“Sepandai-pandainya, serapi bagaimana kita menyembunyikan sesuatu, pasti suatu saat akan terbongkar begitu saja dengan mudahnya.”
~~~~~ Tentang Nadhira ~~~~~
Sesampai di rumah sakit lelaki itu dilarikan ke ruangan UGD oleh beberapa perawat dan dokter. Wanita berjilbab hitam tampak cemas menunggu di depan pintu di ruangan UGD. Wanita itu terus melangkahkan kakinya mondar-mandir di depan pintu ruangan UGD.
Kamu kenapa Abbas? Aku khawatir kepadamu.
Tak lama kemudian sosok pria berjas putih dengan stetoskop menggantung di lehernya baru saja keluar dari ruangan UGD. Melihat kehadiran pria itu, Nadhira langsung menghampirinya.
“Bagaimana dok kondisi suami saya?” tanya Nadhira dengan raut wajahnya yang cemas.
“Pasien mengalami kelelahan juga stres yang berlebihan. Terlalu banyak yang dipikirkan dan aktivitas fisik yang berlebihan membuat kondisinya masih drop. Pasien harus beristirahat yang cukup dan jangan terlalu banyak pikiran. Sebentar lagi pasien akan sadar, jangan cemas,” jelas dokter.
Nadhira mengangguk. “Bisa saya masuk ke dalam dokter?” tanya Nadhira.
Dokter itu mengangguk. “Silakan. Kalau begitu saya permisi. Kalau ada apa-apa silakan hubungi saya.” Dokter itu melenggang pergi, Nadhira masuk ke dalam ruangan UGD.
Sosok pria remaja terbaring lemah di brankar, di salah satu punggung tangannya terpasang jarum infus.
Wajah tampan, rona pucat, mata sayu, bibir terkatup rapat mengering, dan nassal cannula bertengger manis di hidung mancung pria itu. Wanita itu mendekati pria itu, tangan mungilnya menggenggam kedua tangan lelaki itu.
Kamu harus kuat Abbas. Aku tahu pasti kamu begini karena memikirkan ayahmu dan Danish. Seharusnya kamu jangan pernah menyimpan dendam kepada mereka karena semua hanya sia-sia saja.
Satu jam wanita itu menunggui pria itu membuka matanya, akhirnya pria itu mulai membuka netra abunya secara perlahan. Pria itu menatap sekeliling, ia menatap heran wanita yang menemaninya.
“Na-dhira ....” Wanita itu tersenyum melihat suaminya sudah siuman.
Nadhira menggenggam kedua tangannya Abbas. “Ini aku, Abbas. Kenapa? Ada yang sakit?” tanya Nadhira dengan lembut.
“Kok gue di sini?” tanya Abbas dengan lirihnya.
“Kamu tadi pingsan di pemakaman. Jadi aku bawa kamu ke sini,” jawab Nadhira.
Pria itu mengangguk lemah. “Gue mau pulang. Gue nggak suka di sini.”
Wanita itu menggeleng. “Tapi kamu masih sakit. Kata dokter kamu kecapekan dan kamu sedang banyak pikiran. Sudah, istirahat ya? Jangan pikirkan apa pun saat ini. Aku khawatir lihat kamu sakit begini,” tolak Nadhira.
Abbas mengernyitkan dahinya. “Kenapa lo khawatir keadaan gue? Harusnya lo seneng ‘kan lihat gue sakit begini?”
Nadhira tersenyum menatap Abbas. “Aku ini istrimu, Abbas. Nggak ada istri yang senang melihat suaminya sakit begini.”
Hati lo terbuat dari apa sih Dhira? Gue ‘kan udah jahat sama lo? Bahkan gue nggak bisa sekali saja berbuat baik sama lo karena dendam ini.
“Udah jangan mikirin yang aneh-aneh. Istirahat ya?” Pria itu mengangguk, Abbas kembali memejam kedua bola matanya menutup dengan sempurna.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Nadhira [SELESAI] ✅
Novela Juvenil⚠️ WARNING !!! * Terdapat adegan kekerasan, terdapat kata-kata kasar. Bijaklah dalam membaca! * Terdapat unsur kebaperan! Nadhira Misha Malaika, namanya indah, cantik, sama seperti orangnya. Tapi sayang takdirnya tak seindah yang ia bayangkan. Se...