senja. Ia masuk ke dalam kamarnya dalam kondisi kelelahan namun isi chat yang Ines kirimkan padanya selalu bisa meringankan lelahnya. Pria itu menyimpan ponselnya. Ia memutuskan untuk mandi lebih dahulu, namun suara ketukan yang berasal dari luar kamarnya membuat Gandhi mengurungkan niatnya. Pria itu berjalan ke arah pintu dan membukanya. Andri di sana, menatapnya dengan cemas.

"Lo diomongin tahu di grup. Kemana aja?" Tanyanya.

Gandhi menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Gue nggak kemana-mana. HP gue aktif kok."

"Kayaknya nggak deh. Lo cek wifi nya nyala nggak?"

"Emang ada apa sih?"

"Cek aja HP lo. FYI, lo nggak digoreng kok digrup, tenang aja," ucap Andri pada akhirnya.

Gandhi memberikannya tatapan sebal, "Riweuh banget lo kayak ibu-ibu. Palingan juga gue diomongin gara-gara tadi siang kan?"

Andri mengangkat bahunya, tak mau menjawab ucapan Gandhi.

"Lo cek sendiri aja," Katanya lagi.

Gandhi berdecak. Ia mengusir Andri agar cepat-cepat pergi dari hadapannya supaya ia bisa melanjutkan kegiatan yang awalnya ia rencanakan.


****


Ines menatap ponselnya. Pesan yang ia kirimkan pada Gandhi sudah terkirim, bahkan sudah dibaca, tapi tidak ada balasan apa-apa dari Gandhi. Hadeuh, pasti Gandhi sibuk lagi. Semalam saja video call mereka terganggu karena Gandhi dihubungi klien secara tiba-tiba. Malam-malam. Bayangkan!

Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang