•K A L E•
Minggu pagi aku turun dari kamar dan mendapati mama tengah sibuk di dapur dengan celemek Hello Kitty kebanggaannya. Berbagai macam sayur dan buah yang sudah dicuci tampak memenuhi meja marmer di belakangnya.
"Pagi Ma." Aku berdiri menyandar di ambang pintu dapur—batas aman untukku boleh mendekat.
"Pagi Nak. Teh nya sebentar lagi ya. Nanti Mama bawa ke depan."
Mama berbalik kemudian menatapku intens dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Kamu gini aja nih?"
Aku jadi ikut milirik diriku sendiri. "Gini gimana sih Ma? Perasaan nggak ada yang salah."
"Celana kamu Kale. Kamu yakin mau pakai itu aja?"
"Lah memangnya kenapa?" Aku memperhatikan lagi celana kargo selutut yang kupakai.
Mama menepuk dahinya. "Keluarga Ayna sebentar lagi datang loh Nak. Masak celana kamu begitu sih. Mama aja serem liat bulu-bulu kaki kamu yang udah kayak hutan tropis itu."
"Terus gimana? Kale ganti gitu?"
"Ya ganti dong. Sana naik."
Mama mengacungkan pisau buah di tangannya. Sebelum pisau itu berganti mengupasiku, kutinggalkan dapur untuk berganti celana yang menurut mama merusak pemandangan ini. Mama tidak tau aja kalau bulu-bulu kaki yang indah ini menambah kejantanan pria.
Beberapa saat kemudian aku turun lagi setelah berganti celana dan menghampiri papa di taman kecil disamping rumah—tengah sibuk bermain dengan Gwen Malik, kucing Calico kesayangan kami semua. Saking sayangnya, Papa sampai menisbatkan nama Malik dibelakang namanya—dan tidak menutup kemungkinan kelak Gwen juga akan dimasukkan kedalam daftar ahli waris.
"Aktif banget nih anak bungsu."
Aku ikut duduk disamping papa yang sejak tadi senyam-senyum sendiri melihat tingkah laku Gwen yang berputar-putar mengejar ekornya sendiri.
"Iya dong. Baru grooming nih dia."
Jawab papa—masih tak mengalihkan pandangannya."Cepat banget ya Pa dia gedenya. Perasaan kemarin masih kitten."
Papa bergumam. "Begitulah Kal. Kelak kalau kamu punya anak gadis kamu pasti akan merasakan perasaan seperti itu juga."
Seketika pikiranku terbang jauh melampaui lorong-lorong waktu dan membawaku kemasa depan—kepada masa yang sepertinya terdengar sangat indah jika benar-benar terjadi.
Aku terkejut saat papa menepuk bahuku, mengembalikan ku dari indahnya dunia khayali. "Jangan berkhayal aja. Aksi dong—segera taklukan hati gadisnya si Janari." Papa mengerling jahil.
Aku tersenyum menjijikkan. "Apaan sih Pa."
"Kelamaan kamu. Ditinggal kawin deh sama anak gadis kita ini."
Papa mengelus bulu halus Gwen yang sedang bergelung dipangkuannya."Hah? Gwen mau dikawinkan Pa? Sama anak jantannya siapa? Kok Kale nggak tau?"
Ku rebut Gwen dari pangkuan Papa."Nanti kamu juga tau."
"Papa! Kok masih disini sih. Itu keluarga Pak Janari udah di depan loh."
Papa bangkit lebih dulu. Aku menyusul kemudian setelah melepaskan Gwen.
"Wah wah..calon besanku sudah datang rupanya." Papa berseru dan memeluk sohib kentalnya.
Pertama-tama aku menyalami om Wiyata dan tante Anita, kemudian Ranum dan si kampret Saka.
"Lo kayak nyambut siapa aja sih Kal. Gini-gini gue anggota tetap disini tau. Ya nggak Ma?" Ucap Ranum sewot yang diangguki oleh mama.
"Iya nih si Kale. Lebay lu bro." Sahut si Saka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Quarter Life CriShit [TAMAT]
ChickLitAda Kale Arsana Malik, si almost expired tampan kembaran Dylan Sprouse versi brewokan. Ditanya perihal kapan menikah sebenarnya bukan masalah besar untuk Kale. Tapi kalau yang bertanya itu ibunya, maka itulah sumber masalah besarnya. Karena apa? Kar...