“Sebanyak apapun masalah, jangan lupakan kesehatan diri karena sehat itu mahal harganya.”
~~~~~ Tentang Nadhira ~~~~~
Perlahan kedua bola mata coklatnya mulai terbuka. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia terkejut melihat ruangan ini adalah kamar suaminya. Ia menoleh ke sisi samping ternyata ada sosok pria berwajah tampan masih memakai seragam putih abu-abu yang berantakan sedang tertidur dengan menyentuh kedua tangannya.
“Shh ... pusing banget,” keluh gadis itu saat ia merasakan kepalanya berdenyut nyeri.
“A-abbas ....”
Lirihan pelan itu membuat pria itu terbangun. Ia mendongakkan kepalanya, ia tersenyum mendapati Nadhira sudah membuka matanya.
“Butuh sesuatu?” tanya Abbas kemudian ia menyentuh keningnya Nadhira.
“Kenapa kita di rumah? Aku tadi di sekolah ‘kan?”
“Tadi lo pingsan di lapangan. Jadi gue bawa lo pulang ke rumah.” Nadhira membulatkan kedua bola matanya dengan sempurna.
“Ka-kamu gendong aku di depan orang-orang?” tanya Nadhira. Abbas mengangguk.
“Kenapa? Rahasia tetap aman kalau Danish dan teman lo nggak bocorin apa-apa.”
Nadhira memegangi kepalanya, rasa sakit begitu menjalar di kepalanya. Abbas panik melihat istrinya kesakitan.
“Lo pusing?” Nadhira mengangguk.
“Jangan banyak gerak. Baring aja. Lo dari semalam nggak makan sih, jadi gini ‘kan.” Nadhira tertunduk lesu. “Ma-maaf ....”
Abbas menghela napas. “Sebanyak apapun masalah, jangan sampai lo lupain kesehatan. Kesehatan itu mahal, Dhira. Lo inget ‘kan waktu gue sakit? Lo bilang gue harus makan tapi lo malah nggak mau makan. Lo juga suapin gue maksa banget pingin gue makan padahal gue nggak mau karena gue ke pikiran sama bunda.”
“Maafin aku udah buat kamu repot.”
Abbas menggeleng. “Gue nggak repot karena lo udah pernah gue repotin. Selama kita masih suami istri, enggak ada kata repot di sana. Gue panik banget lihat lo pingsan di lapangan tadi. Untung gue lihat, kalau gue nggak cepet pasti Danish yang bakal gendong lo. Lo mau disentuh sama pria yang bukan mahram? Kita tidak boleh ‘kan bersentuhan sama yang bukan mahram kita? Itu yang selalu lo bilang sama gue.” Nadhira mengangguk. Ia menghela napas ternyata Danish hampir saja menyentuh tubuhnya jika Abbas tidak dahului.
“Ya udah sekarang lo makan. Gue udah suruh bibi buat bikinin lo bubur. Mau ya makan? Gue suapin.” Nadhira hanya mengangguk pasrah, terserah apa yang ingin Abbas lakukan.
Abbas melenggang pergi turun ke bawah, ia pergi ke dapur untuk menyiapkan bubur. Sesampai di dapur, Abbas mengambil sebuah mangkuk. Ia membuka panci yang berisi bubur tinutuan. Abbas memang tadi menyuruh pembantu untuk membuat bubur tinutuan. Bubur yang dicampur dengan sayuran daun singkong, jagung, dan sedikit potongan ayam. Abbas menciduk bubur yang berada di dalam panci kemudian dimasukkan ke dalam mangkuk yang ada di tangannya. Abbas meletakkan mangkuk kemudian ia mengambil sebuah nampan dari rak piring. Abbas meletakkan mangkuk itu di atas nampan kemudian mengambil segelas air putih.
Abbas kembali masuk ke dalam kamarnya, ia meletakkan nampan tersebut di atas nakas. Abbas membantu Nadhira duduk di ranjang, bantal ia berdirikan supaya istrinya nyaman duduk. Abbas mengambil handuk yang berada di keningnya Nadhira kemudian ia letakkan di baskom kompresan. Abbas meraih mangkuk, ia mulai menyuapkan bubur itu ke dalam bibir mungilnya Nadhira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Nadhira [SELESAI] ✅
Fiksi Remaja⚠️ WARNING !!! * Terdapat adegan kekerasan, terdapat kata-kata kasar. Bijaklah dalam membaca! * Terdapat unsur kebaperan! Nadhira Misha Malaika, namanya indah, cantik, sama seperti orangnya. Tapi sayang takdirnya tak seindah yang ia bayangkan. Se...